Bab 14 Bertemu Gadis Manis
Bab 14 Bertemu Gadis Manis
Sekarang Alleta sedang menunggu Fathan di koridor kampus.Ia telah mengirim pesan tetapi tidak mendapat jawaban dari suaminya itu. Sedangkan Hera, sudah pulang lebih dulu. Karena lama menunggu, akhirnya Alleta memutuskan untuk mengubungi Fathan lagi.Ia mencari kontak yang berama Fathan dan langsung menghubunginya. Sambungan itu berdering, tetapi tidak ada jawaban.Hingga akhirnya Fathan menolak panggilan itu.
Alleta menyernyitkan dahinya bingung, ia menatap ke arah ponsel yang masih menunjukkan kontak Fathan.
“Kenapa dimatikan?Apa lagi di jalan?”Alleta menebak.
Hari sudah petang, dan tidak mungkin jika ia terus berada di kampus. Dengan terpaksa, Alleta memesan taksi online. Sebelum memesan, Alleta terlebih dulu mengecek isi dompertnya. Ia khawatir jika uang yang dibawa tidak cukup untuk memesan taksi online. Alleta memang sengaja menyisihkan sebagain uangnya, untuk jaga-jaga jika ada keperluan mendadak.
Tidak berapa lama, taksi pun datang. Alleta segera menaikinya, dan pulang ke rumah. Sampainya di rumah, Alleta melihat pintu yang terbuka dan motor Fathan sudah terparkir sempurna di garasi.
“Dia sudah pulang? Kenapa tidak memberi kabar terlebih dulu?” Alleta bertanya-tanya.
Ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Dan benar saja, Fathan rupanya sedang bermain ponsel di sofa. Fathan tampak serius sekali mengusap layarnya itu.Seperti sedang mencari sesuatu. Alleta lalu berjalan menghampirinya.
“Kamu sudah pulang?” tanya Alleta membuat Fathan menyembunyikan ponselnya.
“Eh, iya. Maaf, tadi aku buru-buru, lagi pula aku ‘kan sudah bilang jika kamu harusnya pulang pergi naik bus.”
“Kenapa ponselnya langsung disembunyikan? Memangnya kamu lagi main apa?” Pandangan Alleta menyidik.
“Tidak ada apa-apa, ya sudah aku lelah ingin istirahat.”
Alleta menghela nafas panjang, ia kemudian meletakkan tas dan segera membersihkan tubuhnya. Walau tubuhnya terasa lelah, Alleta harus memasak.Karena itu sudah menjadi salah satu kewajibannya sebagai seorang istri.
Sementara Fathan kini terbaring di atas tempat tidur. Ia masih berkutat dengan ponselnya sejak tadi. Dan ternyata ia sedang mencari informasi tentang Ashil. Ia mencari sosal media milik pujaan hatinya itu, dan mencoba untuk berkenalan dengannya. Tetapi cukup lama Fathan mengirimkan pesan, belum juga ada balasan. Akhirnya ia hanya melihat foto yang ada di beranda social milik Ashil.
“Sempurna. Ini gadis cantik sekali. Andai saja aku bisa memilikinya,” gumam Fathan dalam hati.
Fathan tidak tahu jika sedari tadi ia terus memikirkan gadis itu. Di dalam benaknya selalu terlintas senyuman Ashil yang begitu cantik jelita. Tanpa sadar, sambil membayangkan wajah Ashil, Fathan mengembangkan senyumnya. Ia meletakkan ponsel yang masih menunjukkan foto gadis itu, tepat di dadanya.
Cklek.
Terdengar suara pintu yang terbuka. Fathan segera mengeluarkan layar ponselnya dari beranda social media milik Ashil. Saking terkejutnya, Fathan sampai terperanjat dan wajahnya tegang sekali.
“Kamu kenapa tegang begitu?” tanya Alleta pelan.
“Memangnya kenapa? Apa urusannya denganmu?”
Alleta menaruh rasa curiga, karena tidak biasanya Fathan berlama-lama dengan ponsel. Biasanya Fathan lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain game. Tetapi kali ini, Alleta melihat Fathan yang aktif di social media.
“Aku sudah memasak untuk makan malam, kamu mau makan sekarang atau nanti?” tanya Alleta lagi.
“Nanti saja, aku sedang sibuk.”
“Sibuk? Sibuk apa?” Alleta berjalan mendekatinya, ia penasaran dengan isi dari ponsel Fathan.
“Kamu itu sudah lancing, jangn sekali-kali ikut campur dengan urusanku,” bentak Fathan.
Bentakan itu membuat Alleta terdiam. Ia belum pernah melihat Fathan yang kasar seperti itu. Biasanya Fathan lebih diam dan cuek, tetapi kali ini semua sikap itu berubah. Alleta tidak mau ambil pusing, ia tidak membahas lagi tentang itu dan mengajak Fathan untuk makan bersama.
Di meja makan, Fathan tidak fokus karena terus terpikir oleh wajah Ashil yang selalu mengganggu pikirannya. Alleta sedari tadi memperhatikan Fathan yang tersenyum tanpa sebab. Ia ingin menanyakannya lagi, tetapi pastinya Fathan akan marah besar terhadapnya. Maka dari itu, Alleta memilih untuk diam saja.
“Aku tidak akan mengganggu urusan pribadi kamu, dengan syarat kamu juga tidak usah ikut campur dengan urusanku,” ujar Fathan penuh ketegasan.
“Oke, baiklah kalau begitu. Aku akan selalu ingat.”
“Bagus, kamu memang wanita yang penurut.”
Alleta tidak bisa berbuat apa-apa, karena sesungguhnya yang berkuasa di rumah ini adalah Fathan. Bisa dikatakan ia hanya menumpang hidup, dan bekerja sebagai pelayan Fathan yang selalu mengurusi keperluan pribadinya.
Makan malam selesai, Fathan lebih dulu pergi ke kamar. Lalu disusul oleh Alleta yang telah selesai membereskan pekerjaan rumahnya. Perlahan Alleta berjalan dan naik ke atas tempat tidur. Sementara Fathan masih bermain dengan ponselnya tiada henti. Alleta menarik selimut dan meletakkan di tubuhnya, ia sempat melirik sekejap ke arah suaminya itu, hingga akhirnya Alleta memutuskan untuk tidur lebih awal.
**
Keesokan harinya.
Fathan masih tertidur dengan lelap. Kebetulan jadwal kuliah masih siang, maka dari itu ia manfaatkan untuk tidur lebih lama. Sedangkan Alleta sudah pergi ke kampus dengan menaiki bus. Ia meminimalisir pengeluaran dengan naik bus ke kampus. Tetapi sebelum pergi, Alleta sudah menyiapkan sarapan nasi goreng untuk Fathan. Jadi Fathan tidak perlu pergi ke luar untuk mencari makanan.
Fathan memicingkan matanya, melihat ke arah jendela kamar. Sinar matahari pagi cukup menyorot hingga tembus sampai ke dalam sana. Fathan mencari keberadaan ponselnya, dan ternyata ada di atas meja. Ia melihat tidak ada pesan masuk. Setelah itu Fathan meregangkan ototnya yang tegang agar lebih rileks. Lalu ia memutuskan untuk pergi ke kamar mandi.
Pagi ini Fathan akan pergi ke kampus lebih awal, karena ia merasa suntuk dan berharap bertemu lagi dengan Ashil. Selesai membersihkan tubuh, Fathan hendak membuka lemari pendingin untuk mengambil air dingin di dalam sana. Tiba-tiba ia mencium aroma sedap dari atas meja makan.
“Alleta sudah masak? Padahal masih pagi,” ujar Fathan sambil melirik ke arah arloji yang dipakainya.
Fathan baru ingat, kalau sejak ia bangun belum melihat keberadaan Alleta. Ada sepucuk surat yang tergeletak di samping piring. Fathan meraih dan membacanya, rupanya itu adalah pesan dari Alleta. Yang bertuliskan agar Fathan sarapan terlebih dulu, dan ia harus terburu-buru ke kampus karena ada kelas pagi.
Fathan meletakkan kembali surat itu, lalu duduk dan menyantap sarapan paginya. Rasa nasi goreng itu terasa enak di lidahnya. Bahkan Fathan sampai menambah beberapa kali.
“Enak juga masakan gadis itu,” ujar Fathan lirih sambil mengambil nasi goreng untuk kesekian kalinya.
**
Sekarang Fathan sudah berada di luar rumah. Ia mengendarai motornya menuju kampus. Saat di perjalanan, mata Fathan tertuju pada salah satu ruko yang ada di pinggir jalan.Akhirnya Fathan meminggirkan laju motornya dan menghampiri orang itu. Rupanya dia adalah Ashil, dan Fathan bisa melihat dia dari kejauhan.
Fathan berhenti tepat di depan gadis itu. Ashil tampak kebingungan, terlihat dari dahi yang mengkrut menampakkan beberapa garis di sana.
“Hai!” sapa Fathan.
“Iya, Hai! Kamu yang kemarin di kampus itu, bukan?”
“Iya, ingatanmu bagus juga,” sahut Fathan.
“Oh, tentunya. Ada apa?”
“Kamu mau ke mana? Biar aku antar.” Fathan tersenyum.
“Aku mau ke kampus,” jawab Ashil singkat.
“Kebetulan kalau begitu. Kita sama-sama saja ke kampusnya. Aku juga mau pergi ke kampus.”
Fathan mengajak Ashil untuk pergi bersamanya. Awalnya Ashil menolak, dengan alasan ia sudah memesan taksi dan sebentar lagi taksi itu datang. Tetapi dengan segala rayuan, Fathan berhasil membujuk Ashil untuk pergi bersamanya.
“Oiya, sebelumnya aku belum tahu namamu. Dan sepertinya kamu sudah mengenalku?”Ashil bertanya-tanya.
Sial! Sekarang Fathan sudah ketahuan telah mencari informasi tentangnya.
**
Bersambung.