Bab 13 Wanita Cantik
Bab 13 Wanita Cantik
Hera memberikan minuman yang ia beli sebelum pergi ke kampus. Alleta kebetulan sekali sedang merasa kehausan, ia kemudian meneguk minuman itu sampai habis. Hera yang penasaran terus menanyakan kehidupan sahabatnya itu setelah menikah. Karena sejak menikah, Alleta menjadi pendiam dan tidak banyak bicara dengan orang lain. Bahkan untuk memberikan pesan saja tidak pernah.
“Aku baik-baik saja, hanya ya begitu, sibuk berbenah rumah,” ujar Alleta apa adanya.
“Kamu jangan berbohong. Kita sahabatan sudah lama, aku faham betul mana Alleta yang sedang berbohong atau tidak.”
Alleta mendengus kesal, “Terus kamu ingin aku jujur seperti apa lagi? Sudah aku bilang, kalau aku baik-baik saja.”
“Hem. Aku melihat jika Fathan itu tidak perduli denganmu.”
“Dia peduli denganku, lagi pula dia juga tidak macam-macam. Bahkan sampai saat ini aku belum pernah melihat dia berhubungan dengan wanita lain,” ungkap Alleta.
Hera percaya dengan itu. Karena memang mereka sudah satu kelas sewaktu SMA, dan Hera tahu kalau Fathan juga tidak terlalu hobi main wanita. Percakapan mereka terhenti ketika ada salah satu teman Hera memberi tahu bahwa dosen pengampu sudah datang. Mereka langsung saja menuju kelas yang sudah disediakan.
**
Di sisi lain.
Fathan bersama dengan Azka dan yang lainnya tengah berjalan hendak masuk ke kalas. Azka sedari tadi diam saja, ia memilih untuk focus dengan layar ponselnya dan melihat social media miliknya. Sementara Fathan banyak menghabiskan untuk berbincang bersama dengan Jerry dan Adli.
Saat sedang berjalan, secara tiba-tiba tubuh Fathan bertabrakan dengan seseorang. Ia bahkan sampai tersungkur, tetapi untung saja tidak jatuh. Sementara orang itu membungkuk untuk meraih buku-buku yang berserakan di lantai. Fathan yang merasa bersalah, langsung membungkukkan tubuhnya dan meraih buku itu dengan tangannya.
Setelah terkumpul, ia memberikannya kepada orang itu. Dan rupanya dia adalah seorang wanita, dengan perawakan yang bisa dibilang sempurna. Tubuhnya semampai, kulit putih, dan memiliki mata yang bulat nan indah. Fathan dibuat diam terpaku tidak bisa berkata apa-apa. Wanita itu mengambil buku yang ada di tangan Fathan, membuatnya tersadar dari lamunan.
“Maaf, aku tidak sengaja,” ucap Fathan sambil terus memandangi wajah wanita yang ada di depannya itu.
“Tidak apa-apa, lagi pula aku yang salah. Jalan tidak melihat ke depan.” Suaranya begitu lembut, bahkan hati Fathan bergetar tatkala wanita itu tersenyum manis ke arahnya.
“Sekali lagi, aku minta maaf.”
Wanita itu mengangguk lalu tersenyum.
Ia berpamitan untuk pergi, sementara pandangan Fathan tidak berpaling darinya. Aura kecantikan terpancar indah di sorot matanya. Fathan dibuat terkagum-kagum. Sementara Jerry dan Adli sudah memperhatikan gelagat aneh dari teman barunya itu.
“Kalau suka, kejar,” ujar Adli sambil menyenggol lengan Fathan.
Seketika Fathan menoleh, “Ada apa?” tanyanya dengan wajah polos.
“Ku rasa dia cocok untukmu,” sahut Jerry.
“Bahkan aku pun belum mengenalnya. Namanya saja aku tidak tahu.”
“Tenang, aku pasti akan membantumu untuk mencari tahu tentang wanita itu.”
Ada rasa tersendiri dalam hati Fathan. Dan baru kali ini ia merasakan hak aneh yang hinggap dalam hatinya. Senyum wanita itu mmampu membuat jantung Fathan berdegub dengan kencang. Azka yang sedari tadi memperhatikan kejadian itu, lalu mengajak mereka untuk segera masuk ke dalam kelas.
Fathan dan Alleta tidak berada dalam satu kelas yang sama. Walau jurusan sama, tetapi mereka terpisah. Alleta yang kebetulan satu kelas dengan Hera, merasa gembira. Setidaknya, ada orang yang Alleta kenal.
**
Jam mata kuliah berjalan dengan semestinya. Diawali dengan perkenalan antar mahasiswa, dan dilanjutkan dengan pemberian materi. Beberapa jam telah berlalu, kini waktunya untuk mereka istirahat. Hera mengajak Alleta pergi ke kantin untuk makan siang.
Kemudian Alleta memesan beberapa makanan untuk mereka berdua. Hera menceritakan kesan pertamanya bertemu dengan dosen yang berbeda sekali dengan guru yang ada di sekolah.
“Ya pastinya berbeda. Kita ini sudah kuliah, Ra,” jelas Alleta.
“Hahahah, iya. Dosen tadi galak juga, ya? Sudah kumisnya tebal lagi, kayak gimana istrinya di rumah kalau mau cium?Apa tidak merasa geli?”Hera membayangkan kejadian itu.
Alleta yang memperhatikannya lalu terkekeh geli, apalagi melihat ekspresi wajah Hera yang menghayati khayalannya.
“Kamu mau jadi istri ke-dua?” tanya Alleta menggoda.
“Enak saja, mana mau aku menjadi istri ke-dua, jangan sampai kejadian.”
“Hahahah, ya biar kamu tahu bagaimana rasanya dicium olehnya yang berkumis tebal itu.”
Hera mengerucutkan bibirnya kesal, dan Alleta tidak berhenti tertawa sejak tadi.Bahkan sampai mengeluarkan air mata. Hera menyudahi perbincangan tentang dosennya itu, ia mengalihkan pembicaraan dengan mengajak Alleta untuk segera menikmati makanan yang sudah datang.
Sementara Fathan melihat kembali wanita yang tadi pagi ia tabrak. Segera Fathan menghentikan langkah kakinya.Membuat teman-temannya ikut terhenti juga.
“Ada apa? Kenapa berhenti?” tanya Adli terheran-heran.
“Aku melihat wanita yang tadi pagi.”
“Mana?” Jerry mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan wanita itu.
Fathan menunjuk dengan jari telunjuknya.
Rupanya wanita itu sedang bersama dengan orang lain. Mereka berbincang cukup serius, dan tak lama kemudian wanita itu pergi.Muncul suatu ide dalam otak Fathan. Ia berjalan menghampiri orang yang tadi ditemui oleh wanita itu. Ia hendak menanyakan seputar wanita yang mampu membuatnya tertegun.
“Hai! Maaf mengganggu waktumu,” ucap Fathan dengan sopan.
“Oh, Hai! Ada apa, ya?”
“Aku hanya ingin tahu, wanita tadi yang berbincang denganmu, itu siapa namanya?” Fathan harap-harap cemas.
“Oh, yang tadi? Itu Ashil.”
“Dia kuliah di sini juga?”
“Iya begitu, memangnya ada apa, ya?” tanya dia penasaran.
“Oh, tidak apa-apa. Aku hanya bertanya saja.”
Fathan mengangguk faham. Sekarang ia sudah tahu nama dari wanita itu. Lalu Fathan mengucapkan banyak terima kasih, dan kemudian pergi. Ia memberi tahu teman-temannya tentang siapa nama wanita itu.
“Jika disandingkan denganmu, maka akan menjadi pasangan yang serasi,” celetuk Azka yang sedari tadi hanya diam saja.
Fathan menaikkan bahunya, “Aku tidak tahu.”
“Ya sudah kapan kita sampai ke kantin kalau terus berdiam diri di sini?” Adli sudah tidak sabar karena sejak tadi perutnya meminta untuk diisi makanan.
Sampainya di kantin. Mereka lalu duduk di kursi yang masih kosong, dan tugas Jerry adalah memesan minuman serta makanan untuk mereka semua. Alleta menyadari akan kehadiran Fathan di sana. Ia menoleh, dan benar saja, Fathan sudah berada tepat di depannya.
“Fathan itu sama siapa?” Hera mencondongkan tubuhnya agar dapat melihat dengan jelas.
“Sama teman barunya, mungkin tapi,” jawab Alleta sambil mengaduk minuman menggunakan sedotan.
“Cepat sekali dia mempunyai teman baru.”
“Iya karena Fathan mudah bergaul,” balas Alleta singkat.
Alleta memandangi Fathan dan curi-curi pandang terhadapnya, tanpa Fathan ketahui. Dan Alleta memperhatikan Fathan yang terkadang tertawa bersama dengan teman-temannya. Ia belum pernah melihat Fathan segembira ini sebelumnya, karena ia selalu saja melihat ekspresi wajah suaminya yang datar.
“Oiya, Al. Aku boleh main ke rumahmu, ‘kan?” Hera membuyarkan lamunan Alleta.
“Eh, iya, boleh saja. Nanti aku akan mengajakmu untuk berkunjung ke rumahku.”
“Tapi Fathan bagaimana? Nanti dia tidak mengizinkan lagi.”
“Sudah tenang saja, Fathan pasti tidak akan mempermasalahkan hal itu.”
Hera mengembangkan senyumnya.Karena memang biasanya mereka selalu menghabiskan waktu berdua, dan Hera pun kadang sampai menginap di rumah Alleta jika ada tugas yang mengharuskan mereka mengerjakan sampai larut malam.
**
Bersambung.