Bab 6 Rumah Baru
Bab 6 Rumah Baru
Fathan membawa koper berukuran besar masuk ke dalam. Rumah itu terlihat sederhana, jika dibandingkan dengan rumah milik orangtua Fathan pastilah jauh di bawahnya. Fathan sengaja menyewa rumah yang berukuran sedang karena sesuai dengan uang yang ia miliki. Saat sampai ke dalam, Alleta memandang ke sekitar. Nampak rumah yang sudah lama tidak di tempati, terlihat dari banyaknya debu di mana-mana.
Alleta mencari sapu di sana, tetapi tak menemukan keberadaan benda tersebut. Sementara Fathan tengah meletakkan koper ke kamar mereka. Karena tak ada alat untuk membersihkan lantai, akhirnya Alleta memutuskan untuk duduk terlebih dahulu.
"Kenapa berdiam diri seperti itu?" tanya Fathan.
"Aku harus bagaimana? Tidak ada apa-apa di sini, hanya ada rumah kosong tanpa ada peralatan untuk bersih-bersih."
Fathan menghela napasnya sejenak, " Ya sudah kalau begitu, sebelum kita masuk sekolah, lebih baik kita manfaatkan untuk berbelanja kebutuhan rumah. Sekalian kebutuhan dapur juga, stok makanan itu perlu," jelas Fathan.
Alleta setuju dengan itu semua. Selepas selesai memasukkan koper, mereka langsung pergi untuk berbelanja kebutuhan alat rumah tangga. Tetapi, sebelum itu Alleta terlebih dulu mengajak Fathan untuk pergi ke supermarket. Ia akan membeli bahan makanan dan akan diletakkan di lemari pendingin. Mereka berdua berjalan kaki, untung saja jarak antara rumah dan supermarket tidak jauh.
"Kamu bisa masak 'kan?" Fathan nampak ragu dengan Alleta.
"Aku bukan anak Mama sepertimu," jawab Alleta ketus.
"Aku hanya bertanya saja. Siapa tahu kamu tidak bisa masak, nanti bisa-bisa masak air malah gosong lagi."
Alleta menyunggingkan bibirnya, "Masakanku enak, Ibu selalu memberi tahuku tentang bumbu dapur dan lain sebagainya. Jadi jangan kamu remehkan aku."
"Okelah kalau begitu. Aku akan sedikit hemat karena tidak perlu asisten rumah tangga lagi."
Alleta sedikit kesal karena Fathan telah meremehkan dirinya. Tak lama kemudian, sampailah mereka di supermarket. Alleta langsung masuk, yang pertama kali ia tuju adalah tempat sayuran. Karena Alleta termasuk orang yang suka mengkonsumsi sayuran dibandingkan dengan daging atau ikan. Fathan mengikutinya dari belakang.
"Banyak sekali kamu beli sayurannya?" Fathan sedikit terheran, pasalnya ia tidak suka dengan sayuran.
"Sayuran itu sehat, jadi kita harus banyak-banyak makan sayuran."
"Oke terserah kamu saja."
Mereka berdua tampak kompak dalam membeli bahan makanan. Fathan selalu memberi tahu apa saja yang ia suka, dan apa saja yang tidak ia sukai. Penjelasan itu membuat Alleta sedikit mengerti, dan mau tidak mau Alleta harus menurutinya.
Setelah selesai, lalu dilanjutkan dengan membeli peralatan rumah. Cukup lama mereka berbelanja, dan sekarang Fathan sedang berdiri di depan sebuah toko. Sementara Alleta masih membeli minuman. Fathan menatap bingung ke arah belanjaannya, terlihat begitu banyak sekali dan ia bingung bagaimana cara membawanya. Alleta datang, ia menyernyitkan dahinya saat tahu Fathan sedang kebingungan.
"Kamu kenapa?" tanya Alleta.
"Aku bingung, bagaimana cara untuk membawa belanjaan sebanyak ini."
Alleta memberikan minuman yang ada di tangannya kepada Fathan, "Tidak usah khawatir, kita pesan taksi saja. Sekarang minum saja dulu."
Mereka berdua tampak kelelahan, seharian penuh berada di luar rumah dan ber kutat dengan alat-alat rumah tangga. Karena asyik berbelanja membuat mereka sampai lupa waktu, dan sekarang sudah malam. Kemudian Fathan merogoh saku celananya, ia mencari keberadaan ponselnya. Lalu setelah itu, Fathan memesan taksi online agar mereka cepat sampai ke rumah. Saat berada di perjalanan, Alleta merasa lapar. Tanpa sadar perutnya telah mengeluarkan suara aneh, pertanda cacing yang ada di dalam meminta untuk diisi makanan.
"Kamu lapar?" tanya Fathan yang menyadari hal itu.
Alleta menjawab dengan anggukan.
"Pak berhenti sebentar," perintah Fathan.
Ia lalu turun, di seberang jalan ada sebuah padagang kaki lima yang menjual nasi goreng. Fathan memang belum pernah makan di pinggir jalan, tetapi tidak ada pilihan lagi. Sebelum Alleta jatuh pingsan, lebih baik membeli makanan itu. Fathan memesan dua bungkus nasi goreng. Malam itu terlihat ramai sekali, mungkin karena malam minggu jadi banyakmuda-mudi berkeliaran memadu kasih bersama. Setelah selesai, Fathan berjalan kembali menuju taksi.
"Ini, nanti untuk makan dirumah." Fathan meletakkan bungkusan itu di samping Alleta.
Alleta tertegun, ternyata walau terlihat cuek tetapi dasarnya Fathan adalah orang baik.
Sampainya di rumah, Alleta turut membantu untuk membawakan barang-barang. Ia meletakkan di ruang tamu. Alleta menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, terasa pegal sekali seharian penuh mencari ini semua.
"Huft, lelah juga, ya," gumam Alleta.
Beberapa saat kemudian, Alleta teringat akan bungkusan makanan tadi. Ia mencarinya, dan mengambil piring beserta sendok untuk makan. Sementara Fathan masih sibuk menggotong barang belanjaan dan memaasukkannya ke dapur.
"Fathan," panggil Alleta.
"Ada apa?"
"Kita makan dulu, kamu juga sedari tadi belum makan, 'kan?"
Fathan berpikir, memang benar ia belum makan sejak tadi pagi. Akhirnya Fathan berjalan menghampiri Alleta dan duduk bersama. Alleta sudah melahap dengan cepat nasi goreng itu, dan Fathan hanya memandangi makanan yang ada di hadapannya. Alleta terhenti, karena sedari tadi Fathan tidak kunjung memakan nasi goreng itu.
"Kamu tidak suka nasi goreng?"
"Aku suka, tapi belum pernah makan nasi goreng dari pedang kaki lima seperti ini."
Alleta mendengus kasar, "Coba saja dulu,makanan ini enak. Buktinya aku sudah habis banyak."
Fathan melirik ke arah piring milik Alleta, dan benar saja hanya tinggal separuh yang tersisa. Fathan meneguk ludahnya, dengan sangat terpaksa akhirnya Fathan memakan nasi goreng. Melihat hal itu, membuat Alleta tersenyum. Setelah mengunyah beberapa kali, Fathan merasakan sensasi yang berbeda. Bahkan sampai membuat bola matanya membulat.
"Ini enak banget," ujar Fathan dengan berantusias.
"Betul 'kan apa kataku,coba dulu jangan bilang tidak enak kalau belum mencobanya."
Fathan setuju dengan apa yang dikatakan oleh Alleta.
"Aku malah merasa bosan jika makan terus di cafe, selain harganya yang mahal, juga porsinya sedikit. Mana kenyang aku kalau makan itu."
"Iya, apa yang kamu katakan ada benarnyajuga."
Bahkan belum sampai lima menit, nasi goreng itu sudah habis masuk ke dalam perut Fathan. Dan sekarang terasa kenyang sekali, ia menyandarkan tubuhnya dan merasakan sisa-sisa terakhir nikmatnya nasi goreng itu. Mereka membicarakan tentang bagaimana menata rumah itu, Alleta paling suka tentang tata-menata. Fathan menyerahkan semuanya kepada Alleta, jika ada yang diperlukan maka Fathan yang akan mencarinya. Mereka terlihat begitu kompak sekali, walaupun belum tertanam rasa apa pundalam hati mereka berdua. Alleta yang merasa lelah lalu ikut menyandarkan punggungnya. Kelopak matanya terasa berat, beberapa kali ia menguap. Makan yang terlalu kenyang membuatnya terserang rasa kantuk.
"Kamu sudah mengantuk?" Fathan yang tahu hal itu.
Alleta hanya mampu menganggukkan kepalanya, ia sudah tidak tahan lagi.
Tanpa sadar sekarang Alleta sudah memejamkan matanya, begitu pun dengan Fathan yang juga duduk berdua bersama dengan Alleta.
**
Bersambung.