Bab 4. Kisah Kematian Ayahnya

Cerita itu mengalir dari mulut emak, betapa ia sudah melarang suaminya untuk pergi memancing pada hari itu, kondisi kehamilan emak sudah menginjak tujuh bulan. Keadaan diluar baru saja hujan dan suaminya tetep kekeh ingin berangkat memancing. Hingga kejadian yang menyakitkan itu terjadi, saat terlalu bersemangat mengayuh jorannya suaminya tergelincir karena kondisi tanah yang becek.

 Kolam pemancingan itu tidaklah dalam namun saat terjatuh kepalanya terbentur batu yang ada di dalam kolam.

"Hiks...hiks... " Pipi Bulan sudah banjir air mata ketika mengingat kembali kejadian pilu enam belas tahun yang lalu.

"Emaaak...," lirih Usep memeluk sayang emaknya.

"Cep..cep..mak, udah jangan nangis, Usep janji, eehh...Omar janji akan ngebahagiain emak" janji Usep tulus.

"Mmmhhh...Apa emak mau Usep jodohin sama Pak Anton?" goda Usep sembari menyungingkan senyum isengnya.

"Mmmmhh...boleh deh." Emak Bulan menyeringai sambil mengusap air matanya.

"Yah, tapi hati Usep aga mengalami keraguan nih, Mak."

"Ragu kenapa?" tanya emak penasaran.

"Jangan-jangan dia udah ada istrinya mak," ucap Usep dengan tampang layu yang dibuat-buat.

Plaaaakk!

Melayanglah sisir di lengan Usep.

"Aauu...sakit, Mak." Usep meringis memegang lengannya.

"Kalau mau cariin jodoh yang jelas apa, Sep," gerutu Bulan langsung berjalan masuk ke kamarnya.

Usep termenung menatap langit-langit kamar, emak begitu kasian selama enam belas tahun ini berjuang demi kehidupan yang layak bagi mereka. Emaknya tidak menikah lagi karena rasa cinta yang begitu mendalam kepada almarhum ayahnya. Usep bersyukur memiliki emak yang sangat menyayanginya, menjaga dan merawatnya dengan sepenuh hati, emaknya berwajah manis, penuh semangat, lucu dan juga nyebelin, bertubuh semok dan menggemaskan, kalau kata Bang Nurdin tukang es cendol. Hahahaha

Sudah beberapa orang yang datang melamar emak, alasan emak selalu saja masih mencintai almarhum ayah Usep. Perlahan mata Usep pun terpejam.

Besok pagi, di sekolah.

"Malaaaa...," panggil Kartika

"Yaa...kenapa?" Mala menoleh ke arah Kartika, menatap sahabatnya intens.

"Dicariin Omar tuh," ledek Kartika mengingat beberapa hari lalu Mala di tembak oleh adik kelas mereka Si Omar.

"Isshh..apaan sih?" Mala merengut.

"Ngga banget deh, mending Rio ke-mana-mana," lanjut Mala.

Rio adalah pacar Mala sesama kelas XI. Rio anaknya guaanteng matanya sipit, hidungnya mancung, kulitnya putih bersih, sebelas duabelas dengan artis korea. Dan Mala sangat mencintai Rio, mereka sudah berpacaran sejak SMP karena memang mereka satu sekolah dari mulai SMP.

Lelaki yang disebut Mala, tiba-tiba muncul di depan kelas Mala, lalu menghampirinya.

"Siapa yang dicariin Omar?" tanya Rio dengan tatapan tajam penuh selidik.

"Ehh...ituu, gak kok Ri, Kartika cuma ngeledek aku doang," jawab Mala sedikit gugup.

Kartika tersenyum kecut. "Bener, sori, aku ke kantin dulu ya," pamit Kartika ketakutan dengan tatapan Rio.

Sejak kejadian Omar nembak Mala saat MOS kemarin, seantero sekolah Penerus Bangsa menjadikan hal itu perbincangan hangat, sang cewe ketua tim basket di tembak ade kelas yang ke sekolah pakai helem tapi naik sepeda.

"Kamu masih aja bete sih, Beb." Matanya nanar menatap wajah tampan Rio.

"Aku ga suka kamu jadi bahan gosip di sekolah." nadanya ketus.

"Lagian itu kan Pak Anton yang bikin gara-gara, Beb, bukan aku dan bukan si kecik Omar juga." Mala coba menjelaskan.

"Pokoknya kamu ga boleh deket-deket Omar, denger!" ancam Rio.

"Iyaa, siapa sih yang mau deket-deket anak kecik aneh gitu." Bola mata malasnya berputar.

"Oke, aku percaya, yuk kita ke kantin." Rio menarik tangan Mala, mereka bergandengan tangan sampai ke kantin.

