Bab 7
Anna masih berdiri, menunggu Melvin sambil mengingat kembali wajah Elis. Langit sudah menjadi gelap, lantaran hari sudah bertukar menjadi malam. Ia mengingat jelas kedua mata Elis yang memerah dan sedikit tergenang air mata, seperti memeberitahu sesuatu. Entah mengapa, Anna merasa Elis seperti menangis ketakutan dan seakan-akan meminta bantuan pada nya. Tetapi ia malah membunuh nya.
Tidak, aku sudah melakukan hal yang benar. Semoga kau bertemu dengan mama dan juga papa, Lis.. - batin nya sambil menyingkap air diujung mata nya.
Anna memutar tubuh nya dan secara kebetulan Melvin datang menghampiri nya.
"Apa kau lapar?" tanya Melvin membuat Anna spontan menatap perut nya yang mendadak bunyi, seolah menjawab pertanyaan Melvin barusan. Anna mengangguk pelan, sembari mengeluarkan ekspresi cemberut nya. Melvin menjadi sedikit tersentak, lantaran raut wajah itu mengingatkan nya pada seseorang. Kini, hati nya kembali terbesit rindu. Namun Melvin berusaha menepis nya.
"Ayo, kita cari makan sebelum beristirahat." Anna mengangguk cepat, kemudian mengikuti langkah nya dari belakang.
Ditengah perjalanan, Anna tiba-tiba berhenti lantaran kaki nya yang terkilir siang tadi bertambah semakin sakit. Selain rasa lelah, ia juga mulai merasa tak sanggup untuk menahan kesakitan pada kaki nya.
Melvin memutar tubuh nya, ketika merasakan langkah Anna yang tak lagi mengikuti nya.
"Kenapa?" tanya nya seraya memandang ke arah Anna yang sudah berjongkok.
"Tadi saat keluar dari rumah kaki ku terkilir, aku mau beristirahat saja disini." ucap nya, kemudian membawa tubuh nya ke tepi bangunan dan menyandarkan punggung nya disana. Melvin menghela nafas, merasa tak tega melihat gadis cantik itu kesakitan sekaligus kelaparan.
"Tunggu disini, aku akan mencari makanan dan minuman untuk mu." ucap Melvin dengan tampang dingin nya.
"Tidak usah, kau saja yang-.." Anna menghentikan kalimat nya, ketika melihat Melvin sudah kembali berjalan mengabaikan nya.
"Huh, dasar.." gumam Anna, kemudian memijit pergelangan kaki nya dengan pelan..
***
Rena tampak terpejam di atas ranjang mengistirahatkan tubuh nya setelah mendapatkan perawatan. Namun, sontak kedua matanya terbuka ketika mendengar seseorang membuka pintu dan mendekat kearah nya, Bama.
Rena hendak menegak kan tubuh nya, tetapi Bama sigap menyuruh nya untuk tetap dalam keadaan baring.
"Terimakasih, sudah menolong dan membawa ku kemari." ucap Rena di angguki oleh Bama.
"Aku sempat di tugaskan untuk mencari mu. Tetapi karena kekacauan ini tiba-tiba terjadi, jadi aku mengubah misi ku."
"Hm? Tidak apa-apa. Pada akhir nya kau tetap menyelamatkan ku. Aku tetap merasa bersyukur dan berterima kasih." seka Rena membuat Bama hanya mengangguk-angguk pelan.
"Ngomong-ngomong, apa kau ini seorang kopral? Atau sersan?" Seketika Bama tersenyum sambil berdeham menahan tawa nya.
"Kenapa? Apa pertanyaan ku salah? Ahh.. aku tak mengerti tentang dunia militer. Maaf deh.."
"Beristirahat lah.." ucap Bama, kemudian hendak melangkah pergi.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku." sontak membuat Bama kembali menghadap ke arah Rena.
"Memang nya aku terlihat seperti apa?"
"Komandan? Kopral? Sersan? Atau kau seorang prajurit? Ohh tidak-tidak. Apa kau tim khusus?" ucap Rena menutup mulut nya. Bama memberi nya senyuman, dan hendak melanjutkan perjalanan nya kembali.
"Tunggu sebentar.." panggil nya membuat langkah Bama kembali terhenti.
"Apa lagi?"
"Aku takut,, sudah hampir dua jam aku mencoba tidur, tetapi aku tak bisa. Bagaimana jika terjadi sesuatu? bahkan tak ada siapapun di dalam ruangan ini. Perawat dan juga dokter sangat sibuk, bisakah kau memindahkan ku ke ruang biasa? Aku tak ingin sendirian disini.. " jelas nya dengan wajah sendu spontan membuat Bama mendesah kasar. Ia kembali mendekat ke arah Rena kemudian memberikan handie talkie nya ke tangan Rena.
"Perhatikan, aku tak akan mengulang." ucap Bama, mendekatkan wajah nya sambil menunjuk handie talkie tersebut. Membuat Rena sedikit tertegun ketika wajah Bama berada sangat dekat dari nya.
"Jika terjadi sesuatu dengan mu, kau bisa menekan saluran 3 untuk memanggil sersan mayor."
"Tapi jangan menekan tombol 1," sambung nya menunjuk saluran menuju ayah nya.
"Kau mengerti?"
"Hm, tapi bagaimana cara ku memanggil mu?" Bama menyilang kedua tangan nya, sambil menghela nafas pelan.
"Memang apa beda nya? kau hanya butuh bantuan, kan?"
"Ah.. ck! Baiklah" jawab Rena
"Aku harus memastikan keadaan, gunakan alat itu seperlu nya." ucap Bama dan langsung keluar dari ruangan tersebut.
"Menyebalkan!!" gerutu nya pelan, kemudian menatap handie talkie itu dengan lekat. Namun seketika tubuh nya tersentak ketika HT itu mengeluarkan suara satistik nya.
Ssrrtt-Khh
"Ah! Bikin kaget saja!!" gerutu Rena sambil mengusap dada.
"Sersan mayor, segera menuju gerbang sekarang."
"Hahh.. alat ini bikin jantungan." lanjut nya masih merasa kesal.
Sssrrt
"Kapten! Sersan mayor memanggil" Rena memiringkan tubuh nya, meletak kan HT itu tepat di depan wajah nya sambil terus menyimak.
"Kapten, kau dimana? Jawab aku."
Kkhh-
"Kapten!"
"Kenapa kapten tak mengangkat panggilan penting. Dasar, apa dia sudah biasa mengabaikan panggilan seseorang? Cih.." gumam nya
"Kapten Bama, sersan Sakha memanggil. Over!"
Sssrtt.
"Ya, Sersan. Ini aku, ada apa" jawab seseorang melalui saluran milik salah satu prajurit.
"Dimana HT mu?"
"Seseorang membutuh kan nya, aku sedang menuju gerbang. Tunggu disana"
"Baikah."
Rena membulatkan kedua mata nya, ketika mendengar suara pria yang tak asing tadi.
"Dia kapten nya??"
***
Bama dan juga Sakha duduk mengelilingi api di dalam tong sebagai penghangat mereka. Bama mengeluarkan sesuatu dari dalam saku nya, yaitu gambar ibu nya yang selalu ia bawa saat sedang menjalan kan misi. Kobaran api tampak jelas di kedua mata nya ketika Bama menatap gambar tersebut dengan lekat.
Sakha menepuk pundak nya pelan, sambil memberikan Bama secangkir minuman hangat.
"Ibu mu sudah tenang disana," ucap nya sehingga membuat Bama menghela nafas. Ia kembali menyimpan gambar tersebut, kemudian menyeruput pelan minuman di genggaman nya.
"Aku akan pergi ke Horseshoe malam ini." ucap Bama tiba-tiba
"Kapten,"
"Aku senang berada di Jakarta, dan aku menantikan liburan ini karena aku ingin mengunjungi makam ibu ku, dan melakukan hal-hal yang biasa nya sering kulakukan bersama nya. Tapi aku tak bisa melakukan itu sekarang karena kota ini sudah kacau" lanjut Bama membuat pria itu hanya menyimak.
"Kalau boleh tau, ibu mu meninggal karena apa?" Bama membuang nafas nya, menahan air mata.
"Dia di bunuh, oleh musuh ayah ku. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk bergabung ke dalam militer dan bersikeras untuk bisa melakukan misi khusus. Awal nya, ayah ku menolak dan tak setuju. Tetapi aku memaksa, dan ingin mencari orang itu. Tapi hingga sekarang, aku tak bisa menemukan nya." Sakha ikut menghela nafas, turut merasakan apa yang sedang Bama rasakan.
"Dan sekarang, seseorang telah menghancurkan kota yang berharga untuk ku. Aku tak bisa membiarkan ini terus berlanjut, Horseshoe harus segera di tuntas kan."
"Tapi setidak nya kau butuh strategi dan tim." ucap Sakha
"Aku sudah punya rencana, jangan khawatir. Aku hanya akan memastikan, jika benar mereka melakukan nya aku akan segera membawa pria itu. Jika tidak, aku akan kembali." Sakha mengangguki perkataan Bama, lantaran ia tak bisa menentang nya.
Seorang pria berlari kemudian terhenti di hadapan Bama sambil menghormat.
"Lapor, kapten. Jenderal sudah mengkonfirmasi untuk membawa semua warga yang masih selamat. Besok, jam 7 pagi jalur kereta menuju kota Bandung akan di buka. Kita bisa kesana sebelum jalur di tutup kembali jam 12 siang."
"Baiklah." jawab Bama membuat pria itu lekas pergi.
Bama bangkit dari duduk nya ia berdiri menghadap ke arah Sakha dengan tatapan serius.
"Aku akan menyiapkan persiapan, dan langsung pergi ke Horseshoe malam ini. Besok, jam 9 pagi aku menyusul ke kereta. Jika aku tak datang, pergi saja. Jangan menunggu kedatangan ku, pikirkan keselamatan yang lain. Kau mengerti?"
"Siap! Mengerti!" ucap pria itu yang sudah berdiri sambil memberikan hormat hingga Bama pergi meninggalkan nya..