Bab 12 Buku Catatan
Bab 12 Buku Catatan
Setelah acara sarapan, Alleta kemudian mengajak Fathan untuk segera pergi ke toko yang selalu dikunjungi olehnya sewaktu akan melaksanakan tahun ajaran baru. Tetapi bedanya kali ini, Alleta akan pergi bersama sang suami untuk membeli peralatan kampus. Sedikit berbeda, tetapi mau tidak mau Alleta harus melakukannya. Mungkin jika sudah sampai sana, ia akan menjadi bahan ejekan penjaga toko yang kenal sekali dengan dirinya.
Fathan mengambil motornya di dalam garasi, sementara itu Alleta sibuk membetulkan tatanan rambutnya agar lebih kencang ikatannya. Kebetulan pagi ini, Alleta sedang menggunakan ikat rambut berwarna merah muda, dan tampak seperti ekor kuda.
“Naik,” pinta Fathan.
Alleta pun menaiki motor itu, tetapi sebelumnya ia sudah mengenakan helm untuk pengaman. Alleta menunjukkan jalannya kepada Fathan. Tidak berapa lama, mereka akhirnya sampai di depan toko itu. Tidak terlalu besar, tetapi menurut Alleta itu adalah toko yang cukup lengkap dan juga murah.Ia tidak terbiasa membeli barang mahal yang ada di mall atau lain sebagainya.
“Selamat pagi, Tuan Yoan,” sapa Alleta tidak lupa dengan senyum manis miliknya.
Tuan Yoan menoleh, “Ya ampun, Al. apa kabar? Sudah lama sekali kamu tidak berkunjung ke sini?”
“Iya, Tuan. Alleta masih banyak urusan.”
“Mau cari apa, cantik?” Tuan Yoan tersenyum genit.
Fathan yang melihat itu menatap sinis ke arah pria setengah baya yang memakai kaca mata itu.Sedangkan Tuan Yoan baru sadar kalau Alleta datang dengan seorang laki-laki.Kemudian Tuan Yoan melepaskan kaca matanya, dan meletakkan di atas kepala.
“Siapa itu, Al? Pacar kamu? Saya tidak pernah melihat dia,” ujar Tuan Yoan dengan tatapan menyidik.
“Oh dia itu.”
Belum sempat Alleta menjawab, Fathan mencegahnya sehingga Alleta menghentikan bicaranya.
“Saya Fathan - teman Alleta.”
Tuan Yoan mengangguk faham, lalu menanyakan apa yang akan dicari oleh gadis cantik yang ramah itu.
Alleta memilih beberapa buku yang menurutnya sangat diperlukan. Sedangkan Fathan lebih memilih untuk melihat-lihat saja tanpa ada niatan untuk membelinya. Fathan membiarkan Alleta memborong begitu banyak belanjaan.
“Fathan,” panggil Alleta.
“Ada apa? Pilih saja sesuka hatimu.”
“Kamu tidak ingin membeli apa pun? Atau perlu aku pilihkan?” tanya Alleta dengan menyodorkan sebuah buku tulis untuknya.
Fathan menolak buku itu, “Tidak perlu. Aku cukup mengantarmu saja.”
“Oke baiklah kalau begitu.”
Saat Alleta tengah sibuk memilih barang.Secara tiba-tiba Fathan emlihat sesuatu yang berada di sebuah rak. Ia berjalan menghampiri rak tersebut, lalu ia mengambilnya. Rupanya sebuah buku catatan berwarna cokelat, da nada pita di depannya.Fathan membawa buku itu ke kasir, dan membelinya.
Cukup lama mereka berada di sana, dan Alleta sudah mengumpulkan semua barang yang ia perlukan. Lalu membawanya ke meja kasir untuk dihitung jumlahnya.
“Sudah, ini saja, Al?” tanya Tuan Yoan yang membantu menghitung semuanya.
“Sudah, Tuan. Hanya ini yang saya perlukan.”
“Oke, baiklah kalau begitu. Biar saya hitung dulu.”
Tuan Yoan meghitung menggunakan sebuah kalkulator.Dan seorang kasir memasukkan barang itu ke dalam kantong plastik berwarna hitam. Fathan sudah menunggu di luar, ia merasa kepanasan karena memang di dalam toko tidak ada AC dan hanya ada kipas angina. Setelah selesai, Alleta berpamitan pada Tuan Yoan dan segera keluar untuk menghampiri Fathan.
“Sudah?” tanya Fathan sambil memperhatikan Alleta yang sedang kerepotan.
“Sudah. Kamu yakin tidak membeli apa pun? Selagi masih ada di sini.”
“Tidak.Ini untukmu.” Fathan memberikan buku catatan itu kepada Alleta.
Sekarang Alleta menyernyitkan dahinya, “Ini apa?”
“Buku.”
“Untuk apa?”Alleta tidak mengerti.
“Kamu suka menulis, bukan? Ini untukmu.”Fathan menyerahkan buku itu tepat di tangan Alleta.
Alleta menerimanya walau ia belum sepenuhnya mengerti. Lalu Fathan mengajak Alleta untuk segera pulang ke rumah.Karena cuaca mulai terik karena matahari bersinar sangat terang. Alleta diam saja, ia hanya memandangi buku catatan itu.
“Sejak kapan dia tahu kalau aku suka menulis? Bukannya dia tidak pernah memperhatikanku?” gumam Alleta dalam hati.
Tetapi ia senang, karena mendapat buku baru. Jadi ia akan menggunakan buku itu dengan sebaik-baiknya. Alleta menatap ke arah punggu Fathan yang sedang sibuk menyetir.Ia menghela nafas panjang, tanpa sadar sekarang bibirnya sudah tertarik membentuk senyuman tipis yang manis.
**
Esok hari.
Alleta sudah bersiap. Ia mengenakan celana panjang berwarna hitam, tidak terlalu ketat. Karena Alleta tidak menyukai pakaian yang menunjukkan lekuk tubuhnya. Rambutnya menjuntai sampai ke bahu, dengan polesan lipstick berwarna merah muda, membuat tampilan Alleta menjadi sempurna.
Ia berjalan dengan gontai menuju keberadaan Fathan. Jantung Alleta berdegub dengan kencang, karena ini adalah hari pertama ia pergi ke kampus sebagai seorang mahasiswi. Masa putih abu-abu telah dilewati begitu saja, dengan berbagai macam kejadian.Baik itu menyenangakan, sampai menyedihkan.
“Untuk hari ini, kamu berangkat bersamaku. Tetapi besok, naik bus saja,” jelas Fathan tampa melihat ke arah Alleta sedikitpun.
“Oke, aku ikut apa kata kamu saja. Besok aku akan pergi ke kampus dengan menaiki bus atau ojek online saja.”
Fathan menjawab dengan deheman. Sebelum pergi, Alleta mengajak Fathan untuk sarapan terlebih dulu. Karena memang jadwal kuliah mereka masih dua jam lagi. Cukup jika mereka sarapan dulu. Alleta sudah menyiapkan roti bakar, karena ia sangat menyukai makanan itu. Apalagi roti bakar yang diolesi dengan cokelat, menambah kenikmatan di dalamnya.
Fathan diam saja sejak tadi, ia tidak berkomentar apa-apa. Alleta hanya menanggapi dengan acuh, karena ia sudah tahu kalau sikap Fathan dingin terhadapnya. Memang mereka belum saling mencintai, bahkan dekat saja baru sejak mereka memutuskan untuk menikah.
**
Sampainya di kampus.
Alleta terlebih dulu pergi ke dalam.Ia berjalan menyusuri koridor kampus, tampak begitu ramai dengan mahasiswa baru yang merupakan satu angkatan dengan dirinya. Alleta mengedarkan padangannya, tidak ada satu pun orang yang ia kenal. Sekarang Alleta menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tiba-tiba.
BRUKK
Tubuh Alleta menabrak seseorang. Segera ia menoleh ke arah orang itu. Dan ternyata itu adalah Hera. Alleta yang gembira sekarang memeluk Hera dengan erat. Raut wajahnya menampakkan rasa gembira sekali, akhirnya bisa bertemu dengan sahabatnya itu.
“Ya ampun, aku kira siapa tadi.Rupanya kamu, Ra,” ucap Alleta sambil menepuk pundak Hera.
“Aku tadi sempat melihatmu di parkiran, tetapi belum sempat aku memanggi, kamu sudah hilang. Dan untuk saja kita bertemu di sini.”
“Iya, aku senang sekali. Akhirnya ada orang yang aku kenal. Dari tadi aku hanya diam dan tidak tahu harus melakukan apa?”
Hera tertawa geli memperhatikan wajah Alleta seperti anak kecil yang ditinggal pergi oleh orang tuanya.
Hera kemudian mengajak Alleta untuk duduk di sebuah kursi yang ada di samping gedung kampus. Ia sempat melirik ke arah arloji miliknya, dan jam mata kuliah masih lama. Alleta mengikut Hera di belakangnya. Lalu mereka pun duduk bersamaan, jika orang yang baru mengenal maka akan mengatakan kalau mereka itu kembar. Padahal tidak, hanya penampilan mereka saja yang sama.
“Fathan di mana? Aku tidak melihatnya sejak tadi?” tanya Hera dengan menggaruk pelipisnya.
“Tadi aku tinggalkan dia di parkiran. Dan sekarang aku tidak tahu dia ada di mana.”
“Aneh. Kamu ‘kan istrinya, harusnya kamu tahu suamimu berada di mana.”
Alleta memutar bola matanya malas. Ia mengalihkan pembicaraan agar Hera tidak bertanya lebih jauh lagi.
**
Bersambung.