Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Sedikit Peduli

Ellaine berhenti membaca berkas di atas meja. Wanita itu merasa perutnya sangat sakit sekarang. Tubuhnya mulai berkeringat dingin karena rasa sakit itu.

Ia telah melewatkan sarapan, makan siang dan makan malamnya. Kejadian kemarin telah mempengaruhi suasana hati Ellaine sehingga ia menenggelamkan dirinya di dalam pekerjaan dan melupakan jadwal makannya.

Hal seperti ini bukan pertama kalinya, jika suasana hati Ellaine buruk karena Aaric maka selera makannya akan hilang.

Wanita itu bangkit dari kursi kebesarannya dan meninggalkan ruang kerjanya. Ia kembali ke kamarnya lalu meminum obat yang biasa ia konsumsi ketika perutnya sakit.

Setelah meminum obat, Ellaine membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Biasanya dalam beberapa waktu ke depan rasa sakitnya akan berkurang.

Waktu berlalu, rasa sakit yang Ellaine derita masih tidak berkurang dan semakin bertambah sakit, tampaknya kali ini obat yang ia minum tidak bisa membantunya sama sekali.

Ellaine mengambil ponselnya. Wanita itu hendak menghubungi sopir pribadinya, tapi ia mengurungkan niatnya karena ia tahu malam ini sopir pribadinya merayakan hari ulang tahun pernikahannya dengan sang istri. Ia tidak akan merusak kebahagiaan orang lain.

Setelah berpikir sejenak, Ellaine memilih untuk menghubungi Kylian.

"Halo."

"Ini aku, Ellaine."

"Nona Ellaine, ada apa kau menghubungiku?"

"Bisakah kau datang ke tempatku sekarang?"

"Kirimkan aku alamatmu. Aku akan segera ke sana."

"Baik." Ellaine memutuskan panggilan itu, ia kemudian mengirimkan alamatnya pada Kylian.

Lima belas menit kemudian bel penthouse Ellaine berdering. Wanita itu melangkah menuju ke pintu dengan susah payah. Saat ia membuka pintu tubuhnya sudah sangat lemah. Ia terhuyung ke depan dan nyaris saja terjatuh jika Kylian tidak segera menangkapnya.

"Apa yang terjadi padamu, Nona Ellaine?"

"Bawa aku ke rumah sakit." Ellaine bersuara pelan.

Kylian tidak banyak bicara, pria itu segera menggendong Ellaine dan membawanya turun ke bawah.

Dengan hati-hati Kylian meletakan Ellaine di dalam mobilnya. Kemudian pria itu segera mengemudi menuju ke rumah sakit dengan kecepatan tinggi.

Sesampainya di rumah sakit, dokter segera menangani Ellaine. Wanita itu harus dirawat di rumah sakit untuk memantau kondisinya.

Kylian tetap di sisi Ellaine, menjaga wanita yang terkenal sebagai wanita besi itu. Kylian memperhatikan wajah pucat Ellaine, dalam keadaan sakit seperti ini Ellaine makin terlihat dingin.

"Terima kasih atas bantuanmu hari ini, aku akan membayarmu segera setelah aku merasa lebih baik. Kau bisa pergi sekarang." Ellaine tidak terbiasa merepotkan orang lain, marena ia sudah berada di rumah sakit, jadi ia tidak ingin menahan Kylian.

"Aku tidak nyaman meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini. Malam ini aku akan tetap di sini."

Ellaine menatap Kylian sejenak, tapi pada akhirnya ia tidak mengatakan apapun yang artinya ia membiarkan Kylian menjaganya.

Karena tidak ada yang ingin ia katakan lagi, Ellaine menutup matanya. Ia harus segera sembuh karena besok ia memiliki pekerjaan penting.

Keesokan paginya Ellaine mengatakan pada dokter yang menanganinya bahwa ia ingin keluar dari rumah sakit.

Seharusnya Ellaine masih perlu dirawat, tapi dokter tidak bisa menahan seorang Ellaine sehingga ia membiarkan Ellaine keluar dari rumah sakit pagi itu.

Kylian masih ada di sisi Ellaine. "Apakah kau membutuhkan tumpangan ke kantormu, Nona Ellaine?"

"Tidak perlu. Sopirku akan segera tiba." Ellaine menolak.

"Baiklah, aku akan menunggu sampai sopirmu datang."

Ellaine melihat jam di tangannya, seharusnya dalam dua atau tiga menit lagi sopirnya tiba.

"Nona Ellaine, sesibuk apapun dirimu kau tidak boleh melewatkan jadwal makanmu. Tubuhmu masih terbuat dari tulang dan daging, jika kau tidak memperhatikan kesehatanmu maka kau akan sakit." Kylian tidak pernah peduli dengan hidup orang asing sebelumnya, tapi Ellaine berbeda. Ia sedikit peduli pada wanita ini, mungkin karena hanya Ellaine yang membuatnya tertarik.

Kata-kata Kylian membuat Ellaine diam sejenak, rasa pahit menyebar di dalam hatinya. Kenapa orang lain bisa mengatakan hal seperti itu sementara tunangannya tidak satu kali pun memperhatikannya.

Dalam beberapa tahun mereka kenal dan berhubungan selalu ia yang bicara seperti itu pada Aaric. Baginya kesehatan Aaric sangat penting, tapi sepertinya bagi Aaric kesehatannya tidak terlalu penting.

Raut wajah Ellaine yang terlihat tidak bahagia diartikan oleh Kylian bahwa Ellaine mungkin tidak suka ia menasehati wanita itu.

Beberapa saat kemudian sopir Ellaine tiba. Ellaine memiringkan wajahnya menatap Kylian. "Berikan nomor rekeningmu, aku akan mengirimkan bayaranmu."

Kylian mengirimkan nomor rekeningnya melalui pesan ke ponsel Ellaine.

Tidak menunggu lama, pemberitahuan uang masuk muncul di layar ponsel Kylian.

"Aku pergi." Ellaine segera masuk ke kursi penumpang.

"Ya, hati-hati di jalan." Kylian bicara sebelum pintu ditutup oleh sopir Ellaine.

Setelah Ellaine pergi, Kylian melihat ponselnya. Pria itu tersenyum kecil, Ellaine benar-benar tidak perhitungan dengan uang.

Dari spion mobilnya, Ellaine melihat senyum Kylian. Wanita itu kemudian segera mengalihkan pandangannya lurus ke depan. Kylian pasti puas dengan bayarannya.

Ellaine menyimpulkan selama bayarannya cukup tinggi, Kylian akan datang kapan saja jika ia memanggilnya.

Ponsel Ellaine berdering, wanita itu melihat siapa yang menghubunginya lalu kemudian menjawab panggilan itu.

"Ya, Bu."

"Sayang, Ibu ingin mengingatkanmu bahwa malam ini ada makan malam keluarga."

Ellaine menghela napasnya. Ia hampir saja lupa. "Aku akan datang setelah pekerjaanku selesai, Bu."

"Baiklah kalau begitu. Apakah kau sedang dalam perjalanan ke kantor sekarang?"

"Ya, Bu."

"Jangan melewatkan sarapanmu. Ibu tahu kau sangat sibuk, tapi kau harus tetap makan dengan baik."

"Aku mengerti, Bu."

"Hati-hati di jalan. Ibu akan menutup panggilannya."

"Ya, Bu."

Panggilan itu berakhir. Ellaine meletakan ponselnya ke sebelahnya. Malam ini ia akan datang ke kediaman kakeknya tanpa membawa Aaric bersamanya. Biasanya Aaric akan datang bersamanya ke sana, tapi karena ia bertengkar dengan Aaric maka ia tidak akan menghubungi Aaric.

Di rumah sakit, Kylian saat ini sedang berdiri berhadapan dengan seorang pria yang sedikit lebih tua darinya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Kylian?" Pria itu bertanya perhatian. "Apakah kau sakit?"

"Semalam perutku tidak nyaman jadi aku datang ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan." Kylian tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya karena pria di depannya pasti akan menyelidikinya, dan itu pasti akan menjadi masalah baginya.

Selama ini ia tidak pernah dekat dengan wanita, jika keluarganya tahu bahwa ia menjaga Ellaine, maka akan ada begitu banyak pertanyaan yang akan ditanyakan oleh orangtua dan kakaknya padanya. Daripada menjelaskan sesuatu yang sulit untuk dijelaskan, akan lebih baik untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.

"Kenapa kau tidak memberitahuku atau ayah dan ibu?"

"Ini hanya sakit perut biasa, tidak ada yang serius, jadi aku merasa tidak perlu menghubungi kalian," jawab Kylian.

"Apakah sekarang kau sudah lebih baik?"

"Ya, tentu saja."

"Jika kau masih merasa tidak nyaman lebih baik kau pulang ke rumah saja. Ada Ibu yang akan merawatmu."

"Aku sudah baik-baik saja."

"Kau yakin?" Sean, kakak Kylian bertanya untuk memastikan. Ia tidak bisa memaksa adiknya yang menyukai kebebasan untuk pulang ke rumah orangtua mereka. Sejak remaja Kylian memang lebih suka tinggal di luar rumah, berbeda dengan dirinya yang lebih suka di dekat ayah dan ibunya.

"Aku yakin," balas Kylian. "Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini, Kakak?"

"Temanku adalah pemilik rumah sakit ini. Dia baru kembali dari London, jadi aku datang ke sini untuk bertemu dengannya."

"Ah, seperti itu. Kau bisa pergi menemuinya sekarang. Aku akan kembali ke apartemenku."

"Jika kau sakit lagi segera hubungi aku."

"Aku mengerti," jawab Kylian.

"Menyetir dengan hati-hati."

"Baik."

Kedua pria dengan wajah yang memiliki beberapa kemiripan itu berpisah di parkiran rumah sakit.

**

"Di mana Aaric?" Irene, ibu Ellaine menatap putrinya yang datang sendirian.

"Aaric tidak bisa datang."

"Apakah kalian bertengkar?"

"Tidak. Dia memiliki pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan." Ellaine tidak ingin ibunya mengkhawatirkannya jadi ia memilih untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.

"Baiklah, ayo ke ruang makan. Kakek dan ayahmu sudah menunggumu."

"Ya, Bu."

Dua wanita cantik itu melangkah bersama. "Apakah pekerjaanmu berjalan lancar?" tanya Irene.

"Ya, Bu."

Irene menatap putrinya dengan rasa bersalah. Jika saja ia bisa melahirkan lebih banyak anak maka putrinya tidak akan menanggung beban berat menjalankan perusahaan keluarga sendirian. "Kau sudah sangat bekerja keras, Sayang. Ibu sangat bangga padamu." Irene mengelus punggung tangan Ellaine dengan sayang.

"Terima kasih, Bu."

Keduanya sampai di ruang makan setelah melewati beberapa ruangan. Di sana sudah ada kakek dan ayah Ellaine.

"Cucuku." Albert, kakek Ellaine berdiri lalu memeluk Ellaine dengan penuh kasih sayang. Di rumahnya ia adalah puteri kecil yang sangat dicintai oleh keluarganya.

"Kakek, Ell merindukanmu."

"Jika kau merindukanku, kau seharusnya datang lebih sering ke sini."

"Ell sangat ingin, tapi jadwalku sangat padat, Kakek."

Albert mengelus lembut kepala cucunya. "Kau bekerja terlalu keras, kau terlihat lebih kurus dari terakhir kali kakek melihatmu."

"Apakah seperti itu? Ell akan makan lebih banyak setelah ini." Ellaine tersenyum manis. Hatinya sedang patah sekarang, tapi di depan keluarga yang ia cintai ia tidak menunjukannya.

"Kau memang harus makan lebih banyak," balas Albert.

Dari kakeknya, Ellaine beralih ke sang ayah. Ia mendapatkan pelukan hangat dan ciuman lembut di puncak kepalanya dari sang ayah.

"Bagaimana kesehatan Ayah akhir-akhir ini?" Ellaine mengambil alih perusahaan di usia muda karena sang ayah memiliki penyakit jantung dan mengharuskan pria itu untuk istirahat lebih banyak.

"Ayah sangat baik," balas Jordan.

"Itu bagus, Ell senang mendengarnya."

"Ayo duduklah." Jordan menarik kursi untuk putri tunggalnya.

"Terima kasih, Ayah." Ellaine tersenyum lembut lalu kemudian duduk di kursi yang telah disiapkan oleh ayahnya.

"Sayang, di mana Aaric?" tanya Albert.

"Aaric tidak bisa datang, Kakek. Dia sedang memiliki pekerjaan penting."

Albert memandangi putra dan menantunya, tapi setelahnya pria itu tidak mengatakan apapun seolah tidak ada yang ia curigai.

Lalu kemudian makan malam itu berlangsung dengan hangat seperti biasanya.

tbc

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel