Bagian 8
"Sayang, jadilah anak yang kuat. Jangan takut menghadapi apapun di masa depan." Veila merasakan kecupan lembut di dahi oleh wanita yang telah melahirkannya. Wanita dengan wajah yang terlihat samar. "Mama menyayangimu, Nak..." Dan tak lama ia melihat sosok itu menjatuhkan dirinya ke dasar jurang membuat Veila berteriak keras.
"V, bangun..." Keyond menepuk pipi Veila yang terlihat gelisah seakan bermimpi buruk. "V, sadarlah."
Dan tak lama, Veila membuka matanya seakan ketakutan dengan keringat yang memenuhi wajah cantiknya. Ia menghela napas terengah sambil menerima uluran air putih dari Keyond. Meminumnya hingga tandas tak tersisa seakan seharian ia tidak menyentuh air itu.
"Kau bermimpi buruk, hm?" tanya Keyond lembut sambil mengelus dahinya yang berkeringat. "Come here," bisik Keyond sambil membiarkan Veila masuk ke dalam pelukannya. Membiarkan wanita itu menenangkan diri dalam rangkulannya. "Everything's alright."
Veila mencoba menarik napas berulang kali sambil memejamkan matanya. Mimpi melihat ibunya bunuh diri dengan jatuh ke dalam jurang adalah hal yang sangat mengerikan. Kenapa itu harus terjadi? Ataukah itu sebagian ingatannya yang sempat hilang? Veila tidak akan mengatakan mimpinya pada Keyond sebelum ia benar-benar mencari tahu segalanya.
"Tidurlah lagi. Aku akan menemanimu, V."
Veila menurut, ia kembali merebahkan dirinya di kasur mereka. Membiarkan Keyond terus memeluknya hingga Veila kembali terlelap nyaman walau benaknya terus bertanya-tanya mengenai mimpi tersebut.
•••
"Keyond, aku ingin keluar hari ini." Veila menatap Keyond yang sedang memakan sarapan paginya. Meminta izin pada pria itu tanpa teman membuat Veila sedikit ragu bahwa pria itu mengizinkannya. Namun, Veila tidak peduli karena dia memang harus keluar dan pergi ke suatu tempat untuk memeriksa apa yang diyakininya adalah salah.
"Keluar? Sendiri?"
Veila mengangguk. "Hanya sebentar saja. Lagipula, kau bisa membiarkan Corrie mengawalku."
Tampak sedikit kecurigaan di wajah Keyond, namun ia tak memperlihat hal itu pada Veila. Menghela napas pelan, Keyond mengangguk. Tidak biasanya pria itu tidak banyak bertanya. Namun sekali lagi, Veila benar-benar tidak peduli karena yang ia inginkan adalah izin dari Keyond.
"Baiklah. Kau boleh pergi tapi dengan syarat tetap aktifkan ponselmu, V."
"Terima kasih," gumam Veila sebelum beranjak dari meja makan hendak bersiap-siap. Sementara Keyond yang melihat punggung Veila menjauh sedikit merasa aneh dengan sikap Veila yang tiba-tiba menjadi lebih datar.
Ia meraih ponsel pintarnya yang bergetar, melihat dialler dari seorang pria paruh baya yang tidak tahu diri.
"Mr. Elgevint, bagaimana kau bisa sekejam ini? Bukankah aku sudah membayar semua hutangku?"
"Kau membayarnya telat dua hari, Tuan Derrel Yang Terhormat." Keyond meraih tisu lalu mengelap mulutnya dan kembali berujar. "Jika kau ingin anak laki-lakimu selamat, maka biasakan membayar hutang tepat waktu!" putusnya sebelum meletakkan asal ponsel pintarnya di atas meja makan.
"Corrie!" serunya kembali.
Corrie yang berdiri tidak jauh dari sana segera mendekat. "Ya, Tuan?"
"Awasi wanitaku kemana pun dia pergi hari ini!" Mata Keyond seketika menyipit. "Aku tidak ingin dia lecet walau hanya sedikit karena hanya aku yang boleh melukainya, paham?!"
"Baik, Tuan."
"Ah, satu lagi," tambah Keyond sambil berdiri dari mejanya. "Aku melihat pisau lempar kunai ninja P892 letaknya sedikit berbeda, aku juga kehilangan rekaman cctv pada pukul 10.00 a.m. sampai 10.30 a.m.," bisiknya sambil tersenyum mengerikan. "Tolong, dilihat kembali adakah yang aneh pada cctvnya atau memang ada yang sedang berusaha mengkhianatiku?"
Seketika wajah Corrie terlihat terlihat pasi. Tidak biasanya majikannya ini melihat cctv gudang senjata miliknya karena Keyond lebih sering mengabaikannya. Ia merasakan tepukan di pundaknya sebelum melirik punggung Keyond yang mejauh hingga hilang dari pandangannya.
Corrie mengusap wajahnya kasar. Bagaimana ia harus menjelaskan ini pada tuannya itu? Apalagi sampai Keyond tahu bahwa yang menggunakan gudang itu adalah wanitanya sendiri. Corrie yakin, kepalanya akan dijadikan hiasan di atas tiang bendera depan mansion majikanya.
•••
"Nona, kita akan kemana?" tanya Corrie saat melihat mereka jalan keluar kota London.
"Desa Wychwood," gumam Veila pelan.
Mata Corrie seketika membelalak lebar. "Tapi, Nona... itu sejauh 80 miles!"
"Jika kau tidak ingin menemaniku, maka turunlah dan aku akan pergi sendiri, Tuan Noman!" desis Veila tidak tanggung-tanggung.
Corrie menelan ludah. Ia mengangguk sambil menarik napas untuk mempersiapkan dirinya dengan perjalanan yang akan memakan waktu selama dua jam.
"Matikan GPS-mu, Corrie. Aku tidak ingin Keyond mengetahui keberadaan kita."
Dan sekali lagi, Corrie hanya mampu mengumpat dalam hati mengingat tuan dan nona-nya ini sama saja. Sama-sama membuatnya dalam masalah. Bagaimana jika Tuannya menanyakan keberadaan mereka? Apa yang harus dijawab?
Oh astaga... Belum lagi ia mengarang indah tentang alasan cctv yang sengaja dia matikan supaya nonanya ini bisa melatih kemampuan terpendamnya.
"B-Baik, Nona." Pada akhirnya, Corrie hanya bisa menurut dan apapun yang terjadi kedepannya akan ia urus belakangan.
Corrie menghentikan mobilnya disebuah tempat berpalang 'Bed Breakfast'. Veila turun dan masuk ke dalam sana sambil menanyakan sesuatu.
"May I help you, Miss?" sapaan ramah dari pemilik toko membuat Veila tersenyum. Wanita itu masuk dan bertanya lembut.
"Aku ingin tahu Fiddler's Hill, apakah masih jauh?"
Pria berambut pirang itu menggeleng. "Tidak, anda bisa mengikuti jalan ini melewati Wychwood Wild Garden dan nanti akan terlihat palang Upper End, Fiddler's Hill."
"Berapa lama jarak yang dibutuhkan?"
"One mile, Miss. Sekitar 3 atau 4 menit dari sini."
Veila mengangguk dan berterima kasih kepada pemilik kafe tersebut. Ia kembali masuk ke dalam mobil dan menyuruh Corrie kembali menjalankan mobilnya.
"Nona, apa Anda pernah tahu kisah hutan disini?" tanya Corrie sambil memperhatikan jalan yang sangat sepi karena hanya ada beberapa kendaraan yang lewat.
Veila melirik ke arah Corrie, ia benar-benar tidak tahu kisah tentang desa ini karena ini pertama kalinya dia kemari. Melalui petunjuk yang dia dapatkan dari pria yang sempat di fotonya beberapa hari lalu. Pria yang terlihat begitu familiar seakan pernah dilihatnya di masa lalu walau itu samar-samar.
"Hutan disini terkenal angker. Kecantikannya hanya menutupi kekurangan yang ada di hutan ini," gumam Corrie sebelum menceritakan. "Dikisahkan, zaman dulu ada seorang wanita bernama Amy Robsart yang meninggal secara misterius. Dia ditemukan tewas di dalam hutan Wychwood dengan keadaan leher yang patah," Corrie tampak serius menceritakan dan Veila menjadi pendengar yang baik. "Lalu, Earl of Leicester, suami dari Amy Robsart kerap dihantui oleh arwah istrinya saat sedang berburu di hutan Wychwood. Dia berujar, istrinya mengatakan kalau dia akan tewas dalam 10 hari. Anehnya, 10 hari setelah itu Earl of Leicester tewas karena sakit. Entah benar atau tidak, peristiwa tersebut yang pasti menggemparkan masyarakat di Oxfordshire. Sejak saat itulah, hutan Wychwood dikenal angker. Konon, siapa saja yang dihantui oleh Amy Robsart saat sedang berada di hutan tersebut, maka akan meninggal."
Veila tertawa renyah. "Kau tidak berhasil menakutiku, Corrie."
Corrie tersenyum simpul lalu memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. "Kita sudah sampai," gumamnya pelan sebelum menatap Veila lekat. "Saya ingin tahu kenapa Nona kemari? Apa yang sebenarnya sedang Nona cari?"
Veila membuka ponselnya dan memperlihatkan wajah seseorang yang terlihat kabur karena saat sedang memotret, pria itu bergerak. "Aku seperti pernah melihatnya, Corrie. Aku bertanya identitasnya dari toko yang dia kunjungi saat aku ke Central minggu lalu dan katanya pria itu berasal dari sini."
"Pernah melihatnya?"
"Ya, Corrie. Dia seperti sosok yang tidak asing bagiku. Dan yang kutahu, dia membeli pakan ternak dan mungkin dia seorang peternak hewan."
Corrie terlihat mengangguk. "Baiklah, saya akan membantu Anda mencarinya. Sekarang, sudah pukul 12, Nona. Kita harus mendapatkannya dalam waktu dua jam karena saya yakin Tuan Keyond akan mengamuk jika tidak menemukan Anda di rumah saat malam hari."
"Terima kasih, Corrie. Aku berhutang padamu."