Semua menatap pasangan serasi itu, Mala yang tinggi menjulang 168cm dengan kulit kuning langsat serta rambut panjang berombak adalah ketua tim basket putri, sedangkan Rio siswa berprestasi dengan nilai terbaik di sekolah dengan wajah gantengnya dan kekayaannya, banyak cewek-cewek di sekolah antri, ingin dijadikan pacar oleh Rio. Namun Rio lebih memilih Mala.

"Kamu mau makan apa, Beb?" tanya Rio. Suaranya yang sudah melunak, tandanya Rio sudah tidak marah lagi.

"Mmmm...bakso aja deh, Beb, tapi ga pake mie ya, basonya aja," ucap Mala

"Pake mangkok ga?" goda Rio.

"Ya pakelah." Keduanya terbahak.

Dari kejauhan, Omar sedang makan bekal masakan yang dibuat emaknya di kantin bersama Xander, Lukman dan Arin.

"Mar, tuh liat!" mata Xander mengarah pada pasangan kakak kelas yang terhits di sekolah mereka.

"Ya Allah masa depan gua ngapa cakep banget yak?" Omar menatap Mala penuh pesona dengan mulut menganga.

"Jorook lu!" umpat Lukman.

"Lu beneran demen sama Kak Mala Mar?" tanya Arin selidik.

"Dari pandangan pertama hati aku udah aku serahkan hanya padanya Rin," cerocos Omar.

"Uueeekkk....muntaahhh guaa dengernya," ledek Xander.

"Eh tapi itu siapa yang lagi pegang-pegang tangan masa depan gua?" tanya Omar polos

"Itu pacarnyalah, masa iya bapaknya," jawab Arin.

"Ohh jadi udah punya pacar, yaahh kalah start dong gue." Omar menatap lemas lauk tumis kangkung serta telor dadar buatan emaknya.

"Pacaran lama belum tentu melangkah ke pelaminan, ya ga sodara-sodara?" Omar berkhutbah depan temannya.

Lukman mengangguk setuju begitu juga Xander.

"Karena yang ngajak pacaran akan kalah dengan yang ngajak ke KUA,  betul jama'ah?" lanjutnya tegas.

"Ha ha ha ..." tawa mereka pecah melihat tingkah Omar. Itulah mengapa Lukman, Xander dan Arin bisa dekat dengan Omar, karena Omar polos dan apa adanya, tidak sok pintar, tidak sok ganteng ataupun sok kaya, karena memang Omar tidak pintar, tidak ganteng apalagi kaya. Nilai plus Omar adalah rasa humor Omar yang tinggi dan ramah. Tatapan anak-anak di kantin seketika mengarah pada Omar squad yang lagi tertawa terbahak-bahak begitu juga dengan Rio dan Mala.

"Apa sih yang mereka tertawakan?" gumam Mala dalam hati.

Teeettt!

Bel berbunyi tanda waktu istirahat berakhir dan mereka bergegas masuk ke dalam kelas. Omar menyimak pelajaran matematika yang disampaikan oleh Pak Anton tentang materi sistem persamaan dua variabel.

Omar mengangguk-ngangguk sambil memegang dagunya.

"Omar..." cicit Xander memanggil Omar.

Omar menoleh "Lu emang ngerti, Mar?" bisik Xander.

"Ya gak ngertilah," jawab Omar cuek sambil mencatat yang ditulis di papan tulis.

"Sialan lu, ngangguk-ngangguk,gua kirain lu ngerti," gerutu Xander.

"Omar kerjakan soal nomor 1 halaman 10 ya," perintah Pak Anton.

"Yaaahh, gimana nih?" Omar kebingungan menatap Xander. Xander mengangkat bahunya. Dengan terpaksa, Omar berjalan ke arah papan tulis sambil membawa buku. Lama Omar berdiri gelisah di depan papan tulis, memunggungi teman-temannya.

"Omar, kenapa masih bengong? ayo kerjakan!" Pak Anton menatap aneh wajah Omar.

"Saya boleh ke kamar mandi dulu ga, Pak?" pinta Omar serius.

"Alesan kamu, cepat kerjakan!" nada Pak Anton naik sedikit.

"Jangan nyesel lho Pak," Omar mengingatkan Pak Anton dan menatap wajahnya dengan memelas.

Dduuutt!

Aahh..yang ditahan dari tadi akhirnya lolos juga.

"Omaaaarrr.....kentuuutt," sontak seluruh kelas riuh dan menutup hidung.

"Jorroookk lu Mar," gerutu Nola

"Maaf Pak, saya ketelepasan." Wajah Omar sendu memohon maaf kepada Pak Anton.

Pak Anton hanya geleng-geleng sambil menutup hidungnya dengan tangannya.

"Ckk, udaahh sana ke kamar mandi dulu!" perintah Pak Anton.

"Makasih calon papih Omar." Omar berjalan keluar kelas dengan terburu-buru.

Kening Pak Anton berkerut. "Apa maksudnya calon papi?" bisik Pak Anton dalam hati.

Tteeeeettt!

Bel istirahat kedua berbunyi dan sudah masuk waktu dzuhur. Omar bergegas menuju musholla di sekolahnya.

"Arin, lu mau ikut ke mushola ga?" tanya Omar kepada Arin.

"Aku lagi datang bulan Mar," jawab Arin.

"Lukman, lu ga ke musholla?" tanya Omar kepada Lukman yang sedari tadi merebahkan kepalanya di atas meja.

"Gak Mar, makasih lu aja," jawabnya cuek.

"Emang lu datang bulan juga?" tanya Omar serius.

"Enak aja lu," gerutu Lukman sambil manyun.

"Jama'ah sekalian, yang namanya muslim itu wajib melaksanakan sholat lima waktu, kecuali bagi wanita baligh yang memiliki keistimewaan." Khutbah Omar.

"Apa jangan-jangan lu sebenarnya wanita ya, Man?" wajah polos Omar bertanya dengan nada meledek Lukman.

Arin dan Xander yang dari tadi menyimak terkekeh melihat tingkah Lukman dan Omar. Akhirnya Omar melaksanakan sholat dzuhur sendirian.

Saat hendak keluar musholla Omar berpapasan dengan Mala dan Kartika.

"Halo Kaakaaaakk...masa depannya Omar," goda Omar sambil tersenyum simpul ke arah Mala yang keliatan kaget sekaligus tak suka dengan tatapan Omar.

Mala berlalu dari Omar tanpa mempedulikan Omar yang masih terpesona dengan dirinya.

Omar berlari mengejar Mala, "Kak Malaaa...boleh minta nomor ponselnya ga?" tanya Omar saat langkah mereka sudah sejajar.

"Apa maksud lo?" tiba-tiba seseorang mendorong bahu Omar sehingga Omar jatuh terduduk. Dia Rio, dengan tatapan tajamnya seakan hendak menelan Omar bulat-bulat.

"Ohh, ada Kaakak Rio," sapa Omar sambil mencoba berdiri dan menatap Rio dengan wajah takjub karena ketampanan Rio.

Tiba-tiba

BUUUKKK!

Rio jatuh tersungkur saat Omar menangkis pukulan yang hendak Rio layangkan ke wajah Omar.

"Maaf kaaak, maaf." Seketika Omar ingat dia di mana dan siapa dirinya, dengan cepat dia mambantu Rio berdiri, namun Rio menepis tangan Omar sambil menahan malu, tentu saja mereka berdua jadi pusat perhatian.

Mala masih terpaku tak percaya dengan Omar yang tubuhnya lebihnkecil dari Rio, namun bertenaga cukup besar saat mendorong sedikit saja Rio sudah jatuh tersungkur.

"Usep Komarudin, Rio Satrio dan Rania Fatmala, ke ruangan saya sekarang!" perintah Pak Anton terlihat marah.

Sementara itu, di restoran padang temapt Bulan bekerja, hati Bulan entah kenapa gusar.

"Mirna, hati aku kenapa mendadak ga enak gini ya," ujar Emak Usep kepada Mirna temannya yang sedang merapikan meja.

"Lu sakit, Lan?" tanya Mirna sedikit khawatir.

"Ga tau tiba-tiba aku teringat Si Usep, mudah2an tuh bocah ga kenapa-napa ya," harap Bulan penuh cemas.

"Ya udah, lu istirahat makan trus sholat dah biar tenang," saran Mirna

"Tapi resto lagi rame Mir," timpalnya.

"Ga papa, masih banyak yang lain yang ngerjain, nanti gantian istirahatnya," jelas Mirna

"Ya udah deh, aku sholat dulu.

Selesai sholat. Tuit..tuiit..tuit...ponsel Bulan berdering. Nomornya tak dikenal.

'Hallo Assalamualaikum," sapa Emak

"Wa'alaykumussalam. betul ini dengan ibu Terang Bulan, orang tuanya Usep Komarudin?" tanya suara indah disebrang sana.

Emak masih tergugu sahdu mendengar suara pria tersebut.

"Halloo...Bu, halloo..." Pak Anton memanggil

"Eh iya sayang ada apa?" tanya Bulan latah.

"Ehhh, salah iya Pak maksudnya." Bulan memukul-mukul kepalanya.

Pak Anton di seberang sana dengan ekspresi bingung menggeleng-gelengkan kepala.

"Ibu bisa ke sekolah sekarang?"

"Bisa banget Pak, saya juga udah ga sabar pengen ketemu Bapak guru ganteng," ucap Bulan antusias.

Deeeehhh....Pak Anton memencet batang hidungnya.

****