Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10

Rena menatap balik mata tajam itu, dibalas dengan sedikit nanar oleh nya. Tetapi tak juga membuat pria itu mengerti akan rasa ketakutan nya yang semakin besar.

"Kita harus melewati para zombie itu. Kau harus mengikuti apa yang ku lakukan, kau mengerti?" Rena tampak ragu untuk mengatakan iya, lantaran ia begitu takut.

"Aku akan pergi lebih dulu, dan menunggu mu di balik kursi sana."

"Aku tidak bisa.." ucap Rena dengan jantung yang berdebar kuat.

"Kau bisa!, hanya mengikuti apa yang ku lakukan. Kau siap?" seka Bama sedikit menegas, membuat nya tertegun dan tak bisa menentang tatapan Bama yang sudah begitu tajam. Mau tak mau, ia mengangguk meskipun ketakutan nya masih mengganjal.

"Pertama, pergi ke banner itu, lalu perhatikan zombie yang ada di sisi kanan. Setiap 10 detik sekali ia menoleh ke arah kanan dan itu kesempatan mu untuk pergi menuju tiang. Sembunyikan tubuh mu mengarah tepat ke arah jam 7. hanya posisi itu yang tidak terpapar cahaya dan tunggu selama 5 detik, kemudian berlari ke arah belakang kursi. Kau mengerti?" Jelas Bama, membuat Rena mengangguk pelan.

"Oke, aku melakukan nya lebih dulu. Tunggu aba-aba dari ku, baru kau melakukan nya." ucap Bama kemudian langsung menjalan kan aksi nya seperti apa yang sudah ia perhitung kan.

Rena berdiri sambil melihat Bama yang sedang bersembunyi di balik banner, menunggu zombie yang sedang memukul-mukul kepala nya sendiri itu menoleh ke arah kanan. Setelah itu ia berlari menuju tiang dengan cepat, dan lekas menuju balik kursi tanpa hambatan dan kesalahan yang fatal. Bama memberi kode ke arah Rena untuk segera melakukan hal tersebut.

Rena mengeratkan genggaman nya yang sudah gemetar, kemudian berlari dan bersembunyi di balik banner tersebut. Jantung nya berdetak sangat kuat, hingga membuat nya sedikit sesak. Nafas nya menjadi tidak stabil, tetapi ia terus mencoba untuk memperhitung kan waktu sambil menunggu zombie itu menoleh ke arah lain. Sementara itu, Bama tampak gelisah pasal nya Rena terlihat begitu ragu untuk mengambil waktu menuju tiang.

Bama mencari-cari sesuatu di sekitar nya untuk berjaga-jaga ketika Rena tak sanggup atau membuat kesalahan. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di atas lantai, kemudian melihat ke arah Rena yang masih berada di balik banner tersebut. Bama melihat ke arah koridor yang kosong, kemudian melemparkan ponsel itu sangat jauh.

Kltakk!!

Para zombie itu merespon suara tersebut dan berlari berbondong-bondong menuju koridor. Bama langsung berdiri, dan memanggil Rena untuk segera berlari menghampiri nya, tetapi sayang seorang zombie wanita mendapati Rena yang sedang berlari dan langsung membuat zombie lain nya berbalik arah.

"Cepat!!" pekik Bama, mau tak mau ia menggunakan pistol nya untuk mengamankan Rena sambil melangkah mundur menuju pintu keluar.

Tam!! Tam!!

"Ayo" ucap Bama, membiarkan Rena keluar lebih dulu.

"Masuk ke mobil!" ucap Bama masih mengaman kan keadaan sampai Rena masuk dengan selamat.

"Sial!!" gumam nya, lantaran suara tembakan nya memancing zombie yang berada di luar berlari menghampiri nya. Bama menyimpan pistol nya kemudian masuk kedalam mobil, beberapa zombie sudah berada di sisi mobil, sambil memukul-mukul kaca mobil dengan kuat.

Mobil langsung menyala, Bama menjalan kan mobil dengan laju menabrak para zombie dan apa saja yang berada di depan nya. Hingga membuat kaca bagian depan sedikit retak. Rena memejamkan kedua mata nya, tak berani melihat ke arah depan. Tubuh nya terus terguncang, sementara Bama fokus mengendalikan mobil nya. Namun keadaan seketika menjadi tenang, Bama menghela nafas nya kemudian menatap Rena yang masih menutup kedua mata nya.

"Sudah," ucap Bama membuat Rena perlahan-lahan melepaskan tangan dari kedua mata nya.

Seakan ada sesuatu yang terangkat di lubuk hati nya, Rena bernafas lega. Menyandarkan kepala nya dengan lemas, sembari memandang ke arah luar. Sementara itu, Bama menambah kecepatan mobil nya untuk segera menyusuli Sakha..

***

15 menit kemudian mobil itu sudah tak lagi melaju, Bama fokus menyetir dengan kecepatan stabil, sementara Rena termenung menatap sisi jalanan yang begitu gelap dan kotor lantaran tak ada percakapan diantara mereka sejak tadi.

"Maaf," ucap Rena tiba-tiba yang membuat Bama menatap ke arah nya sekilas.

"Aku selalu membuat kesalahan fatal. Aku menyentuh zombie itu, dan tak bisa melakukan perintah mu dengan benar." Ucap nya, hanya membuat Bama menyimak.

"Aku tak siap dengan keadaan seperti ini. Aku takut," lanjut nya dengan raut wajah yang mulai berubah menjadi sendu.

"Aku merindukan keluarga ku. Aku mencemaskan keadaan mereka. Dan juga teman-teman ku." jelas nya mulai terlarut dalam kesedihan. Bama membuang nafas nya, kemudian mengeluarkan sapu tangan dan memberikan nya kepada Rena. Sontak membuat air mata Rena semakin menetes. Entah harus berapa kali ia mengucapkan terimakasih kepada lelaki itu.

"Makasih.." ucap nya, kemudian menyingkap air mata itu dengan cepat. Ia mencoba menahan air mata nya, dan kembali menatap ke arah Bama.

"Bagaimana dengan mu?" tanya Rena.

"Apa?" jawab Bama, bingung.

"Kau tak merasa sedih melihat kondisi seperti ini? Apa kau tak mencemaskan orang-orang disekitar mu?"

"Aku sudah biasa melihat situasi sepert ini. Bagi ku, ini sama saja dengan perang. Pertama kali, aku bertugas di Afganistan. Sama seperti dirimu, aku ketakutan dan sedih ketika beberapa teman ku mati mengenaskan. Itu kesedihan yang mendalam, terlebih aku tak bisa membawa mereka kembali dan membiarkan mayat nya begitu saja."

"Tetapi lambat laun, aku mulai terbiasa. Sehingga hal-hal seperti ini bukan apa-apa lagi bagiku." Jelas nya, membuat Rena terdiam.

"Bagaimana dengan kedua orang tua mu? Apa ayah mu seorang jenderal?"

"Ehm, ibu ku sudah lama tiada. Selain ayah, aku tidak punya siapa-siapa lagi." Rena mengangguk paham, sambil menatap sapu tangan di genggaman nya.

"Jangan khawatir. Aku akan membawa mu keluar dari Jakarta. Kita menuju stasiun sekarang,"

"Kita akan kemana?"

"Bandung."

"..." Rena kembali terdiam, tak menampak kan ekspresi senang sedikit pun. Sehingga membuat Bama melihat nya sekilas.

"Kenapa? Kau tak senang?"

"Bukan, aku hanya bingung. Jika aku sampai disana, siapa orang yang akan ku temui? Aku tak memiliki siapapun disana. Ku rasa aku tak sanggup jika melanjutkan hidup ku seorang diri." jelas nya membuat Bama lagi-lagi mendesah kasar.

"Kau tidak akan sendirian," ucap nya sambil menyetir dengan serius. Rena menatap ke arah Bama, entah mengapa kalimat Bama membuat nya menjadi tenang. Ia seperti yakin, jika Bama akan selalu ada disisi nya dan juga melindungi nya.

"Ngomong-ngomong, aku belum tau nama mu." ucap Rena kembali menunduk.

"Bama satria. Panggil saja Bama" Rena melipat kedua bibir nya kemudian mengangguk sambil menatap ke luar jendela..

***

Sakha, Melvin, Prov.Vincent dan juga Anna sudah berada di dalam gerbong kereta. Mereka terduduk lemas, mengistirahat tubuh mereka dari ketegangan. Tetapi Sakha masih tampak sedikit gelisah, lantaran Bama belum juga mengabari nya.

Ia mengeluarkan HT nya, dan langsung menghubungi Bama.

"Kapten, jawab aku! Over" Anna dan juga Melvin spontan menatap ke arah nya dan tak juga mendengar balasan dari Bama.

"Nona, sersan mayor memanggil. Jawab aku, apa kau bersama Kapten ? Over." lanjut nya, memanggil ke saluran Rena.

Sssrtt-khh

Statistik radio terdengar samar, sehingga membuat semua orang menanti-nanti.

Sssrttt

"Ya, Kapten disini! Over" balas Bama, menggunakan HT milik nya yang ia bawa. Sehingga membuat Sakha menghela lega.

"Kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, sebentar lagi aku sampai di stasiun. Kalian berada di gerbong berapa?"

"Gerbong 6."

"Aku segera menyusul." Seketika Sakha berdiri, ia berjalan ke arah pintu keluar dan kemudian melihat beberapa zombie yang ada di luar gerbong 6. Ia hendak menembak, tetapi tak ingin menimbulkan suara keributan. Pasal nya, di gerbong 5 dan juga 7 sudah dipenuhi dengan para infeksi.

"Kau tidak bisa masuk kedalam gerbong 6. Ada para infected di luar gerbong. Cari saja gerbong yang aman untuk beristirahat sampai besok."

"Bagaimana dengan masinis?"

"Ada beberapa prajurit yang selamat, dan mereka akan menjalan kan kereta ini besok saat jalur sudah dibuka."

"Baiklah,"

Sakha menyimpan HT nya, kemudian duduk sambil menyandarkan kepala nya. Sementara Melvin menatap tangan Prof.Vincent yang terbalut perban. Seketika ia mengingat benda penyadap yang ia temukan berlumur darah di bawah wastafel. Sontak hal itu menimbulkan kecurigaan, akan tujuan pria yang disebut-sebut sebagai Profesor itu.

Melihat Anna yang bersandar pada nya membuat Melvin menepis rasa penasaran itu. Ia menyandarkan tubuh nya dan ikut memejamkan mata bersama.

***

Bama memegang tangan Rena, berlari kecil mencari gerbong yang masih aman. Tempat itu begitu terang sehingga harus berhati-hati agar tak terlihat oleh beberapa zombie yang berada di depan gerbong 6. Bama menarik Rena menuju gerbong 2, setelah memastikan gerbong itu kosong ia langsung membuka pintu tersebut dan masuk lebih dulu untuk memastikan dengan benar.

"Kosong, ayo." ucap nya, sambil memegang tangan Rena kemudian kembali menutup pintu dengan rapat. Rena terduduk, dan langsung menyandarkan punggung nya seraya terpejam. Sementara Bama lekas mengeluarkan HT nya kembali.

"Aku sudah di gerbong 2"

Sssrrtt

"Hm, beristirahat lah.."

Bama menyimpan HT nya, kemudian duduk disamping Rena. Tiba-tiba saja, Rena menyandarkan kepala nya di pundak Bama kemudian menggenggam tangan Bama dengan erat.

"Hanya memastikan, supaya kau tidak pergi saat aku tidur." ucap Rena sambil terpejam. Bama menatap tangan Rena di genggaman nya, sambil merasakan perasaan aneh yang mulai mengusik di hati nya. Ia mendesah kasar, dan membiarkan Rena menggenggam tangan nya kemudian ikut tersandar dan perlahan-lahan mulai terpejam..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel