Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Bama dan Sakha sudah memakai seragam khusus. Lengkap dengan atribut lain nya. Tak lupa, Bama menyelipkan sebuah pistol di sisi kiri nya dan menyimpan pisau.

Di tengah-tengah tugas seperti ini, Bama akan berubah menjadi seorang pemimpin yang tegas. Namun masih menjadi sosok sahabat untuk Sakha. Wajah nya sudah berubah menjadi serius ketika Sersan nya itu menghadap tegas ke arah nya.

"Kita bagi tugas, kau pergi ke gedung eksperimen Horseshoe untuk menyelidiki pria itu. Aku akan pergi ke Apartemen untuk mencari korban dan juga pria penipu itu" ucap Bama memberi perintah

"Siap!" jawab nya

"Jangan lupa selalu berikan laporan."

"Siap!Kapten!"

Tiba-tiba saja ponsel Bama berdering sehingga membuat Sakha menatap fokus ke arah nya.

"Bama, apa kalian sedang menjalankan misi?" tanya seseorang disebrang sana.

"Kami baru saja akan memulai nya, apa ada yang terjadi?"

"Lupakan penipu dan penyanyi itu, Jakarta terserang virus saat ini. Dan pusat kota menjadi kacau, ayah sudah mengerahkan sejumlah tentara untuk mengamankan sebagian wilayah yang terpapar virus. Bekerja sama lah dengan tim mu. Block satu wilayah untuk mengkarantina." Bama membulatkan kedua mata nya sehingga membuat pria dihadapan nya menjadi bingung.

"Siap!! Laksanakan!."

"Berhati-hatilah virus itu sangat ganas dan menular. Jangan sampai kau terluka, hubungi ayah jika kau perlu bantuan. Ingat, ditengah kekacauan seperti ini, keselamatan mu juga sangat penting"

"Ayah tidak perlu khawatir.." jawab nya menenangkan kemudian mengakhiri panggilan tersebut. Bama terdiam beberapa detik, sambil mengingat ucapan pria tadi mengenai Horseshoe.

"Ada apa?" tanya Sakha

"Pusat kota terserang virus, mari kita berpencar. Cari tempat yang masih aman dan blok untuk mengamankan sebagian yang belum tertular." ucap nya sambil mempersiapkan senapan rifle milik nya.

"Bagaimana dengan misi nya?"

"Lupakan misi itu, kita harus bergerak cepat sekarang. Seluruh prajurit sudah dikerah kan. Jadi, kabari aku jika sudah menemukan wilayah yang aman dari virus tersebut. Aku akan pergi ke wilayah bagian Selatan," jelas nya.

"Siap! Kapten!" ucap pria itu dan lekas mempersiapkan senjata nya. Sakha segera menghubungi Sersan kepala dan meminta beberapa prajurit untuk mengikuti nya di bagian wilayah utara.

Setelah mempersiapkan semua nya, mereka bergegas keluar dari ruang senjata itu dan menuju rooftop untuk menaiki helikopter yang sudah menunggu mereka sejak tadi.

Kipasan baling-baling besar itu telah berputar dengan laju, membuat Bama, dan juga Sakha berlari dengan cepat untuk segera masuk kedalam helikopter. Seorang prajurit tampak menghormat di ambang pintu, dan menurunkan nya setelah Bama memasuki helikopter. Pria itu ikut masuk ketika semua nya sudah berada di dalam. Perlahan, helikopter itu bergerak naik dan membuat Bama langsung menatap ke arah gedung Apartemen yang tampak meledak dibawah sana.

"Kau yakin ingin membiarkan penyanyi itu tetap tersekap?" tanya Sakha kemudian mendesah kasar ketika Bama mengabaikan nya. pandangan Bama tak lepas dari kekacauan dibawa sana menatap lekat kabut asap yang begitu tebal di ujung sana sambil terus memikirkan Horseshoe.

***

Pukul 21:00 pm.

Anna terbangun dari tidur nya, entah mengapa perasaan nya menjadi tidak enak. Besok adalah hari pertandingan, ia sudah menyiapkan semua nya dan ingin segera beristirahat tetapi ia merasa tidak tenang. Setelah Elis menceritakan kejadian itu kepada nya, ia menjadi merasa sedikit bersalah dan sadar akan emosi nya yang kekanak-kanakan.

Keadaan rumah nya terasa begitu hening, sontak ia pun langsung beranjak dari ranjang nya untuk mencari keberadaan Elis.

Krieett.

Pintu kamar nya terbuka secara perlahan, Kaleng minuman berwarna hitam tampak tergeletak di atas meja dalam keadaan kosong dan beberapa diantara nya terlihat penyek. Anna mendesah kasar, apa yang sudah ia lakukan kepada Elis benar-benar kasar. Bahkan Elis selalu berusaha memberi yang terbaik untuk nya.

"Aku ini benar-benar egois!" Batin nya. Kemudian berjalan menuju kamar Elis.

"Elis..."

Tok-tok-tok

"Kau sudah tidur?" Anna memutar gagang pintu kemudian membuka nya secara perlahan melihat tubuh Elis yang sudah terpejam dengan selimut tebal nya.

"Elis," panggil nya pelan tetapi tak membuat Elis terbangun. Anna kembali menutup pintu itu, dan kembali kedalam kamar nya.

***

Bau sup yang ia benci, kembali tercium di pagi hari. Anna membuka kedua mata nya, berusaha melihat jam yang berada di atas nakas nya.

10:11

"Astaga!! Pertandingan nya!!" Ucap nya panik, kemudian bergegas mengambil handuk dan membuka pintu. Elis tengah berdiri memunggungi nya dengan sebuah centong sup di tangan kanan nya.

"Elis.." panggil Anna pelan. Wanita itu memutar tubuh nya secara perlahan sambil sedikit tertatah dan mengeluarkan suara-suara seperti tercekat.

"Elis, apa yang -.."

Kltakk

Centong itu terjatuh di atas lantai, sementara Anna tercengang ketika melihat wajah Elis tampak begitu pucat dengan kedua mata yang merah merekah, rambut yang kusut, dan juga liur yang tampak di sekitar mulut nya. Elis melangkah perlahan ke arah Anna, sambil mengeluarkan suara lirih yang cukup berat. Anna tak bergerak dari tempat nya, ia masih terkejut dengan kondisi Elis.

Mata Elis tampak tergenang air, apa dia kesakitan ? Pikir nya.

Langkah Elis semakin cepat hingga membuat Anna mulai ketakutan.

"Elis.. jangan menakut-nakutiku" ucap nya

Grhh

Elis mengabaikan perkataan tersebut, seketika ia berlari untuk menerkam nya spontan Anna langsung masuk kedalam kamar dan menutup pintu tetapi tangan Elis terjepit dan ia berteriak seperti kesakitan. Anna membuka pintu itu kemudian kembali menutup dengan rapat.

Tubuh nya bergetar, jantung nya masih memompa dengan cepat. Ketakutan mulai menguasai diri nya. Ia berjalan lemas menuju ranjang, sambil mencerna semua hal yang ia lihat.

"Apa yang terjadi?" ucap nya, masih tak bisa mempercayai apa yang baru saja ia lihat..

***

Sementara itu di tempat lain, Rena berjalan di tengah-tengah kota yang sudah menyepi. Ia tak mengerti dengan apa yang telah terjadi. Keributan kota, sudah tak lagi terdengar. Tempat yang tadi nya bersih telah berubah menjadi kotor dan terdapat bercak darah dimana-mana.

Sampah-sampah berserakan di jalanan dan mobil yang tergeletak begitu saja. Seketika ia terhenti, menatap layar pada sebuah gedung yang masih menayang kan berita darurat. Memampangkan keadaan kota yang hancur dalam sekejap.

Sontak, Rena langsung mengingat kedua orang tua nya dan para teman-teman nya. Sulit untuk mengira-ngira jika mereka semua masih hidup, tetapi ia juga tak mau mengharapkan sesuatu yang buruk telah terjadi. Alhasil, Rena hanya bisa berharap agar mereka terselamatkan dan ia harus bisa mencari seseorang untuk meminta pertolongan.

Rena melanjutkan perjalanan nya, sambil berjaga-jaga agar tak ada sosok zombie lagi yang ingin memakan nya. Sambil memincang, gadis itu terus melangkah di tengah-tengah kekosongan jalan tersebut.

***

Sssrt..

"Kapten. Sersan mayor memanggil. Over."

"Ada apa?"

"Sebagian warga sudah berhasil dikarantina. Bagaimana selanjut nya?"

"Tutup gerbang, pastikan setiap sisi aman. Tunggu sampai jenderal memberi kabar untuk memindahkan warga yang masih selamat ke kota Bandung."

"Siap!"

Bama kembali menyimpan handie talkie nya tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang tengah jalan memincang sambil menahan kesakitan nya. Spontan Bama langsung mengeker wanita itu, Rena. Memastikan seluruh tubuh nya yang tak terinfeksi melainkan hanya luka memar yang tampak di kedua kaki nya dan juga borgol yang belum terlepas di tangan kiri nya. Ia menurunkan senjata nya hendak menghampiri wanita tersebut tetapi kembali terhenti ketika mobil van berwarna hitam datang kemudian berhenti di samping wanita itu.

Dua orang pria berseragam hitam keluar lalu menodong kan senapan ke arah Rena.

"Rena," gumam Bama baru menyadari jika wanita itu adalah penyanyi terkenal yang hilang tersebut.

Seseorang keluar lagi dari dalam mobil, dengan tampang tegas nya. Ia berjalan mendekat ke arah Rena, kemudian memegang wajah Rena dengan kasar. Entah apa yang ia bicarakan, sehingga membuat Rena tampak begitu kesal.

Plakk

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Rena sehingga membuat ujung bibir nya sedikit berdarah.

"Bawa dia!!" perintah pria itu, membuat kedua pria berseragam itu membawa Rena secara paksa. Bama kembali menyembunyikan tubuh nya dibalik mobil ketika mobil itu melewati nya.

"Horseshoe?" ucap nya pelan, ketika melihat logo tapal kuda di plat mobil tersebut. Bama mulai merasa penasaran, dengan eksperimen yang sedang mereka lakukan. Serta ia ingin mencari tau penyebab kekacauan ini terjadi. Sontak, ia memutuskan untuk mengubah misi nya menjadi misi pribadi. Bama kembali mengeluarkan handie talkie nya.

"Sersan Mayor, Aku akan menyelidiki Horseshoe. Kita akan kembali bertemu di Bandung. Aku akan menyusul"

Sssrrt

"Bama! Kau gila ? Kau tak bisa melakukan nya seorang diri." jawab Sakha, tak memperdulikan pangkat nya lagi.

"Aku tak bisa membiarkan ini terus berlanjut."

"Tapi itu tidak mudah, jangan gegabah mengambil pilihan. Pikirkan konsekuensi pada diri mu, jangan mengikuti emosi dan perasaan mu" Jelas Sakha

"Aku harus melakukan nya." ucap nya, kemudian menon-aktifkan handie talkie milik nya.

Bama kembali melanjutkan perjalanan nya, segera mengejar mobil Horseshoe untuk menyelamatkan Rena dan berniat mencari tau tentang eksperimen tersebut..

***

Anna terbaring di atas ranjang nya, ia telah membuat lubang kecil di tengah pintu untuk memantau Elis dari dalam. Tak ada yang Elis lakukan selain berjalan kesana kemari mencari sesuatu tanpa tujuan. Ia sempat melihat berita di ponsel nya yang benar-benar mengguncang seluruh dunia.

"Wabah zombie.."

"Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Kenapa Elis harus menjadi salah satu bagian dari mereka?" gumam nya berturut-turut seraya mengingat semua yang sudah Elis lakukan untuk nya. Perasaan nya seketika menjadi sakit, sesak menyelimuti dada nya hingga membuat nya kesulitan untuk bernafas dengan normal. Air mata nya mengucur begitu saja ketika mengingat diri nya yang selalu membenci Elis.Sekarang, sudah tak ada siapa-siapa lagi. Bahkan keluarga satu-satu nya yang ia miliki sempat tak di pandang berharga oleh nya sama sekali.

"Maaf Elis.." ucap nya pelan, kemudian meringkuk sambil menangis. Punggung nya bergetar, ketika ia melampiaskan rasa penyesalan nya.

Ia tak tau, apa yang harus dilakukan saat ini. Jika ia keluar, maka Elis akan kembali menerkam nya. Tentu saja ia tak menginginkan hal tersebut, tetapi ia juga tak bisa membunuh Elis. Dan bertahan di dalam sama saja, ia akan mati tersiksa akibat kelaparan. Benar-benar pilihan yang begitu sulit.

Hari sudah semakin sore, Anna tak mungkin berdiam diri di dalam kamar. Ia harus mencari orang yang belum terinfeksi dan mencari bantuan bersama-sama. Ia mengusap air mata nya, kemudian bangkit sambil membuang nafas nya. Berusaha mengurangi rasa sesak dihati nya.

Ia berjalan menuju lemari, kemudian memasang atribut keamanan yang ia gunakan dalam pertandingan memanah. Pelindung dada, pelindung tangan, dan juga ia mengeluarkan semua anak panah milik nya. Anna mengambil busur panah pemberian Elis tersebut, ia menahan air mata nya ketika mengingat ucapan Elis kemarin pagi.

Pilihan yang begitu rumit, ia putuskan dengan cepat. Ia tak ingin melihat Elis menjadi seperti itu dan hendak mengantarkan Elis menyusuli kedua orang tua nya, ia akan melakukan nya meskipun masih terasa begitu berat.

Air mata tak bisa dibendung, ia kembali menangis sambil mengeratkan genggaman nya pada busur panah tersebut. Dengan perlahan, Anna berjalan menuju pintu mengintip Elis yang berada lumayan jauh dan membelakangi pintu sambil tertatah dengan suara yang tersendat-sendat. Anna menggenggam gagang pintu, memutar nya dengan pelan berusaha tak menimbulkan suara dan sedikit membuka pintu tersebut.

Ia menghembus nafas nya pelan, kemudian melangkah mundur hingga mentok ke sisi tembok. Anna mengangkat busur, kemudian menarik anak panah menggunakan tangan kiri nya. Memperhitung kan tinggi Elis yang ia hafal dan membidik nya tepat di bagian kepala.

Ia menarik nafas nya dalam-dalam kemudian lekas menendang bangku yang berada disamping kanan nya.

Brakkk!!!

Anna mengeratkan tangan nya ketika mendengar lirihan Elis diiringi dengan suara langkah kaki nya. Pintu seketika terbuka lebar, menampak kan raut Elis yang sudah tak seperti biasa nya. Senyum yang selalu terukir berganti dengan lirihan mengerikan. Tatapan sendu telah berganti dengan tatapan kosong. Sehingga itu membuat Anna semakin membiarkan air mata nya mengalir deras.

Elis berlari, hendak menghampiri Anna tetapi terhenti ketika anak panah itu menancap tepat di kepala nya dan tampak menembus kedalam otak nya.

Brugh!

Tubuh Elis terjatuh lemas, dengan darah yang mulai menggenang. Anna ikut terjatuh lemas, bertumpu pada kedua lutut nya sambil mengusap air mata nya dengan punggung telapak tangan nya.

Hiks hiks...

Hiks..

Tangisan nya semakin deras ketika mengingat Elis memberi nya tepukan tangan kemarin pagi, ia tak menyangka jika ini akan terjadi. Bahkan, ia belum sempat mengucapkan maaf kepada Elis. Sontak hal itu membuat rasa sakit nya semakin menjadi-jadi.

(Tolong rawat busur itu dengan baik, aku membelinya menggunakan seluruh tabungan ku. Benda itu benar-benar mahal)

"Maaf Elis.. hiks!"

(Elis!! Kan aku sudah bilang. Aku tidak suka sup buatan mu!)

Anna perlahan menegak kan kedua kaki nya, ketika mengingat bau sup yang tercium pagi tadi. Ia berjalan sambil terisak, menuju dapur. Kedua tangan nya terlihat gemetar, dan air mata nya tak henti mengalir. Ia melihat wadah di atas kompor yang berisi sup, dengan berbagai sumber resep sup yang ter-tempel di dinding. Anna mencoba mengambil sendok, kemudian mencicipi sup yang telah dingin tersebut. Entah mengapa, rasa nya begitu enak sehingga membuat sendok itu terlepas dari genggaman nya dan membuat air mata nya semakin mengucur. Anna berjalan menuju kulkas, melihat beberapa catatan yang di tempelkan.

(Kali ini, rasa sup nya tak akan mengecewakan. Aku membuat nya spesial, sebagai pengisi perut mu sebelum bertanding.)

(Aku harus pergi bekerja setelah membuat kan mu sup jadi aku tak bisa menonton pertandingan mu. Semoga kau menang! Fighting!!)

Anna terduduk di atas bangku, menumpukan kepala nya di atas meja sambil menangis deras. Menyesali semua yang telah ia lontarkan dan lakukan kepada Elis.

"Maafkan aku Elis.. hikss"

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel