Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Meringsut

Bab 10 Meringsut

Kenanga yang sedang di dalam kamarnya samar-samar mendengar keributan dari luar. Gadis kecil itu berjalan mendekat ke arah pintu kamarnya, lalu ia merapatkan telinganya ke pintu itu dan mendengarkan dengan seksama apa yang diributkan oleh Nenek dan orang yang tidak dikenal oleh Kenanga. Kenanga mendengar Neneknya sedang bertengkar dengan Ayahnya, Nenek Kenanga menyalahkan Dadang karena sudah menganiaya cucunya itu. Karena hal tersebut Kenanga menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menutup mulutnya, gadis kecil itu lalu memukul mulutnya sendiri.

"Plak plak plak. Terdengar suara pukulan di mulut Kenanga.

"Dasar mulut tidak berguna kenapa kau mengadukan masalah ini kepada Nenek dan Bibimu? Ini salahmu Kenanga sehingga Nenek dan Ayahmu bertengkar," caci Kenanga kepada dirinya sendiri.

"Tiidaaak," teriak Kenanga dari dalam kamarnya.

"Itu bukan salahku, itu salah Ayahku," teriak Kenanga lagi.

Bu Siti yang tadi terlihat emosi di depan Dadang, seketika wanita tua itu berlari mendekat ke arah kamar Kenanga diikuti oleh beberapa warga yang tadi dimintai tolong oleh Bu Siti datang ke rumahnya. Sedangkan di dalam kamar Kenanga yang mendengar suara derap langkah kaki beberapa orang, gadis kecil itu beringsut. Kenanga segera mengunci pintu kamar itu dan berlari menjauhi pintu itu. Semua sudah berkumpul di depan kamar Kenanga termasuk Ayahnya Dadang.

"Dok dok dok."

Pintu kamar Kenanga digedor oleh Dadang, laki-laki itu mengancam Kenanga.

"Hei anak sialan buka pintunya atau aku akan mendobrak pintu ini," ancam Dadang yang tangannya masih menggedor-gedor pintu kamar itu.

Kenanga yang mendengar suara Ayahnya, ia semakin memundurkan langkah kakinya sampai dipojokan kamar. Gadis kecil itu takut dipukuli Ayahnya lagi kalau sampai laki-laki itu berhasil membuka pintu kamarnya. Sedangkan di luar kamar Sulastri terlihat marah karena Dadang menggedor-gedor pintu kamar Kenanga.

"Hentikan Mas!" perintah Sulastri sembari mendekat ke arah Dadang dan memegang tangan kakaknya yang dipakai untuk menggedor pintu kamar Kenanga.

"Lepaskan tanganku Sulastri atau aku akan memukulmu seperti anak sialan itu," ancam Dadang sambil berusaha melepaskan tangannya yang dicengkeram oleh Sulastri.

"Mas Dadang jangan seperti itu, mbak Sulastri itu adikmu. Seharusnya kau sebagai kakak laki-laki melindunginya bukan malah akan memukulnya," tutur salah satu warga yang melerai pertengkaran antara kakak beradik itu.

Dadang yang dinasehati warga dia tidak terima, laki-laki itu langsung menghempaskan tangan Sulastri yang tadi mencengkeram tangannya. Dadang segera menghampiri warga tadi dan hendak memukul lelaki itu tetapi tiba-tiba tangan dan tubuhnya dipegangi oleh warga lainnya.

"Dadang apa yang akan kau lakukan?" sentak Bu Siti.

"Dasar anak tidak berguna, cepat pergi dari sini!" usir Bu Siti yang diikuti suara warga yang lainnya ikut mengusir Dadang.

Dadang berusaha lepas dari cengkeram warga tetapi karena kalah tenaga, dia akhirnya menyerah memberontak. Warga yang sudah geram dengan kelakuan Dadang, segera menyeret laki-laki itu keluar dari rumah Bu Siti. Bu Siti yang melihat Dadang diperlakukan oleh warga seperti itu sebenarnya tidak tega, air mata wanita itu tiba-tiba keluar dari kedua pipinya. Sulastri segera mendekat ke arah Ibunya lalu mengenggam tangan Ibunya. Kedua wanita itu mengikuti warga yang menyeret Dadang.

Dadang berteriak," Lepaskan aku! Kalian akan menyesal memperlakukan aku seperti ini."

"Kami semua warga kampung ini yang menyesal punya warga yang kelakuannya seperti sampean," hardik salah satu warga.

Setelah sampai diteras warga tersebut baru melepaskan tangan Dadang dan tas yang dibawa oleh salah satu warga dilempar dihadapan laki-laki itu.

"Cepat pergi Mas! Sebelum kami semua bertindak kasar," ancam salah satu warga.

"Kalian," tuding Dadang sembari matanya memandang satu-satu warga itu dan dalam hatinya timbul dendam kepada semua warga itu.

Setelah kepergian Dadang Bu Siti dan Sulastri mengucapkan terima kasih kepada semua warga yang telah membantunya. Bu Siti dan Sulastri merasa lega karena gangguan di keluarganya sudah pergi dari rumah itu. Kemudian kedua wanita itu masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke kamar Kenanga.

"Tok tok tok."

"Kenanga buka pintunya Nak! Ini Bibi dan Nenek. Kamu tidak perlu takut Ayahmu sudah pergi dari sini," teriak Sulastri yang punggung tangannya masih mengetuk pintu kamar Kenanga.

Kenanga yang sudah tidak mendengar suara keributan dan yang ia dengar hanya suara Bibinya segera berdiri dan mendekat ke arah pintu. Gadis kecil itu tidak langsung membuka pintu, ia masih takut kalau Ayahnya masih diluar kamarnya.

"Bibi apa masih ada Ayah di situ?" teriak Kenanga dari dalam.

"Sudah tidak ada Kenanga, cepat buka pintunya!" perintah Sulastri.

Kenanga memegang kunci lalu mengarahkannya ke kanan dan menarik handle pintu sehingga pintu itu terbuka seperempat. Kenanga hanya menyembulkan kepalanya, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di depan kamarnya, saat dirasa dia tidak menemukan keberadaan Ayahnya, Kenanga baru membuka pintu itu secara lebar.

"Kamu baik-baik saja Kenanga?" tanya Sulastri khawatir karena melihat penampilan Kenanga yang berantakan, rambut panjangnya berserakan sedangkan baju tidurnya lusuh.

Kenanga langsung memeluk Bibinya, tinggi gadis kecil itu sejajar dengan pantat wanita itu. Sulastri kemudian berjongkok untuk mensejajarkan tinggi gadis kecil itu.

"Bibi Kenanga takut," ucap Kenanga sambil menyandarkan kepalanya di bahu Sulastri.

"Kamu tidak perlu takut lagi Kenanga karena Ayahmu sudah pergi dari sini dan tidak akan kembali lagi," ucap Sulastri meyakinkan keponakannya itu.

"Benarkah Bibi?" tanya Kenanga tidak percaya.

"Iya sayang," sahut Bu Siti yang dari tadi berdiri didekat Sulastri.

Wajah Kenanga berubah yang tadinya dia murung, sekarang senyum manis tersungging dari bibirnya yang mungil itu. Sulastri kemudian mengendong keponakannya itu ke kamarnya dan sesampainya di sana ia mendudukkan tubuh Kenanga dipangkuannya lalu dengan pelan-pelan Sulastri menyisir rambut Kenanga.

Setelah kepergian Ayahnya dari rumah, hidup Kenanga jadi lebih baik, gadis kecil itu sudah tidak memikirkan untuk mati lagi, dia sudah mau makan makanan yang dimasak oleh Neneknya. Sudah tiga hari ini Kenanga dirawat di rumahnya. Dan hari ini dia sudah siap-siap bersekolah karena Kenanga tidak mau ketinggalan pelajaran. Saat di gerbang sekolah Kenanga merasa was-was karena dia takut diganggu oleh Bambang dan teman-temannya. Gadis kecil itu ragu-ragu mau melangkahkan kakinya masuk ke dalam sekolahan. Kenanga menunggu bel masuk baru gadis kecil itu melangkahkan kakinya menuju ke kelasnya. Saat didalam kelas Kenanga kaget karena teman-temannya menanyakan kabarnya.

"Kenanga apa kamu sudah sehat?" tanya salah satu anak perempuan.

"Iya sudah," jawab Kenanga sambil menunduk karena saat itu Bambang sedang memperhatikannya.

Kenanga mendudukkan tubuhnya ditempat biasa dia duduk. Tidak terasa jam istirahat berbunyi, teman-teman Kenanga berhamburan keluar dari kelas. Didalam kelas itu tinggal Bambang dan teman-teman Kenanga yang selama ini menganggunya. Bambang dan teman-temannya itu menghampirinya, Kenanga hanya bisa memejamkan kedua matanya dan siap-siap kalau Bambang dan teman-temannya itu akan menjahilinya lagi. Seusai Bambang didekat Kenanga, laki-laki itu memanggil Kenanga dengan suara lembut padahal biasanya laki-laki gendut itu selalu berteriak di hadapannya.

"Kenanga buka matamu! Kami tidak akan menyakitimu lagi," ucap Bambang.

"Bohong, pergilah dari sini! usir Kenanga masih dengan mata terpejam.

Gadis kecil itu membayangkan Bambang dan teman-temannya memukulnya lalu menyeretnya ke kamar mandi lalu dikunci seperti saat itu.

"Kenanga aku tidak berbohong kepadamu. Sekarang cepat buka matamu!" perintah Bambang.

"Pergilah jangan ganggu aku lagi, atau aku akan berteriak," ancam Kenanga dengan menggerakkan tangannya mengarah ke pintu.

"Kami tidak akan pergi Kenanga," sahut teman Kenanga yang lain.

"Iya kami tidak akan pergi," sahut teman yang lain lagi.

"Mau kalian apa? Apa mau membuat aku pingsan lagi?" teriak Kenanga sambil membuka salah satu matanya.

"Tidak Kenanga, kami mau meminta maaf kepadamu. Kami sadar perbuatan kami salah dan kami berjanji tidak akan mengulangi kesalahan lagi, jadi aku mohon kepadamu tolong maafkan kami semua," mohon Bambang.

"Iya Kenanga maafkan kami," ucap teman-teman Kenanga secara bersama.

Kenanga lalu mulai memberanikan diri untuk membuka kedua matanya, dia menatap teman-temannya itu satu persatu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel