Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Pernikahan

Bab 4 Pernikahan

Beberapa hari kemudian. Semua persiapan pernikahan telah ditangani oleh Tania. Mulai dari gedung, dekorasi, undangan, bahkan sampai makanan pun Tania yang menanganinya sendiri. Ia ingin menjadikan pernikahan anaknya ini menjadi yang terbaik dan akan berjalan dengan ramai. Kali ini pernikahan akan dilaksanakan di hotel Ibis Bandung. Karena ini adalah acara keluarga Gibrani maka semua yang dipersiapkan tak lepas dari kemewahan.

Hari ini tibalah hari yang paling ditunggu, sebelumnya Alleta bersama dengan Tania telah mempersiapkan gaun yang cocok untuk acara pernikahannya. Acara ijab qobul akan dilaksanakan pada pukul 10.00 pagi, semua tamu undangan datang sebelum acara tersebut. Begitu pun dengan Hera, ia sudah lebih dulu menemani Alleta untuk merias dirinya.

"Kamu pasti akan terlihat cantik sekali, Al," ujar Hera.

Seorang perias mengusapkan make-up kepipi ranum milik Alleta.

"Coba kamu sentuh telapak tanganku,"perintah Alleta.

Hera mengikutinya, ia memegang telapak tangan Alleta. Dan rupanya, terasa dingin sekali. Keringat juga mulai bermunculan disela pori-pori tangan Alleta. Hera yang merasakan itu tertawa geli, bagaimana ia melihat sahabatnya yang tampak tegang.

"Hahaha ... tarik napasmu dalam-dalam. Supaya kamu merasa tenang, Al," usul Hera.

Huhhh....

Alleta menarik nafas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Sekarang Alleta merasa sedikit lebih tenang. Kini perias itu menata rambut Alleta dengan hati-hati. Cukup lama mereka berkutat di depan cermin hingga akhirnya semua sudah siap. Alleta diminta untuk berdiri, seorang wanita datang membawakan gaun berwarna putih.

"Gaun ini akan begitu cocok jika dipakai oleh gadis secantik kamu," pujinya.

Alleta tertipu malu, ia kemudian memakai gaun itu dibantu oleh Hera.

Semua orang sudah menunggu kehadiran Aletta, bahkan sekarang Fathan sudah duduk dengan perasaan tegang. Jantung Fathan berdegum dengan kencang, beberapa kali ia mengusap keringat yang timbul didahinya. Tak lama kemudian, calon mempelai wanita datang. Saat Alleta berjalan dengan perlahan, semua sorot mata terpaku padanya. Begitu cantik nan anggun, terbalut apik oleh gaun putih yang bertabur mutiara di sekelilingnya. Polesan make-up tipis membuat Alleta tampak cantik natural. Apalagi ditambah dengan hiasan mahkota yang bertengger di kepalanya. Sungguh, bak seorang putri raja.

Sedari tadi penglihatan Fathan tak berpaling dari calon istrinya itu. Fathan meneguk ludahnya menyaksikan kecantikan Alleta yang tiada tandingan. Selesai mengagumi Alleta, acara ijab qobul dilaksanakan.

Acara berlangsung dengan penuh kegembiraan. Setelah itu tamu undangan dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang telah dipersiapkan. Alleta bersama dengan Fathan tengah duduk berdua sambil menyaksikan meriahnya suasana ditempat itu.

"Kamu cantik sekali, Al." Suara Fathan lirih, tetapi Alleta dapat mendengarnya dengan jelas. Alleta menimpali dengan senyuman tipis.

Sementara Alisha sedang duduk santai bersama dengan kedua orangtua Fathan. Mereka membicarakan perihal kehidupan Fathan dan Alleta ke depannya.

"Saya tinggal bagaimana Fathan saja, lagi pula memang sekarang Alleta adalah tanggung jawab Fathan. Dan bagaimanapun, Alleta harus ikut apa katas uaminya," ucap Alisha.

"Saya setuju dengan Ibu Alisha. Memang seharusnya begitu," timpal Farhan.

Tania masih tetap dengan pendiriannya, Fathan dan Alleta harus ikut dengannya. Tetapi, perlahan Farhan mencoba memberi penjelasan kepada Tania. Mengingat jika seorang anak sudah menikah maka itu bukan tanggung jawab orangtua lagi.

"Ya sudahlah, tapi mereka tetap berada dibawah pengawasan kita," tutur Tania.

"Iya bagaimana Mama saja, lagi pula Papa sudah mempersiapkan usaha untuk Fathan dan istirnya."

Tania sedikit lebih lega, setidaknya ia akan mengawasi anaknya itu. Sejak kecil Fathan tidak pernah hidup sendiri, ia selalu bergantung kepada Tania dan pengasuhnya. Dan hari ini Fathan akan keluar dari rumah, mulai menjalani hidup yang sebenarnya.

**

Fathan sedari tadi memperhatikan Alleta yang tampak risau. Terlihat dari raut wajahnya tidak ceria seperti biasanya.

"Kamu kenapa, Al?" tanya Fathan.

"Ummm... ti-tidak," jawab Alleta gugup.

Fathan lalu bangkit, ia mengambilkan minuman untuk Alleta, agar istirnya itu sedikit lebih tenang.

"Ini minum untukmu, agar kamu sedikit lebih tenang."

Alleta meraih minum itu, "Terima kasih."

Fathan masih tak percaya, sekarang ia telah mempunyai seorang istri. Dan ternyata istrinya itu adalah temannya sendiri. Fathan mengukir senyuman dibibirnya tatkala sudut matanya melihat ke arah Alleta.

"Jangan melihatiku seperti itu." Alleta sadar bahwa ia menjadi pusat perhatian Fathan.

Mendengar hal itu Fathan langsung mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Alleta terkekeh geli, iamelihat raut wajah Fathan yang merasa malu. Sekarang yang sedang Alleta pikirkan adalah tentang nanti malam. Untuk kali pertama Alleta tidur bersama dengan pria, dan akan berbaring di satu tempat tidur. Alleta tidak bisa membayangkan itu terjadi. Otaknya tiba-tiba terasa berdenyut, ingin sekali Alleta melewati malam itu tanpa harus berada satu kamar bersama dengan Fathan. Tak lama kemudian datanglah Hera.

"Wah, asyik sekali sepertinya," ucap Hera.

"Jangan bilang kamu ke sini mau meledekku," timpal Alleta memasang wajah kesal.

Hera menepuk pundak Alleta, "Tidak. Aku hanya ingin mengatakan jangan lupa cerita soal malam pertama, Hahahah."

Dan benar saja dugaan Alleta, Hera datang untuk memberi candaan untuknya. Hera tertawa lepas, bahkan sampai membuat perutnya terasa sakit. Alleta melipat tangannya, ia menatap Hera dengan sinis.

"Ampun, Al. Aku cuma bergurau saja," ucap Hera.

Ia akan habis dilahap oleh Alleta jika terus-terusan meledeknya. Setelah puas tertawa, Hera kemudian duduk bersama dengan kedua pengantin itu. Mereka bertiga berbincang bersama, sesekali Hera melontarkan candaan sehingga membuat pasangan itu ikut tertawa.

Resepsi pernikahan berjalan sampai tengah malam. Tamu undangan berdatangan tidak ada henti-hentinya. Alleta baru sadar kalau sekarang sudah larut malam, pantas saja tubuhnya terasa lengket sekali. Dan persendiannya terasa pegal. Setelah acara selesai, Alleta dan Fathan pergi ke kamar mereka. Kebetulan sekali Tania telah menyiapkan kamar khusus untuk mereka berdua. Selain, melangsungkan pesta, mereka juga memesan beberapa kamar untuk tamu undangan yang datang dari luar kota. Saat Alleta memasuki kamar itu, ia terkejut bukan main. Dekorasi kamar itu begitu indah dengan taburan bunga mawar dari pintu masuk hingga ke tempat tidur.

"Indahsekali."HanyaituyangterlontardibibirAlleta.

Saat Alleta memasuki ruangan, secara tak terduga Fathan memeluknya dari arah belakang. Hal itu membuat Alleta terkejut, ia menolehkan wajahnya dan kini terlihat Fathan yang tersenyum. Mata mereka berdua saling beradu untuk beberapa detik. Hingga akhirnya Alleta tersadar, ia melepaskan pelukan itu dan mendorong tubuh Farhan agar menjauhi dirinya. Alleta tampak panik sekali, tetapi Fathan memasang wajah biasa saja.

"Lepaskan aku!"

"Kenapa, Al?" tanya Fathan.

Alleta gugup sekali, ia menggigit bibir bawahnya, "A-aku, akan membersihkan tubuhku terlebih dahulu," jawab Alleta kemudian pergi memasuki kamar mandi.

Sementara Fathan duduk ditepi ranjang, ia melepaskan jas yang dipakainya. Acara pernikahan itu cukup menguras tenaga. Fathan kini menghempaskan tubuhnya, merasakan betapa nyamannya tempat tidur itu. Di dalam sana, lampu kamar tidak terlalu terang. Cahaya yang berwarna keemasan menambah kesan romantis, apalagi rangkaian bunga sudah memenuhi setiap sudut kamar. Semerbak aroma harus cukup menusuk hingga ke hidung Fathan.

Ia memejamkan matanya untuk sejenak sambil menunggu Alleta keluar dari kamar mandi.

**

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel