Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Mengadu

Bab 9 Mengadu

Sulastri begitu terperangah melihat tubuh Kenanga yang lebam-lebam dan di dekat paha anak kecil itu ia melihat bekas sundutan rokok sampai ada beberapa lubang.

"Ya Allah tega sekali mas Dadang melakukan ini terhadapmu, Kenanga!" pekik Sulastri sambil menutup mulutnya.

Air mata Sulastri tiba-tiba jatuh di kedua pipinya. Wanita itu begitu menyesal tidak bisa mengawasi keponakannya itu selama di rumah karena ia harus bekerja. Dan dia berpikir kalau Kenanga pikirannya dewasa meskipun usianya sangat belia. Dengan berlinang air mata Sulastri mengganti seragam sekolah Kenanga, Sulastri mulai mengenakan celana terlebih dahulu. Wanita itu memakaikan celana dengan hati-hati karena takut menyengol borok Kenanga yang belum sembuh. Kemudian dia mengganti baju Kenanga, dengan susah payah Sulastri mengenakan baju tidur yang agak kecilan saat di pakai Kenanga.

"Hiks hiks hiks."

Suara tangisan Sulastri samar-samar didengar oleh Bu Siti yang sedang memasak di dapur, wanita itu mematikan kompor kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar Kenanga. Bu Siti menarik handle pintu yang ada di kamar itu hingga terbuka sebagian, Bu Siti mengintip ke dalam kamar itu dan ia melihat Sulastri sedang menangis di tepi tempat tidur Kenanga. Bu Siti langsung masuk ke kamar itu dan menepuk bahu Sulastri.

"Sulastri kenapa kau menangis?" tanya Bu Siti.

"Hiks hiks hiks. Ibuu," jerit Sulastri sembari menoleh ke arah Ibunya.

"Ceritakan apa yang terjadi!" pinta Bu Siti berapi-api.

"Ibu, mas Dadang keterlaluan, masak paha Kenanga disundut rokok," ungkap Sulastri sembari membuka celana Kenanga lalu menyingkap celana itu hingga terbuka paha Kenanga.

Bu Siti yang melihat paha Kenanga penuh sundutan rokok mata wanita itu membelalak, pupilnya membulat sempurna, darahnya mendesir, giginya gemeretak dan dadanya bergemuruh hebat, seketika emosi wanita itu meningkat. Bu Siti kemudian berlalu dari kamar Kenanga menuju ke kamar yang di tempati oleh Dadang.

"Ibu mau ke mana?" tanya Sulastri sembari ikut beranjak dari kamar Kenanga lalu Sulastri mengekor langkah Ibunya.

Bu Siti sudah sampai di kamar Dadang dan disusul oleh Sulastri dibelakangnya. Wanita tua itu membuka lemari dan mengambil baju-baju Dadang satu persatu dan memasukkan ke dalam tas yang tadi di dalam lemari itu juga.

"Ibu apa yang akan Ibu lakukan dengan baju-baju mas Dadang?" tanya Sulastri penasaran.

Bu Siti tidak menjawab pertanyaan dari Sulastri, wanita itu masih sibuk memasukkan bajunya Dadang. Setelah selesai memasukkan baju-baju itu ke dalam tas Bu Siti lalu melangkahkan kakinya menuju ke ruang tamu dan tas itu dilempar ke atas kursi kayu yang ada di ruang tamu itu.

"Ibu kenapa tidak menjawab pertanyaanku?" tanya Sulastri.

"Aku akan mengusir kakakmu itu dari rumah ini. Ibu tidak tahu lagi melakukan apalagi terhadap dia, dia satu-satunya anak laki-laki Ibu seharusnya membuat Ibu bangga tetapi dia sudah sangat mengecewakan Ibu. Bahkan dia sudah melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri," geram Bu Siti.

Sulastri yang melihat Ibunya masih diliputi emosi berusaha membuat Ibunya itu agar bersabar karena Sulastri takut kalau darah tinggi Ibunya itu kumat. Nanti kalau kakaknya pulang biar Sulastri yang akan memarahi kakaknya itu.

"Ibu sekarang beristirahatlah karena sudah malam," pinta Sulastri sambil mendongakkan kepalanya melihat jam dinding yang ada di ruang tamu itu.

"Ibu akan menunggu kakakmu," ujar Bu Siti.

"Ibu mas Dadang tidak mungkin pulang malam ini, percayalah kepadaku!" ucap Sulastri meyakinkan Ibunya.

"Sulastri makanlah, Ibu tadi sudah masak untuk makan malam," pinta Bu Siti.

"Aku tidak nafsu makan Bu," balas Sulastri.

"Ya sudah Ibu ke kamar dulu," pamit Bu Siti sembari meninggalkan ruang tamu.

Sulastri mengunci pintu rumah itu kemudian ia berjalan ke kamar Kenanga, malam itu dia memutuskan untuk menemani Kenanga tidur karena keponakannya itu belum sadar juga sampai sekarang. Setelah sampai di kamar Kenanga, Sulastri menyelimuti Kenanga dengan selimut sampai dada Kenanga. Sulastri kemudian membelai rambut keponakannya itu dan menyelipkan rambut Kenanga yang berserakan itu di kedua telinga gadis itu.

"Kasihan sekali kamu Kenanga," ucap Sulastri dengan wajah sedihnya.

Sulastri ikut merebahkan badannya di sebelah keponakannya itu dan tidak berapa lama wanita itu sudah terlelap. Keesokan harinya Sulastri bangun terlebih dahulu, setelah itu ia ke dapur mengambil air hangat untuk menyeka Kenanga. Setelah sampai di kamar, Sulastri mau mengelap tubuh Kenanga tetapi tiba-tiba keponakannya itu mengerjapkan matanya dan kemudian membuka kedua matanya.

"Kenanga kamu sudah bangun sayang," ujar Sulastri dengan wajah berbinar.

Gadis kecil itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan itu, ia berusaha mengingat apa yang terjadi. Setelah beberapa menit dia teringat kalau dia jatuh pingsan di depan Bambang dan teman-temannya. Lalu dia heran tiba-tiba dia sudah berada di kamarnya bersama dengan Bibinya.

"Bi... Bibi siapa yang membawa Kenanga ke sini?" tanya Kenanga gugup.

"Gurumu Kenanga. Dia membawamu kemari bersama dengan Nenekmu," jawab Sulastri.

Perempuan itu mau melanjutkan menyeka tubuh keponakannya itu tetapi Kenanga memegang erat bajunya, gadis kecil itu takut kalau Bibinya tahu tentang lebam-lebam ditubuhnya.

"Aku harus mencegah Bibi supaya tidak menyeka tubuhku, aku tidak mau nanti Bibi mengetahui luka-luka ditubuhku," batin Kenanga.

"Kenanga lepaskan tanganmu! Bibi akan membersihkan tubuhmu karena dari kemarin kau tidak mandi," pinta Sulastri sembari memegang kancing baju Kenanga.

"Bibi biar Kenanga sendiri yang membersihkan tubuh Kenanga," tolak Kenanga masih berusaha memegang kancing bajunya bagian atas.

"Kenanga kau tidak perlu menutupi lebam di tubuhmu dan juga sundutan rokok di pahamu karena Bibi sudah tahu Nak," jelas Sulastri dengan wajah senduh.

Air mata Sulastri tiba-tiba jatuh lagi di kedua pipinya mengingat luka lebam dan sundutan rokok yang disebabkan oleh ayah Kenanga. Tangan kecil Kenanga menjulur ke kedua pipi Sulastri lalu gadis kecil itu mengusap air mata Bibinya itu menggunakan telapak tangannya.

"Bibi jangan menangis, Kenanga baik-baik saja," ucap Kenanga meyakinkan Bibinya padahal air matanya mau tumpah tetapi ia berusaha menahannya.

"Katakan apa Ayahmu yang melakukan ini Nak?" tanya Sulastri.

Kenanga terdiam kemudian menggelengkan kepalanya, dia teringat dengan ancaman Ayahnya yang memperingatkan bahwa Kenanga tidak boleh mengaduhkan apa yang dilakukan Ayahnya kepada Bibi dan Neneknya karena kalau dia mengaduh maka Ayahnya akan menyiksanya lebih kejam lagi.

"Kau tidak usah bohong Kenanga dan jangan takut Bibi dan Nenek akan selalu melindungimu," ucap Sulastri meyakinkan gadis kecil itu.

Kenanga pun menceritakan apa yang dilakukan oleh Ayahnya dan ancaman Ayahnya. Tiba-tiba dari luar terdengar suara Dadang yang barusan pulang, dia berteriak memanggil nama Sulastri. Sulastri yang dipanggil oleh kakaknya itu segera menghampiri Dadang di ruang tamu.

"Sulastri kenapa kau lama sekali? Dan apa kau tuli? Dari tadi aku berteriak memanggilmu tetapi kau tidak menyahut teriakanku," bentak Dadang.

Sulastri hanya diam dan menatap kakaknya itu tanpa berkedip, tangan Sulastri mengepal. Wanita itu rasanya ingin memukul kakaknya itu karena geram dengan kelakuannya.

"Sulastri kenapa kau diam saja? Bagi duitmu kepadamu," perintah Dadang sambil menengadahkan tangannya.

Tiba-tiba pintu ruang tamu itu terbuka dan nampaklah Bu Siti dan beberapa warga di sana. Bu Siti yang tahu anak laki-lakinya akan datang ia langsung meminta bantuan kepada warga untuk melindungi cucu dan anaknya Sulastri. Bu Siti yang melihat Dadang, kembali emosi wanita itu tersulut apalagi saat melihat anak laki-laki satu-satunya itu menengadahkan tangannya di depan Sulastri.

"Dadaang," teriak Bu Siti sembari mendekat ke arah Dadang.

"Kebetulan Ibu di sini, aku mau minta uang sama Ibu," pinta Dadang tanpa dosa.

"Ibu tidak akan memberikannya kepadamu, kau ini anak laki-laki seharusnya kau bisa melindungi keluargamu terutama anakmu Kenanga. Kenapa kau memukul cucuku?" tanya Bu Siti sembari mengambil tas yang berisi baju-baju Dadang.

"Ibu apa anak sialan itu yang mengadu kepada Ibu?" tanya Dadang balik.

"Kau tidak boleh menyebut Kenanga anak sialan, dia itu darah dagingmu sendiri," ucap Bu Siti sambil menuding Dadang.

"Dia itu memang bukan anak aku Ibu," ucap Dadang tidak terima dituding-tuding oleh Ibunya.

"Aku sudah muak kepadamu, sekarang angkat kaki dari rumah ini!" perintah Bu Siti sambil melempar tas milik Dadang di hadapan laki-laki itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel