Bab 5 Pengantin Baru
Bab 5 Pengantin Baru
Malam itu dilalui mereka begitu saja. Hingga pagi datang, hawa dingin semakin menusuk sampai ke dalam tulang. Apalagi ditambah dengan udara ruangan yang memang sudah dingin karena AC yang cukup kencang. Perlahan Alleta mulai membuka matanya, ia terkejut karena sudah mendapati dirinya satu selimut dengan Fathan.
Alleta mengeluarkan tubuhnya, menegangkan otot-otot tubuhnya yang terasa tegang. Beberapa kali ia menguap untuk membuat otaknya kembali fresh. Alleta menyingkap selimut itu, sementara Fathan masih bergulat dengan mimpi indahnya. Tiba-tiba Alleta teringat percakapannya bersama dengan Fathan tadi malam.
**
Flashback.
Setelah membersihkan tubuh, secara tiba-tiba Fathan menarik tangan Alleta. Sehingga membuat tubuh Alleta duduk disamping dirinya. Mereka berdua duduk ditepi ranjang bersama. Mata mereka saling bertemu satu sama lain, Alleta tampak canggung sekali, apalagi tangan Fathan belum beranjak dari sana.
"Kita tidak bisa melakukan hubungan intim sebagai suami-istri untuk sekarang," ujar Fathan berbisik.
"Aku tidak akan mengizinkanmu untukmendekatiku."
Wajah Alleta terlihat sinis. Fathan tersenyum tipis dibibirnya. Saking tipisnya sampai tidak bisa terlihat.
"Ya sudah kalau begitu. Tapi, kita harus terbiasa untuk tidur di satu tempat yang sama," lanjut Fathan.
"Iya, terserah kamu saja."
Fathan kemudian beranjak pergi ke kamar mandi, karena sekarang gilirannya untuk membersihkan tubuhnya.
Flasback Off.
**
Puas memandangi wajah Fathan yang masih tertidur. Alleta kemudian menurunkan kakinya dari tempat tidur itu. Tetapi, kejadian mengejutkan terjadi,sekarang tangan Fathan sudah menangkap tangan Alleta. Walau mata Fathan masih dalam keadaan mengatur sempurna.
Deg! Alleta terkejut, ia tertegun untuk beberapa saat.
"Sepagi ini kamu sudah bangun?"ucap Fathan yang kini sudah membuka matanya.
"Ini sudah pukul 07.00, dan kamu bilang pagi?" Alleta menggelengkan kepalanya karena kelakuan Fathan.
Tubuh Fathan terasa sakit, acara kemarin membuatnya lelah. Dengan perasaan malas, Fathan duduk dan menghadap ke arah Alleta.
"Kenapa kamu memandangi seperti itu?" Fathan menarik turunkan alisnya.
"Siapa juga yang lihatin kamu. Tolong ya, kepercayaan diri kamu dikurangi sedikit."
Alleta memutar bola matanya malas, begitu pun dengan Fathan yang langsung membuang wajahnya.
"Sombong sekali," gerutu Fathan dalam hati.
Setelah itu Alleta pergi untuk mencuci muka dan mandi. Sementara Fathan membaringkan kembali tubuhnya sembari menunggu Alleta selesai membersihkan tubuhnya.
Pagi ini mereka berdua akan makan bersama dengan keluarga besar Fathan. Untuk kali pertamanya Alleta bercengkrama dan saling bertatap muka dengan keluarga Gurami. Bahkan Alleta tidak pernah menyangka sebelumnya, ia akan berada dalam lingkungan keluarga kaya raya dan terpandang.
Kali ini Alleta tengah duduk dan melupakan tatanan rambutnya. Alleta membiarkan rambut panjangnya terurai, ia hanya meletakkan aksesoris di kepalanya untuk membuat tampilan sedikit menarik. Dan tak lupa, Alleta memoles pipinya dengan sedikit make-up dan bibirnya diolesi lipstik agar tidak terlihat pucat saat bertemu dengan keluarga Fathan.
Kemudian setelah selesai, mereka berdua bergegas pergi karena Tania dan Farhan sudah menunggu mereka sedari tadi. Walau jalan berdua tetapi mereka tidak saling berdampingan, apalagi Fathan lebih melangkahkan kakinya cepat. Padahal Alleta tidak bisa berjalan dengan cepat, bisa-bisa kakinya terkilir.
Ternyata benar saja, Tania dan Farhan sudah menunggu. Alleta meminta maaf karena terlambat, dan Tania memakluminya.
"Alleta," panggil Tania.
Seketika Alleta menoleh,"Iya ada apa,Ma?"
"Kenapa tidak menyiapkan makan untuk Fathan? Malah diam saja."
Alleta mengernyitkan dahinya, ia terdiam sambil melirik ke arah Fathan. Kemudian Tania memberitahu kalau sebagai seorang istri maka sudah menjadi kewajiban Alleta untuk menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan oleh Fathan. Kini Alleta mengerti, ia lalu menyiapkan sarapan itu untuk Fathan.
"Kalau begitu terlihat romantis," ledek Farhan.
"Namanya juga pengantin baru,Pa. Masih hangat dan romantis." Tania ikut menimpali.
"Iya benar juga, Ma. Dulu kita juga begitu, masih malu-malu kucing."
Alleta dan Fathan saling bertatap muka, senyum manis terukir indah dibibir Alleta. Saat ini rona merah di pipi Alleta sudah tampak, dan mungkin mereka dapat melihatnya. Fathan menanggapinya dengan biasa saja, bahkan sekarang ia malah sibuk dengan ponselnya yang sedari tadi berdering tiada henti.
"Fathan," panggil Tania.
"Ada apa, Ma?"
"Letakkan ponselmu, bukankah kita sekarang sedang makan?" tegur Tania.
Tania memang selalu melarang Fathan untuk bermain ponsel ketika makan. Dan Fathan menurutinya, atau teriakan kemarahan Tania akan memenuhi gendang telinganya.
"Iya, Ma," jawab Fathan dengan nada malas.
Tania mengatakan bahwa setelah ini mereka akan pulang ke rumah. Mendengar hal itu, Fathan langsung menentangnya. Sedari awal Fathan tidak setuju jika ia harus tinggal bersama kedua orangtuanya setelah menikah.
"Perjanjian awal Fathan boleh keluar rumah," tentang Fathan.
"Mama hanya khawatir denganmu, Fathan."
Fathan meletakkan sendok miliknya, kini selera makannya sudah hilang. Karena pasti akan terjadi perdebatan lagi antara dirinya dan Tania.
"Fathan tetap pada pendirian kalau kita akan tinggal di rumah kita sendiri," terang Fathan.
Tania tampak emosi, tetapi Farhan berhasil meredamkannya.
Setelah Farhan membujuk, akhirnya Tania setuju dan tidak akan mempermasalahkan soal tempat tinggal lagi. Acara sarapan kembali dilanjutkan, walau setelah itu mereka saling diam. Alleta hanya menyimak pembicaraan antara kedua orangtua dan anaknya. Alleta tak berbicara sedikit pun, karena ia takut salah maka lebih baik diam saja. Cukup lama mereka berada di sana, dan tak terasa hari sudah menjelang siang. Kemudian mereka mengemas barang-barang dan langsung menuju rumah Fathan yang baru.
Farhan telah menyiapkan semua untuk anaknya. Dia melakukan itu semata-mata untuk hadiah pernikahan anaknya. Tetapi, Fathan menolaknya, alasannya adalah ia ingin hidup mandiri tanpa hadiah dari padanya.Dan Fathan sudah mencari rumah sendiri walau masih menyewa. Farhan tak bisa berbuat apa-apa lagi, ia setuju dengan semua keputusan anaknya itu. Saat sedang membereskan barang, Alleta melirik ke arah Fathan yang juga sedang memasukkan pakaiannya ke koper.
"Fathan," panggil Alleta lembut.
Fathan menjawab dengan anggukan kepala tanpa melihat ke arah Alleta.
"Kamu yakin akan pergi dari rumah? Bukannya kamu itu anak Mama, ya?"
Ketika Alleta mengatakan hal itu, membuat Fathan tersinggung.
"Bukankah ini tujuan awal kita menikah?" timpal Fathan.
Mendengar jawaban Fathan membuat hati Alleta sedikit sesak. Ia tak menyangka pernikahannya hanya karena ingin bebas dari aturan orangtua. Alleta melanjutkan kembali tugasnya. Setelah selesai, Fathan mengajak Alleta untuk menemui orangtuanya dan segera pergi dari sana.
**
Diperjalanan, mereka saling diam. Alleta yang berada di samping Fathan hanya sibuk memperhatikan jalanan. Tak lama kemudian, sampailah mereka di depan rumah Fathan yang baru. Letaknya tak jauh dari universitas mereka. Saat Farhan hendak turun dari mobil, tiba-tiba ponselnya berdering. Dan ia berbicara dengan seseorang di sana.
Ternyata Farhan harus segera pergi ke kantor karena ada urusan mendadak. Farhan izin untuk pergi bersama denganTania. Dan akhirnya Fathan bersama dengan Alleta akan menangani ini semua tanpa bantuan siapa pun.
**
Bersambung