Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Cemas

Bab 7 Cemas

Sulastri yang sudah selesai membersihkan ruang tamu melihat kamar Kenanga yang terbuka. Wanita itu mengambil sapu yang tadi sempat ia letakkan di dekat tembok ruang tamu. Sulastri masuk ke dalam kamar itu, dia tiba-tiba mencium bau tidak sedap di sana.

"Bau apa ini?" tanya Sulastri pada dirinya sendiri.

"Apa ada tikus mati di sini?" tanya Sulastri sambil menajamkan penciuman hidungnya.

Sulastri pun akhirnya mengetahui dimana bau itu berasal, wanita itu kemudian mengintip kolong tempat tidur dan betapa kagetnya ia karena ada beberapa kresek disana. Sulastri lalu mengambil kresek itu dan kresek itu dibuka dan ternyata kresek itu berisi makanan.

"Ya Tuhan, jadi selama ini Kenanga tidak pernah memakan makanan yang disiapkan oleh Ibu," batin Sulastri.

"Kenapa selama ini aku tidak pernah menyadarinya? Pantas saja kian hari tubuhnya tambah kecil," ucap Sulastri.

"Dan dia selalu menolak kalau kamarnya tak bersihkan, dia sendiri yang membersihkannya. Sebenarnya apa yang terjadi kepadamu Kenanga?" tanya Sulastri kepada dirinya sendiri.

Dengan perasaan dongkol Sulastri lalu membuang kresek-kresek itu ke bak sampah yang ada didepan rumah. Wanita itu merasa geram dengan apa yang dilakukan keponakannya itu. Sambil menyapu kamar Kenanga Sulastri menggerutu sendiri.

"Aku harus tanya langsung kepada Kenanga saat nanti dia pulang sekolah," ucap Sulastri sambil mendongakkan kepalanya melihat jam di dinding yang ada di kamar Kenanga.

"Eh ini hampir dua jam, kenapa Kenanga belum pulang juga?" tanya Sulastri sembari berjalan ke ruang tamu.

Sesampainya di ruang tamu Sulastri berjalan ke arah jendela dan ia mengintip jendela itu, mungkin saja Kenanga bermain di teras dan gadis kecil itu tidak langsung masuk ke dalam rumah. Disana pun tidak terlihat keponakannya itu. Sulastri mondar mandir di ruang tamu, wanita itu cemas memikirkan keponakannya yang tidak pulang-pulang dari sekolahannya. Untuk menghilangkan rasa cemasnya Sulastri meremas pergelangan tangannya. Dari luar terdengar langkah derap kaki seseorang, Sulastri segera berlari ke arah pintu. Wanita itu menarik handle pintu itu sampai terbuka sebagian, lalu Sulastri mengintip dan melihat siapa yang berdiri di depan pintu rumahnya. Saat di lihat bukan Kenanga yang berdiri di sana, Sulastri wajahnya terlihat sedikit kecewa. Dan ternyata tetangganya yang sedang mencari Ibunya Sulastri.

"Sulastri maaf Bu Siti apa ada di rumah?" tanya orang itu sambil mengintip pintu yang terbuka sebagian itu.

"Maaf Bu, Ibu saya masih berada di sawah," jawab Sulastri.

"Ya sudah nanti kalau Ibumu sudah datang dari sawah, saya akan ke sini lagi," ujar orang itu sembari berlalu dari rumah Sulastri.

Baru selangkah orang itu mau pergi, Sulastri pun teringat kalau cucu orang itu bersekolah yang sama dengan Kenanga dan mereka satu kelas.

"Tunggu Bu!" teriak Sulastri.

"Ada apa Sulastri?" tanya orang itu sembari menoleh ke arah Sulastri.

"Apa cucu Ibu sudah pulang dari sekolah?" tanya Sulastri dengan wajah dipenuhi kecemasan.

"Sudah sejak dua jam yang lalu," jawab orang itu heran.

"Kenapa wajahmu kelihatan cemas sekali?" tanya orang itu.

"Ti..tidak apa-apa Bu," jawab Sulastri dengan gugup.

"Ya sudah Ibu pulang dulu," pamit orang itu sembari melangkahkan kakinya meninggalkan rumah Sulastri.

Setelah kepergian tetangganya itu perasaan Sulastri campur aduk antara marah dan cemas jadi satu. Keringat dingin membasahi dahi wanita itu.

"Kemana Kenanga? Teman-temannya sudah pulang semua, tidak mungkin dia bermain bersama teman-temannya. Di rumah saja dia selalu menyendiri dan tidak pernah bergaul dengan anak tetangga. Aku tidak boleh berdiam diri seperti ini, aku harus mencari ke sekolahannya," ucap Sulastri sembari melangkahkan kakinya keluar dari rumah.

Baru beberapa langkah ia mendengar suara derap kaki seseorang tetapi dia mendengar suara itu bukan cuma satu orang tetapi kayak dua orang yang melangkah menuju ke rumahnya. Sulastri pun mempercepat langkah kakinya menuju ke arah pintu. Dan ketika Sulastri membuka pintu itu betapa kagetnya ia melihat Ibunya dan seorang laki-laki yang sedang mengendong Kenanga.

"Ibu apa yang terjadi?" tanya Sulastri penasaran.

"Cepat kau ambil air hangat dan minyak angin, nanti Ibu akan ceritakan," perintah Bu Siti sambil berjalan ke kamar Kenanga bersama laki-laki itu.

Bu Siti menyuruh laki-laki itu membaringkan tubuh Kenanga di kasur kecil yang biasa ditempati oleh cucunya itu. Setelah itu Bu Siti melepas dasi Kenanga dan sepatu cucunya itu. Sulastri datang sambil membawa barang apa yang diperintahkan oleh Ibunya. Sedangkan laki-laki yang diketahui guru di sekolah Kenanga berpamitan untuk pulang, Bu Siti dan Sulastri mengucapkan terimakasih kepada guru itu. Sulastri membalurkan minyak angin di dada, perut dan di bawah hidung Kenanga. Ia lalu menyeka wajah Kenanga dan tangan gadis kecil itu. Dalam beberapa menit setelah membalurkan minyak angin di tubuh Kenanga tetapi gadis kecil itu belum juga sadar.

"Ibu bagaimana ini Kenanga belum sadar juga?" tanya Sulastri sembari ikut duduk di tepi tempat tidur.

"Kita tunggu saja, nanti kalau satu jam belum sadar baru kita bawa ke klinik," jawab Bu Siti sambil memijat lengan Kenanga.

"Ibu sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Kenanga bisa pingsan dan diantar oleh gurunya?" tanya Sulastri secara beruntun.

Bu Siti tidak langsung menjawab pertanyaan dari Sulastri, wanita tua itu seketika terdiam. Bu Siti teringat saat dalam perjalanan pulang dari sawah ia tadi melihat guru Kenanga sudah mengendong cucu satu-satunya itu dan ketika dia bertanya pada guru itu. Guru itu pun menjelaskan apa yang terjadi, guru itu tidak sengaja melihat Kenanga diganggu oleh cucu Kepala Desa dan teman-temannya. Guru itu sebenarnya mau melerai mereka tetapi guru itu takut makanya dia cuma menyaksikan kejadian tersebut dari jauh. Setelah Kenanga tumbang, guru itu segera mengangkat tubuh Kenanga dan ditengah perjalanan ia bertemu dengan Nenek Kenanga.

"Ibu kenapa diam saja?" tanya Sulastri sambil menepuk tangan Bu Siti.

"I..iya Lastri, kamu tanya apa tadi?" tanya Bu Siti balik.

"Kenapa Kenanga pingsan Ibu?" tanya Sulastri.

"Itu tadi digangguin sama cucunya Kepala Desa yang satu kelas sama Kenanga," jawab Bu Siti sambil mengepalkan tangannya.

"Memangnya Kenanga salah apa Bu?" tanya Sulatri penasaran.

"Aku tidak tahu Lastri," jawab Bu Siti.

"Ibu aku mau berterus terang sama Ibu. Aku tadi membersihkan kamar Kenanga dan aku menemukan beberapa kresek di sana yang berisi makanan, apa Ibu tahu soal itu?" tanya Sulastri.

Bu Siti pun merasa kaget tentang penjelasan dari Sulastri, ia tidak menyangka kalau Kenanga bisa melakukan hal tersebut.

"Jadi selama ini dia tidak pernah makan-makanan yang aku siapkan Sulastri?" tanya Bu Siti balik.

"Iya Bu," jawab Sulastri.

"Tunggu disini sampai Kenanga sadar Sulastri, aku akan pergi sebentar," pamit Bu Siti sembari berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan kamar Kenanga.

"Ibu mau kemana?" teriak Sulastri kepada Ibunya yang sudah menghilang dibalik pintu.

Bu Siti yang dalam hatinya dipenuhi kemarahan karena cucu satu-satunya diganggu oleh teman-temannya segera pergi ke rumah Kepala Desa itu. Dengan langkah panjang Bu Siti menggerakkan kakinya ke rumah salah satu orang yang disegani di kampung itu. Tetangga yang berpapasan dengan Bu Siti yang menyapa wanita tua itu tidak digubris olehnya, ia tetap melangkah dengan mantap ke rumah Kepala Desa itu. Sesampainya di sana ia langsung mengetuk pintu rumah tersebut.

"Tok tok tok."

"Pak Kades buka pintunya!" teriak Bu Siti sambil jari punggungnya mengetuk pintu rumah itu.

Hampir setengah jam Bu Siti menggedor pintu rumah tersebut tetapi tidak orang satupun yang membuka pintu tersebut. Bu Siti yang tidak sabar lalu berjalan ke samping rumah megah yang bergaya joglo itu. Setelah sampai disamping rumah, wanita tua itu mengintip dari jendela kamar yang kordennya terbuka sebagian. Disana pun dia tidak menemukan satu orang pun. Bu Siti pun memutuskan kembali ke depan. Saat didepan ia bertemu dengan tetangga dari Kepala Desa itu dan ia mengatakan kalau Kepala Desa dan keluarganya berada di kantor Kepala Desa karena ada tamu dari kota.

"Kebetulan sekali ada orang kota yang kesini, aku akan memarahi keluarga itu biar dia malu dan cucunya tidak menganggu cucuku lagi," gumam Bu Siti dalam hati.

Setelah mengucapkan terimakasih kepada tetangga Kepala Desa itu, Bu Siti melangkahkan kakinya menuju ke kantor Kepala Desa. Setelah sampai disana sayang sekali tamu itu sudah masuk ke dalam mobil. Bu Siti pun mendekat ke arah Kepala Desa itu dan keluarganya. Dalam hati Bu Siti masih diselimuti kemarahan, rahang wanita tua itu mengeras dan matanya memerah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel