Bab 3
Antoni berdiri, memberi tatapan tajam kepada sang Profesor dihadapan nya.
"Proffesor! nyalakan generator untuk menutup seluruh gerbang gedung eksperimen. Karena sebentar lagi, kota ini akan segera kacau" perintah nya berwajah santai.
"Dan satu lagi, gunakan saja dia sebagai bahan eksperimen untuk tahap selanjut nya."
"Baik," jawab sang Profesor yang bernama Vincent kemudian lekas pergi dari ruangan tersebut.
Antoni mengambil selembar koran yang berada di atas meja. Membaca kilas topik yang tengah viral saat ini. Ia tersenyum ketika topik mengenai minuman nya menjadi laris dalam waktu 24 jam. Antoni menghempaskan koran tersebut di atas meja sedikit kasar, kemudian berjalan menuju kaca gedung seraya menatap seisi kota dihadapan nya. Ia menyimpan kedua tangan nya kedalam saku celana, meremas sapu tangan yang berada di sebelah genggaman nya. Meluap kan rasa kesal nya ke pada semua warga kota. Hati nya menjadi tidak sabar, untuk membalaskan dendam kepada semua penduduk yang ia anggap telah merenggut nyawa putri tunggal nya beberapa tahun lalu.
***
Profesor Vincent berjalan di tengah koridor yang menyepi. Hanya terdengar langkah kaki nya yang tergesa-gesa, dengan suara dering telfon yang cukup kuat. Akhir nya, pria itu menghentikan langkah nya setelah seseorang disebrang sana menjawab panggilan dari nya.
"Apa wanita itu masih di tersekap?" tanya Prof.Vincent kepada seseorang di sebrang sana.
"Bagaimana bisa kau tak tau?"
"Antoni menembak nya?" pria itu menyandarkan punggung sambil memijit pelipis nya pelan.
"Tidak, jangan! Saya ingin menyudahi eksperimen ini. Kita berangkat keluar kota sekarang juga. Sebelum kota ini menjadi kacau."
"Hm, jemput saya sekarang." Profesor Vincent kembali melangkah kan kaki nya, dengan berlari sedikit cepat untuk segera mempersiapkan barang-barang nya dan pergi meninggalkan ibu kota.
***
Di tempat penyekapan, wanita bernama lengkap Rena Mellisa itu masih terdiam, sambil menatap mayat lelaki yang tergeletak di atas lantai. Perut nya terasa lapar, kedua tangan nya juga sudah lecet akibat ia terus memaksa keluar dari borgol tersebut. Namun, seketika ia memiliki ide.
Rena menatap darah yang sedikit tergenang di atas lantai kemudian ia menyeret bokong nya untuk menghampiri genangan tersebut. Ia membelakangi mayat itu sambil meraba genangan darah itu. Tanpa rasa jijik, Rena melumurkan darah itu ke seluruh telapak tangan hingga pergelangan tangan nya menjadi basah.
Wanita itu kembali menarik kuat tangan nya dari borgol tersebut sambil menahan kesakitan nya. Rasa perih yang luar biasa mampu membuat nya menitik kan air mata. Hingga satu tangan nya mampu terlepas tetapi dengan luka yang membeset cukup panjang. Rena terengah, menahan sakit kemudian lekas melepaskan ikatan pada kedua kaki nya dan membuka lakban di mulut nya secara perlahan. Ia membiarkan tangan kiri nya yang masih terborgol kemudian hendak berdiri sambil menahan sakit pada kaki nya yang terlihat membiru.
Pria di belakang nya itu seketika bergerak secara perlahan-lahan, dimulai dari pergerakan kecil pada jari-jari nya hingga mata nya yang kembali terbuka dan tampak memerah. Rena sudah berhasil berdiri tetapi tiba-tiba saja pria itu memegangi pergelangan kaki nya yang tampak membiru. Secara reflek, Rena menendang wajah pria tersebut, tetapi pria itu perlahan-lahan lekas bangkit sambil menggeram berat. Menatap Rena dengan tajam, kemudian berlari dan menerkam nya hingga membuat tubuh Rena terjatuh di atas lantai bersama pria yang saat ini sedang menindih nya.
Jantung Rena terasa berdebar ketika pria itu berupaya menggigit leher nya. Sontak hal itu membuat Rena menjadi panik, ia terus menahan tubuh pria itu sambil mencari-cari benda yang bisa ia gunakan disekitar nya. Tetapi ia tak menemukan apapun kecuali kaleng-kaleng minuman yang telah kosong. Pria itu semakin mendekat dan tenaga Rena kian melemah seketika ia melihat pisau yang tergantung di pinggang pria itu, jelas saja Rena langsung mengambil nya dan menusuk pelipis pria itu berkali-kali hingga memuncratkan darah ke wajah nya.
Rena tampak shock, ia menolak tubuh pria itu dan kemudian terduduk sambil menatap kedua telapak tangan nya.
Rena tak bisa mengontrol detak jantung nya, kedua tangan nya bergetar hebat. Dan tak bisa memerintah otak nya untuk berhenti berpikir atas apa yang terjadi barusan.
Ia lekas berdiri, kemudian berjalan menuju balkon ketika mendengarkan suara lengkingan seseorang di bawah sana. Rena menutup mulut nya, menatap cengang ketika melihat seorang wanita sedang di cabik-cabik oleh seorang pria. Darah memuncrat ke mana-mana sehingga membuat nya menjadi mual. Kejadian itu benar-benar tak bisa dipercaya sehingga membuat Rena memundurkan langkah nya lantaran tak kuat menyaksikan hal tersebut.
Ia kembali menatap mayat pria tadi, kemudian menghampiri nya dan mencabut pisau yang masih tertancap itu untuk berjaga-jaga. Wanita itu lekas keluar dengan satu kaki yang memincang, berniat membasuh wajah nya dan segera meminta pertolongan.
***
Seorang pria berkulit putih, dengan kedua mata yang sedikit sipit sedang berdiri di atas rooftop bangunan yang kosong. Ia berada di tepi batas, menatap kendaraan yang berlalu lalang dibawah sana. Pandangan nya begitu kosong, namun pikiran nya terus tertuju kepada seseorang yang sudah lama pergi meninggalkan nya.
Kedua tangan nya gemetar kecil, ia tak siap untuk menghempaskan tubuh nya di bawah sana. Sudah hampir 15 menit ia berdiri untuk mengumpulkan keberanian, tetapi ketakutan nya begitu besar sehingga membuat nya tak lekas melompat dari tadi.
Satu-persatu kenangan nya kembali terlintas, bersama sosok orang yang dicintai nya 3 tahun yang lalu.
Flashback.
Seorang gadis berusia 18 tahun, tengah duduk di bangku taman. Ia menggerak kan satu tangan nya, menggambar sesuatu di atas kertas. Rambut yang menyentuh bahu, lengkap dengan poni khas nya yang rapi membuat gadis itu tampak imut dari jauh. Sehingga membuat pria sepantaran dengan nya itu tersenyum tipis menatap nya dari jauh.
Pria itu berjalan sedikit mengendap-ngendap, berusaha tak mengacaukan konsentrasi gadis imut itu di atas bangku. Namun, gadis itu menoleh dengan sendiri nya dan lekas tersenyum kepada pria yang dikagumi oleh nya itu.
"Apa yang kau lukis?" tanya pria itu, sambil mendarat kan bokong nya disamping gadis tersebut.Gadis itu tak menjawab, melainkan hanya menunjuk kan gambar setangkai bunga Rose yang tampak layu.
"Kenapa bunga nya layu?" tanya pria itu lagi. Gadis itu tak mengeluarkan suara, ia hanya menggerak kan kedua tangan nya, memberi Melvin bahasa isyarat. Meskipun ia tak mengerti, namun Melvin berusaha untuk mencari tau arti perkataan nya. Kening nya seketika mengkerut, sehingga membuat Mayesa sedikit meringis.
"Aa.aa .." rengek nya, spontan membuat Melvin tertawa gemas. Gadis itu memasang ekspresi cemberut, sambil memalingkan wajah nya dari Melvin. Bukan nya meminta maaf, Melvin malah semakin merasa gemas.
Beberapa detik kemudian, keadaan menjadi hening. Mayesa kembali melanjutkan kegiatan nya, sementara Melvin menontoni wajah nya yang menggemaskan. Ia memandang wajah itu dari samping dengan dalam, seraya memikir kan semua yang kerap membully nya disekolah maupun di media sosial nya.
"Mayesa." panggil nya, membuat gadis itu menoleh begitu saja. Melupakan diri nya yang tengah pundung beberapa menit tadi.
"Aku menyukai postingan baru di akun pribadi mu." ucap Melvin, membuat Mayesa seketika menunduk. Merasakan sesak, lantaran postingan itu banyak sekali komentar pedas yang dilontarkan oleh teman sekolah nya maupun dari pengguna media sosial lain.
Melvin menggenggam tangan Mayesa, ia paham. Jika saat ini, ditengah kekurangan nya. Mayesa menginginkan suara nya, ia ingin bicara seperti orang pada umum nya. Salah satu impian dan cita-cita yang tak mungkin ia capai adalah menjadi seorang penyanyi. Ingin digemari dan disukai oleh banyak orang, tetapi keadaan meruntuhkan impian itu. Hanya ada satu orang yang mengagumi dan menyukai nya hingga detik ini.
"Jangan perdulikan ucapan mereka, bagi ku kau jauh lebih sempurna dari orang-orang yang meremehkan mu. Mereka tak tau, dibalik keterbatasan mu, kau memiliki hati yang begitu baik. Kau juga memiliki kelebihan, kau bisa melukis! Bahkan sebagian dari mereka tak bisa melakukan nya. "
"Fisik mereka memang terlihat sempurna, tetapi otak mereka cacat dan hati mereka kosong. Bukan kah sama saja? Tidak ada manusia yang sempurna. Sebaik-baik nya seseorang, dan sesempurna apa pun rupa nya pasti ada secelah keburukan yang tak bisa dilihat oleh mata telanjang."
"Aku tak ingin kau merasa tertekan." Mayesa menatap Melvin dengan nanar, hanya Melvin yang saat ini mau memahami kekurangan nya. Ia merasa beruntung, karena telah mengenali sosok pria dihadapan nya saat ini.
Mayesa mengangguk, sambil tersenyum tipis. Yang membuat Melvin sontak ikut tersenyum, sembari menyibak rambut nya. Melvin kembali menontoni Mayesa, hingga gadis itu selesai menggambar bunga Rose nya.
Ada hal yang membuat Melvin merasa kecewa pada sosok gadis yang sudah ia anggap tegar itu. Tiga hari kemudian, Melvin mendapatkan kabar duka dari kematian Mayesa. Kabar duka itu datang secara tiba-tiba hingga membuat hati nya begitu sakit. Melvin merasa kesal, dan mencaci maki gadis yang sudah berhasil merebut hati nya itu. "Bodoh!!! Mayesa bodoh!!" pekik nya, sambil terisak tangis. Melvin membanting gitar milik nya, kemudian tersandar lemah seraya melampiaskan emosi nya melalui tangisan.
Melvin menggenggam ponsel nya dengan tangan sedikit gemetar. Melihat berita duka dari Mayesa, anak seorang pengusaha kaya di ibu kota yang telah melakukan bunuh diri dalam siaran langsung nya. Lantaran ia sudah merasa tak tahan, akibat hinaan dan hujatan yang di lontarkan oleh banyak orang.
Setelah kematian tragis itu, media sosial mulai dipenuhi dengan berbagai sokongan. Hingga menjadi trending di tanah air. Orang-orang yang tadi nya gencar dan senang menjadikan Mayesa bahan olokan seketika menghilang, bak ditelan bumi..
Flashback end.
***
Kedua bahu Melvin seketika bergetar, kejadian itu sudah terjadi 3 tahun yang lalu. Orang-orang pun sudah melupakan kejadian tersebut. Namun, lain hal nya dengan Melvin. Perasaan itu masih melekat kuat di lubuk hati nya.
Melvin mengusap kasar air mata nya, berniat untuk segera melompat agar bisa menyusuli Mayesa. Namun tertunda, ketika Melvin menatap orang-orang yang sedang berlari ketakutan dibawah sana. Teriakan terdengar dimana-mana, sehingga membuat Melvin menjadi bingung. Ia fokus melihat segerombol orang-orang yang tampak aneh, sedang berlari untuk memangsa sesama.
Langkah nya seketika menjadi mundur, ketika melihat seseorang memakan tubuh orang itu dengan ganas. Jantung Melvin berdebar ketakutan, ia menjauh dari batas roftoop sambil mengurungkan niat nya untuk melakukan bunuh diri..
***