Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bagian 6

Salju adalah pemandangan terindah bagi mata bening Veila yang kini memandang ke atas langit. Kini, ia memilih berjalan gontai menyusuri taman yang tak jauh dari rumahnya. Setiap musim salju, akan jarang orang berjalan-jalan keluar rumah karena mereka lebih suka menghangatkan diri pada fireplace maupun penghangat ruangan dengan teknologi yang lebih modern.

Kaki mungilnya terus berjalan menyusuri taman yang telah dipenuhi oleh salju putih yang menyejukkan. Sudah tiga hari Keyond tidak berada di rumah dan tiga hari ini pula Veila terus berusaha untuk mencari tahu sosok yang sempat ia potret dan tersimpan dalam memori ponselnya.

Sejauh ini, Veila masih tidak menemukan apapun. Langkah kecilnya berjalan keluar dari jalan setapak taman perkarangan mansion menuju jalan aspal satu arah. Mengingat nanti malam adalah malam weekend, Veila yakin jika Keyond akan kembali ke rumah dengan membawa seorang wanita.

Veila menghela napas pelan sebelum duduk di kursi halte bus. Menyandarkan kepalanya pada kaca yang merupakan dinding halte sebelum menatap mansion besar Keyond dari jauh kemudian melirik pada satu rumah yang tak jauh dari sana.

Dahinya seketika berkerut bingung, sejak kapan ada rumah lain di daerah sini?

Tiba-tiba saja sekujur tubuhnya meremang seketika. Merasa ada orang yang sedang mengawasinya dari balik rumah kayu yang terlihat cantik dan kokoh tersebut. Rumah yang diyakini letaknya berjarak 20 meter dari rumah Keyond itu terdiri dari dua lantai.

Veila segera berjalan dengan cepat untuk kembali ke kediaman Elgevjnt. Ia tidak ingin berlama-lama karena tahu bahwa dirinya memang sedang diawasi. Tapi, siapa? Siapa yang mengawasinya?

Jantungnya berdebar berkali lipat dari biasanya. Veila tidak membawa alat apapun untuk melindungi diri sehingga sedikit berlari ia segera masuk ke dalam mansion besar tersebut.

•••

“Kau masih suka bermain wanita?”

Keyond mendengus mendengar pertanyaan yang berasal dari teman sialannya. Ia menyingkirkan wanita yang duduk di pangkuannya sejak tadi sambil mencumbunya. “Pergilah ke kamar,” gumam Keyond pada sosok wanita yang nyaris telanjang itu sebelum melirik Sean dan menjawab ketus, “Bukan urusanmu!” Matanya seketika menyipit. “Ada apa kau kemari?”

Sean terkekeh dan duduk di sebelahnya. “Dimana Veila? Aku tidak melihatnya sejak tadi.”

“Di kamar,” sahut Keyond singkat lalu menyalakan rokok dan menghisapnya, membuat kepulan asap tersendiri dari mulutnya sebelum menghempaskannya hingga tak tersisa. Seperti itu pula yang ia lakukan pada wanita-wanita lain, mengambil nikmatnya sebelum membuangnya.

“Apakah ada masalah?” Sean meraih beer kaleng kulkas dua pintu. Menoleh sekilas pada sosok temannya yang terlihat kacau. “Tidak biasanya kau merokok.” Karena Sean tahu bahwa Keyond hanya akan merokok jika ia memiliki masalah yang tidak bisa diselesaikannya.

“Kau tahu, sejak lama aku penasaran dengan sosok Mr. X,” gumamnya yang membuat kerutan di dahi tampan Sean. Keyond melepaskan kaca mata beningnya sebelum memijat matanya yang tampak lelah. Tiga hari ini ia pergi hanya untuk menjalankan sebuah misi dari Mr. X.

“Sejak lama kau menjadi pembunuh bayaran dan kini kau penasaran dengan pria itu?” tanyanya sarkas, “Kemana saja kau selama ini?”

Keyond mendengus sebelum menekan ujung rokok yang tersisa banyak pada asbaknya. Ia memang takkan merokok lama-lama karena tahu bahwa Veila membencinya. “Aku ingin kau melakukan sesuatu, Sean.”

“What? Mencari jati diri Mr. X?”

Keyond menggeleng. “Tidak.” Seketika ia menatap Sean dan berujar dengan serius. Membuat mata Sean membelalak lebar mendengarnya.

“Kau gila?!” seru Sean sambil menggelengkan kepalanya setelah mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Keyond.

“Bukankah itu pekerjaanmu?” tanyanya mengejek sambil menatap Sean yang tampak stress setelah mendengar permintaannya.

“Itu mustahil! Kejadian itu bahkan terjadi delapan tahun lalu.”

“Aku tidak mau tahu, Sean. Kau harus mencarinya.”

•••

Semalaman Veila terjaga karena tidak biasanya Keyond tidak ke kamarnya. Melangkah keluar kamar, Veila mencoba melihat apakah ada wanita lain yang dibawa pulang oleh lelaki itu? Dengan langkah pelan, Veila mendorong handle pintu dan melihat Keyond yang kini sedang memakai kemeja putihnya yang belum terkancingkan.

"Mengintip di pagi hari, V?" tanya Keyond tanpa menoleh. "Kau tahu kalau mengintip itu dilarang."

Veila menipiskan bibirnya karena rasa malu ketika kelakuannya diketahui. "Maafkan aku," bisiknya sebelum menutup cepat kamar Keyond. Dalam hati, Veila bertanya-tanya, apa Keyond tidak membawa wanita tadi malam? Kenapa ia tidak melihat seorang wanita pun di dalam kamar laki-laki itu?

"Aku mengusirnya setelah Sean datang," bisikan sekaligus kecupan ringan di lehernya membuatnya Veila dengan reflek menjauh dan menutup lehernya. Ia terkejut dengan perlakuan pria itu tiba-tiba, belum lagi bisikan seakan Keyond mampu membaca pikirannya. "Ayo, kita sarapan. Kudengar semalam kau belum makan apapun."

Veila mengangguk patuh. Ia mengikuti langkah Keyond yang lebih dulu ke depan.

"Apa tidak ada rencana kemana-mana hari ini?"

Dahi Veila seketika berkerut, "Apa kau mengizinkanku?"

"Hari ini kau boleh kemanapun. Dengan syarat, tetap aktifkan ponselmu!" Keyond berujar tegas kemudian duduk di kursi meja makan.

Veila menyusul dengan duduk di sebelahnya. Ia merasa senang ketika mendapatkan akses keluar, setidaknya Veila ingin mencari tahu tentang seseorang yang ada di ponsel itu dan juga ingatannya yang samar. Sambil menyunggingkan senyum tipisnya, Veila berujar pelan,

"Terima kasih, K."

Keyond tidak menjawab, ia hanya berdeham pelan. Melanjutkan kembali sarapannya dan bertanya serius, "Apa kau tidak merasa sakit?"

"Tidak," sahut Veila cepat, merasa sedikit aneh akan pertanyaan tersebut. "Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, aku akan menjaga diriku dengan baik." Karena Veila takut jika Keyond kembali marah padanya saat tahu ia merasa sakit.

"Mual? Apa tidak juga?"

Lagi-lagi Veila menggeleng. Pertanyaan Keyond semakin aneh saja menurutnya.

"Ya sudah," tukas pria itu cepat sebelum bangkit dari kursinya. "Habiskan makananmu dan setelahnya kau baru boleh pergi."

"Terima kasih, Keyond."

Mendengar ucapan terima kasih tersebut, Keyond diam perlahan sebelum menjawab, "Aku hanya perlu keluhan mualmu bukan ucapan terima kasih." Dan laki-laki itu pergi begitu saja meninggalkan tanda tanya besar di benak Veila.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel