Bab 11 Makan Malam (Gagal)
Bab 11 Makan Malam (Gagal)
Terpaksa Fathan kembali berjalan kaki. Malam ini ia berturut-turut sial, ia sudah lelah bahkan pakaiannya sengaja ia buka karena gerah dan keringat mulai bercucuran membasahi sekujur tubuh Fathan. Untung saja tidak ada orang yang melihatnya, kalau pun ada mungkin orang itu akan menganggap dirinya seperti orang gila. Jalan malam-malam dengan keadaan berantakan, lengkap sudah penderitaan untuk Fathan Gibrani.
Tidak lama kemudian, sampailah Fathan di depan rumah. Ia mendengus kasar, karena lelah dan kakinya sudah pegal-pegal. Untung saja ia dapat kembali dengan selamat, pasalnya Fathan orang baru di daerah ini dan ia tidak tahu bagaimana kondisi sekitar sini. Perlahan Fathan membuka pintu.
Klek.
Pintu terbuka dengan gampang, rupanya tidak dikunci oleh Alleta.
“Tidak dikunci, Alleta ke mana?” Fathan terhenti karena heran, semalam ini Alleta belum mengunci pintu rumah.
Fathan menutup kembali pintu itu dan menguncinya, lalu ia melangkahkan kaki dengan gontai menuju kamar. Namun saat melewati ruang keluarga, ia terkejut melihat Alleta yang tengah tertidur di sofa. Karena penasaran akhirnya Fathan menghampirinya. Ia melihat Alleta yang sedang tertidur dengan pulas bahkan masih mengenakan gaun berwarna merah muda.
“Dia mau ke mana? Pakai gaun segala?” ujar Fathan pelan.
Lalu ia menggoyahkan tubuh Alleta dengan perlahan karena takut kalau Alleta akan terkejut. Berkali-kali Fathan mencobanya tetapi gadis itu tidak kunjung merespon.
“Al, bangun. Kamu kenapa tidur di sini?”
Sadar ada yang memanggilnya, spontan Alleta membuka mata. Remang-remang ia melihat ada sosok pria yang berada di sampingnya. Alleta mengucek matanya agar lebih fokus. Saat sudah fokus, rupanya Fathan sedang duduk sambil terus menggoyahkan lengannya. Alleta terperanjat, ia terkejut karena kehadiran Fathan di sini.
“Kamu mau apa di sini?” tanya Alleta yang kesadarannya belum pulih dengan sempurna.
“Harusnya aku yang tanya, kenapa kamu bisa tidur di sofa? Dan kenapa kamu memakai gaun seperti ini?”
Alleta melirik ke arah tubuhnya, ia mencoba menelaah setiap pertanyaan dari Fathan. Sial! Alleta melupakan sesuatu, ia baru ingat kalau tadi sedang menunggu pria itu pulang. Alleta menarik nafas panjang, raut wajahnya sudah berubah.
“Aku yang seharusnya tanya, kamu ke mana saja? Aku sudah menunggu sampai tertidur.” Alleta meninggikan suaranya.
“Aku tadi habis kena sial.”
Alleta mengkerutkan dahinya, “Sial? Sial atau kamu pergi sama wanita?” Ia menatap curiga pada Fathan.
Kemudian Fathan menceritakan semuanya, tetapi itu tidak membuat Alleta percaya. Bahkan ia sekarang hendak beranjak pergi dari sana menuju kamar. Fathan tidak bisa mencegahnya karena sekarang Allet melangkahkan kaki terburu-buru masuk ke dalam kamar.
BRUKK
Terdengar suara pintu yang tertutup secara paksa. Fathan memijat pelipisnya, yang terasa sakit. Ia lalu bangkit, dan pergi ke dapur untuk mengambil minum karena sejak tadi kerongkorangnnya sudah kering kerontang. Fathan membuka lemari pendingin, ia meneguk satu gelas air putih dingin. Saat itu pula, Fathan melihat tatanan makanan yang ada di atas meja. Perlahan ia mendekat dan duduk di sana.
“Ini semua Alleta yang menyiapkan?” Ia bertanya-tanya.
Ada rasa bersalah dalam diri Fathan. Ternyata gadis itu telah menyiapkan semua untuknya. Pantas saja tadi gadis itu marah sekali terhadap Fathan. Ternyata ini alasannya. Sementara itu, Alleta yang sudah berganti pakaian lalu menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ia sudah menutup pintu kamar rapat-rapat dan menguncinya. Kening Alleta terus saja mengkerut bahkan sekarang bibirnya ikut mengkerut juga.
“Ingin rasanya aku remas wajah pria itu.” Alleta tampak kesal sekali dengan Fathan.
Terdengar suara ketukan pintu, namun Alleta enggan untuk membukanya. Ia malah menarik selimut dan mulai memejamkan mata. Fathan terus saja mengetuk pintu membuat kebisingan, Alleta menutupi telinganya menggunakan bantal.
“Apa Alleta sudah tidur?” ucap Fathan lirih.
Tidak ada jawaban dari dalam, Fathan mendengus pasrah. Akhirnya ia memutuskan untuk membersihkan tubuh di kamar mandi yang terletak di samping dapur. Setelah selesai mandi, Fathan mencoba kembali mengetuk pintu supaya Alleta membukakannya. Tetapi sia-sia, Fathan tidak mendengar ada aktifitas di dalam kamar. Fathan sudah tidak tahu harus berbuat apa, sementara matanya kini telah diserang rasa kantuk.
Karena tidak ada pilihan, akhirnya Fathan tidur di sofa dengan tidak menggunakan apa pun. Ia menyadari kesalahannya sehingga membuat Alleta marah terhadapnya.
**
Keesokan harinya.
Alleta menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal. Ia menguap lebar tetapi berhasil ditutupi menggunakan telapak tangan. Alleta menggaruk kepalanya dan melirik ke arah jam. Ternyata sudah pagi, dan tidur Alleta begitu nyaman dengan mimpi bertemu idolanya. Saat ia masih mengumpulkan nyawa, Alleta mendengar ada suara bising dari luar. Karena penasaran akhirnya Alleta memutuskan untuk pergi keluar kamar.
Tetapi sebelum itu, ia terlebih dulu mencuci muka agar tampak lebih segar. Masih menggukan baju tidur, Alleta keluar kamar dan perlahan melangkahkan kakinya mencari sumber suara. Alleta mengedarkan pandangannya ketika ia berdiri di ruang keluarga.
“Tidak ada siapa pun? Tadi suara apa?” gumam Alleta dalam hati.
Rupanya suara itu bersumber dari dapur. Segera ia menghampirinya, dan ternyata Alleta melihat Fathan sedang menghangatkan makanan menggunakan microwafe. Alleta terdiam menyaksikan betapa sibuknya Fathan menata kembali makanan yang telah ia hangatkan ke atas piring dan mengkuk. Sadar bahwa ada yang memeperhatikannya, Fathan menoleh.
“Sudah bangun?” tanya Fathan yang membuyarkan lamunan Alleta.
“Eh, iya, sudah. Kamu sedang apa?”
“Aku sedang menghangatkan makanan untuk sarapan kita.”
Mendengar jawaban dari Fathan membuat hati Alleta bergetar. Ia tidak pernah menyangka kalau Fathan akan berbuat seperti ini terhadapnya. Bahkan Alleta hany mengira kalau Fathan itu main-main dan tidak menghargai dirinya. Tanpa sadar, ia mengembangkan senyumnya ketika melihat ada keringat yang membasahi wajah tampan milik pria itu.
Perlahan Alleta mendekatinya, ia menghentikan Fathan dengan cara menarik tubuhnya. Karena hal itu membuat tubuh Fathan memutar, dan sekarang mereka berdua sudah saling berhadapan satu sama lain. Jarak diantara mereka begitu dekat, Alleta mengangkat tangannya dan mulai mengusap keringat yang ada di dahi Fathan.
Sementara itu Fathan menatap mata Alleta dengan lekat. Dengan gemetar, Alleta memberanikan diri untuk melakukan hal itu.
“Maaf.” Suara Fathan terdengar lembut sekali. Bahkan nafasnya bertabrakan dengan wajah Alleta, dan terasa hangat.
“Iya tidak apa, lupakan saja. Lagi pula aku yang salah sudah menuduhmu yang tidak-tidak semalam.”
Fathan melangkahkan kakinya mundur dan menarik kursi untuk duduk, “Tidak heran jika kamu bilang begitu. Aku ‘kan tampan? Wajah kalau banyak yang suka.” Fathan menjawab dengan kepercayaan yang tinggi.
Mendengarkan itu membuat Alleta memutar bola matanya malas.
Kemudian mereka berdua sarapan bersama. Fathan memasukkan satu sendok makanan ke mulutnya, dengan perlahan ia merasakan setiap rasa yang ada pada makanan itu. Alleta yang melihatnya harap-harap cemas, karena ini pertama kalinya Fathan mencoba masakan dari Alleta.
“Bagaimana?” tanya Alleta dengan raut wajah yang cemas.
“Em, enak kok. Kamu pintar masak juga,” balas Fathan.
Alleta tersipu malu, “Aku suka bereksperimen untuk membuat makanan. Ya jadilah begitu.”
Fathan mengangguk faham. Lalu mereka melanjutkan kembali acara sarapan pagi. Tidak lupa kalau Alleta memberi tahu jika mereka perlu membeli peralatan untuk kuliah. Tinggal menghitung hari mereka masuk kuliah dan perlu mempersiapkan semuanya. Fathan setuju dengan itu, setelah sarapan mereka akan langsung pergi dan tidak harus memesan taksi karena motor milik Fathan sudah diantara ke sini.
**
Bersambung.