Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8

“Jamu.” ucapnya sambil tersenyum.

“Aneh-aneh lagi gak, nih?” tanya Gw.

“Awas loh Bu kalo aneh-aneh. Saya enggak bisa alesan lagi.” saut Bu Ros.

“Enggak kok. Ini jamu biar kamu enggak ngilu-ngilu lagi.” jelas Bu Lena.

“Aku minta susu ya, Bu.” kata Kak Sinta sambil membuka kulkas Bu Lena.

“Udah punya susu juga pake minta.” canda Bu Nisa.

“Belum bisa produksi, Buuu.” jawabnya.

“Nanti kalau Bu Nisa hamil deh kita nikmatin susunya. Hahaha.” ucap Bu Ros.

“Ahh, suami saya aja mandul. Udah mandul, nyusahin pula.” jawab Bu Nisa.

“Nissss. Gak boleh gituu. Siapa tau nanti suami kamu insyaf di dalam sanaa.” kata Bu Lena bijak.

“Mudah-mudahan sih yaa.” jawabnya.

“Kenapa enggak Jaka aja yang hamilin Bu Nisa.” celoteh Kak Sinta seenak jidatnya.

“Ihh ide bagus.” kata Bu Nisa.

“Nanti warga pada curiga suaminya dipenjara kok istrinya bisa hamil. Aku di benci satu lingkungan dehh. Pinter banget ishh guru satu ini jadi pengen timpuk pake teflon.” oceh Bu Nisa yang gregetan dengan Kak Sinta.

“Bu Ros atau Bu Lena kali aja mau nambah momongan.” tambah Kak Sinta.

“Ehh nih ya bocah. Dikira gampang kali ya ngurus anak.” timpal Bu Ros.

“Mending kamu tuh yang minta dihamilin aja sama Pak Hendra. Hahahaha.” saut Bu Lena yang membuat kami semua tertawa.

“Ihhh, ogaahhh.” jawabnya.

“Ehh, itu Bu. Tolongin saya doong. Keluarin Pak Hendra dari SD kitaaa.” tambahnya.

“Mana bisaa. Pak Sulai aja enggak bakal bisa mecat dia. Emang kamu siapa mau ngeluarin gitu aja.” jawab Bu Nisa.

“Keluarga yang punya sekolah mah mana bisa digituin, Sin. Kecuali ada satu hal.” sambung Bu Lena.

“Kan ada video yang waktu itu, Bu.” ucap Gw.

“Ehh, itu diminum dulu jamunyaaa.” omel Bu Lena.

*Glukk glukk glukk

Gw pun akhirnya meminum jamu yang rasanya emang pahit itu.

“Hmm. Pait bangett. Gak ada manisannya apa Buu.” tanya Gw.

“Ehh, iya. Lupa bikin.” jawabnya.

“Yaudah sini.” kata Bu Lena sambil bangun dari duduknya lalu mendekati Gw.

Bu Lena menciumi bibir Gw lalu di santapnya seisi mulut Gw seolah sarapan pagi.

*Slurpp slurppp slurpp

“Gimana? Udah enggak pait kan?” tanya Bu Lena setelah menciumi Gw.

“Masih, Bu.”

“Nih, Jak.” Kak Sinta menyodorkan toketnya.

“Ahhh. Mending susu yang ini sekalian.” ucap Gw sambil meraih sekotak susu yang dipegang Kak Sinta.

“Ihh, aku yang ngambil kamu yang minum.” ocehnya.

“Udah, udah jangan ribut. Nih udah jadi.” kata Bu Nisa menyodorkan sepiring telur mata sapi dan roti panggang.

“Yahh, kirain nasi uduk, Bu.” komen Gw setelah meminum susu.

“Yeehh. Kamu kira gampang bikin nasi uduk.” saut Bu Ros yang juga membawa sarapan kami menuju meja makan.

“Masa masak dari subuh ampe jam delapan cuma dapet roti sama telor doang.” komen Gw lagi.

“Emang siapaaa yang masak dari subuh.” jawab Bu Ros.

“Lah tadi kata Bu Lena.”

“Bukan, Jak. Bangunnya emang dari subuh, tapi masaknya baru kokk?” jelas Bu Lena.

“Terus tadi pagi ngapain aja?” tanya Gw bingung.

“Aku sama Bu Ros nelfon anak sama suami. Bu Nisa ngerapihin kamar aku.” jawab Bu Lena.

“Tuan Jaka sama Nyonya Sinta tidur.” saut Bu Nisa.

“Hehehehe. Ya maap.” ucap Kak Sinta.

“Udah tidur doang, dikasih sarapan malah komen.” kata Bu Ros.

“Iya iyaa, maappp.” jawab Gw.

“Tapi yang semalem enak kaann.” ucap Gw sambil tersenyum dengan kaki mengelus-elus memek Bu Ros dari kolong meja karena ia tepat berada di depan Gw.

“Hmmmppphh.” desahnya.

“Udah ihh, sarapan dulu.” omel Bu Lena.

“Wahhh, enak Buu.” puji Gw sambil menyantap sarapannya.

“Pasti doong. Siapa dulu yang masak.” ucap Bu Ros.

“Enak banget nihh. Kayak rasa apa yaa.” kata Gw sambil berpura-pura mikir.

“Kayak apa, Jak?” tanya Bu Nisa.

“Kayak rasa telor sama roti.” ledek Gw.

“Uhhh. Ngeselin dehh.” kata Bu Ros sambil menimpuk Gw dengan tisu.

“Lah, Sinta. Kenapa diem aja?” tanya Bu Nisa.

“Mikirin yang tadi Jaka bilang.” jawabnya.

“Yang mana?” tanya Gw bingung.

“Kalo mau ngeluarin Pak Hendra pake bukti yang waktu itu.” jawabnya.

“Ohh, ituuu.” kata Gw mengingat tentang video Pak Hendra dengan Kak Sinta.

“Itu apa, Jak?” tanya Bu Lena.

“Waktu itu saya ngerekam Pak Hendra abis ngentotin Kak Sinta.” jawab Gw.

“Serius??” tanya Bu Nisa.

“Iyaa. Saya masih ada videonya.” jawab Gw.

“Muti juga tau tentang ini.” tambah Gw.

“Kamu serius mau bikin Pak Hendra dipecat?” tanya Bu Lena.

“Ya mau banget, Bu. Lama-lama saya enggak kuat kalo begini terus.” jawab Kak Sinta.

“Tolongin tuh Buu.” saut Bu Nisa.

“Coba deh nanti saya pikirin.” kata Bu Lena.

“Nah gitu dong wakil kepala sekolah.” ucap Bu Ros.

“Loh, ibu wakil kepsek?” tanya Gw.

“Lah, kamu enggak tau?” tanya Bu Ros.

“Enggak ada yang ngasih tau. Gimana saya tauu.”

“Wakil kepsek mah enggak punya power apa-apa. Tapi, bisa saya diskusiin juga sih sama Pak Sulai.” ucap Bu Lena.

“Makasihh Bu Lenaaaa.” seru Kak Sinta.

Setelah itu kami menyelesaikan sarapan kami. Lalu ketika Bu Nisa sedang mencuci piring,

“Jak, aku enggak bisa lama-lama lagi disini.” ucap Bu Ros.

“Iya, Jak. Bu Ros harus pulang sebelum jam 10.” saut Bu Lena.

“Ohh, yaudah Bu. Makasih yaa udah gabung. Dan, selamat datang di Andaruniii.” seru Gw.

“Main lagi yukk sebelum saya pulang.” ajaknya.

“Ayukkk.”

Lalu Bu Ros menghampiri Gw. Dia langsung berjongkok untuk menyepong kontol Gw.

*Slock slockk slockkk

Setelah beberapa lama dia menyepong Gw, Bu Ros pun bangkit dari posisinya.

“Ayuk, Jak. Aku udah basahh.” ucapnya.

Bu Ros lalu duduk di atas meja makan tempat kami sarapan tadi. Dia mengangkangkan kakinya agar Gw bisa memasuki kontol Gw dalam memeknya.

*Slebb

“Aahhh, Jakkk. Kontolnya masih gede kayak semalemm.” ucapnya.

*Plokk plokk plokkk

Gw memaju mundurkan pinggul Gw. Bu Lena dan Kak Sinta hanya menikmati suguhan tontonan yang kami ciptakan.

“Aahhhh, Jakkkk. Kontol kamuu enakkk.” racau Bu Ros.

Bu Ros menyandarkan tubuhnya ke belakang dengan kedua tangannya sebagai tumpuan. Toketnya yang bergoyang-goyang seirama dengan gerakan pinggul Gw membuat Gw jadi ingin menyedotinya.

*Slurrpp slurrppp

“Ahhh, Jaakkkk. Enakk bangettt.” racau Bu Ros.

Selagi Gw mengentoti Bu Ros, Bu Lena bertanya ke Kak Sinta.

“Sange, Sin?” tanyanya.

“Iya lahhh.” jawabnya.

“Mmppphhhhh.” desah Kak Sinta karena kaki Bu Lena mengelus-elus memeknya.

Bu Ros kini melingkarkan tangannya di leher Gw. Gw pun menarik punggungnya agar kami berpelukan.

“Enak yaaa kalian.” komen Bu Nisa.

“Enak doong.” ledek Bu Lena.

“Jhakkk, cepettttt.” perintah Bu Ros.

Gw pun semakin mempercepat sodokan kontol Gw dalam memeknya. Desahan Bu Ros dan Kak Sinta memenuhi ruangan tempat kami sarapan itu.

“Ahhh, Jakkk.” desahnya.

“Akuu mau keluarrrr.” tambahnya.

“Barengg, Buuu.” ucap Gw.

“Aahhh, ahhhh.” Bu Ros memeluk Gw erat.

*Crottt crotttt crootttt

Kontol Gw memuntahkan muatannya di dalam memek istri seorang polisi itu.

“Hahhh. Keringetan aku.” ucap Bu Ros.

*Pluppp.

Gw keluarkan kontol Gw dari memek Bu Ros sehingga cairan Gw dan Bu Ros mengucur keluar.

“Bu Lena. Tolong ambilin tisu.” pinta Bu Ros.

Lalu Bu Ros memberikan tisu ke Bu Ros dan disapunya cairan yang meluap keluar dari memeknya dengan tisu itu.

“Huhhh. Penutupan yang menyenangkan.” kata Bu Ros.

“Sebelum pulang, kita foto bareng yukk.” kata Bu Nisa setelah selesai mencuci piring.

“Ayoookkk.” seru Kak Sinta.

Kami pun berbaris dengan posisi Bu Nisa di sebelah paling kanan. Diikuti dengan Bu Ros, Gw, Kak Sinta lalu Bu Lena dalam keadaan semua tanpa pakaian satupun. HP kami sandarkan di meja makan agar kami tidak perlu memegangnya.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel