Bab 5 Murung dan Sedih
Bab 5 Murung dan Sedih
Suami baru dari Ibu Yati itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang tamu itu, ia mau membanting Kenanga ke lantai tetapi hati kecilnya mengatakan jangan. Laki-laki itu melihat kursi kayu kemudian tubuh Kenanga dibanting di kursi kayu yang ada di ruang tamu. Setelah membanting Kenanga laki-laki itu berjalan mendekat ke arah Yati lalu mengandeng lengan istrinya itu dan mengajaknya pergi. Kenanga meringis kesakitan karena punggungnya menatap kursi kayu itu.
"Hiks hiks hiks. Ibu tolong Kenanga," teriak Kenanga sambil berusaha bangkit dari kursi kayu.
Ibu Yati hanya memandang sekilas ke arah Kenanga, begitupun juga dengan suami baru Yati. Mereka berdua tetap pergi meskipun Kenanga kesakitan.
"Ibuuuu," teriak Kenanga lagi.
Nenek Kenanga yang melihat cucunya kesakitan segera membantu gadis kecil itu bangun dari kursi itu. Bu Siti berjongkok sambil mengelus punggung Kenanga sampai gadis kecil itu berhenti menangis.
"Apa masih sakit Kenanga?" tanya Bu Siti sembari mengusap air mata Kenanga menggunakan ibu jarinya.
Kenanga hanya mengeleng-gelengkan kepalanya, ia berusaha duduk tetapi punggungnya seperti patah dan dia pun menjerit kesakitan. Kenanga kemudian meluruskan punggungnya itu sambil memegang tangan Neneknya.
"Bagaimana apa kau bisa duduk?" tanya Nenek Kenanga dengan mengkerutkan keningnya.
Wanita tua itu seperti ikut merasakan apa yang dirasakan oleh cucunya itu. Air mata Bu Siti tiba-tiba menetes di kedua pipinya. Kenanga yang melihat Neneknya menangis berusaha bangun dan memeluk Neneknya.
"Nenek kenapa ikut menangis?" tanya Kenanga sembari melepaskan pelukannya.
Tangan mungil gadis itu mengusap air mata yang menetes di kedua pipi Neneknya. Neneknya lalu tersenyum ke arah Kenanga.
"Kasihan sekali nasibmu, Nak! Ayahmu tidak mengakuimu sebagai anaknya dan Ibumu sudah menikah lagi tapi tidak perduli kepadamu, meskipun kau kesakitan," batin Bu Siti sambil memandang wajah cucunya yang masih sembab itu.
"Nenek jangan menangis, Kenanga tidak apa-apa," ucap Kenanga menguatkan dirinya sendiri. "Nenek tidak menangis Kenanga, mata Nenek tadi kelilipan," jawab Bu Siti dengan bohong.
"Sudah ya tidak usah bersedih di sini ada Nenek dan Bibimu yang akan menjagamu. Meskipun kedua orang tuamu tidak memperdulikanmu, Nenek dan Bi Sulastri sangat menyayangimu," ujar Bu Siti menguatkan Kenanga.
"Terimakasih Nek!" ucap Kenanga sembari berusaha berdiri.
"Kamu bisa jalan? Kalau tidak bisa biar Nenek mengendongmu," tawar Nenek Kenanga sembari jongkok dan merentangkan tangannya.
"Tidak usah, Nek! Kenanga bisa jalan sendiri," tolak Kenanga sambil berusaha berjalan tegak dihadapan Neneknya.
Setelah kejadian itu berat badan Kenanga semakin lama semakin menyusut, kulitnya keriput seperti orang tua, pipinya kempong sedangkan tangan dan kakinya terlihat seperti kulit dan tulang. Keadaannya Kenanga yang seperti itu membuat Bibinya Sulastri khawatir.
Bu Siti sedang memasak sayur asem dan juga menggoreng tempe. Aroma masakan itu mengugah selera siapa saja yang mencium aroma makanan itu. Tiba-tiba Sulastri datang mengagetkan Ibunya.
"Ibu kenapa tubuh Kenanga semakin mengecil?" tanya Sulastri kepada Ibunya.
Bu Siti yang kaget seketika tubuhnya terjingkat dan secara spontan memegangi dadanya. Napas wanita tua itu menderu begitu juga dengan jantungnya yang berdegup sangat kencang.
"Kau mengagetkan Ibu saja," pekik Bu Siti sambil melotot ke arah Sulastri.
"Maafkan Sulastri Bu yang telah membuat Ibu kaget, aku sangat mencemaskan keadaan Kenanga," ungkap Sulastri.
"Maksudmu apa?" tanya Bu Siti.
"Ibu apa Kenanga selama ini selalu makan apa yang Ibu berikan?" tanya Sulastri.
Bu Siti berusaha mengingat apa yang ditanyakan oleh Sulastri, seingat dia Kenanga selalu memakan semua makanan yang diberikan olehnya. Piring yang diberikan oleh gadis kecil itu makanannya selalu habis dan tanpa sisa.
"Ibuu," teriak Sulastri sambil menepuk pundak Ibunya itu.
"Seingat Ibu Kenanga selalu memakan makanan yang Ibu berikan, dia selalu mengembalikan piring kotor itu tanpa sisa makanan kepada Ibu," jelas Bu Siti.
Bu Siti kemudian berpikir sambil mondar-mandir di dapur itu. Dia terus berpikir supaya Kenanga semangat dan nafsu makannya bertambah.
"Sulastri Ibu ada ide," cetus Bu Siti sambil tersenyum. "Ide apa Ibu?" tanya Sulastri penasaran.
"Apa kau tahu makanan yang membuat nafsu makan meningkat?" tanya Bu Siti. "Maksud Ibu aku membuatkan Kenanga masakan yang menarik?" tanya Sulastri balik.
"Iya apa saja yang penting Kenanga mau makan," jawab Bu Siti.
"Baiklah Bu, aku akan bertanya kepada temanku yang sudah mempunyai anak seusia Kenanga," ucap Sulastri.
Sulastri berjalan ke kamarnya yang terletak di dekat dapur, kamar berukuran tiga kali dua itu ditempati lagi olehnya setelah ia dan suaminya bercerai karena suaminya kepincut sahabatnya sendiri. Sesampainya dia di sana Sulastri mengambil telepon selulernya.
Telepon seluler model lama yang hanya bisa dibuat untuk menelepon dan mengirim pesan saja. Meskipun begitu Sulastri masih bersyukur bisa mempunyai telepon seluler itu, sehingga kalau ada keperluan ia bisa menggunakannya untuk menelepon. Sulastri mendial nomor telepon temannya yang satu tempat kerja dengannya.
Benda pipih itu ia letakkan di telinga sebelah kiri, setelah ada jawaban panggilan dari temannya itu, Sulastri segera menanyakan kira-kira makanan apa saja yang bisa membuat anak kecil nafsu makan. Temannya menjelaskan kepada Sulastri dan Sulastri pun paham. Sulastri berterimakasih kepada temannya itu dan kemudian Sulastri mengakhiri panggilan teleponnya.
Sulastri meletakkan benda pipih itu di atas nakas. Kemudian perempuan itu keluar dari kamarnya dan mencari keberadaan Kenanga.
"Kenanga Kenanga kamu dimana?" teriak Sulastri sambil celingak-celinguk mencari keberadaan gadis kecil itu.
Sulastri pertama mencari keponakannya itu di kamarnya tetapi begitu memasuki kamar Kenanga, kamar itu kosong dan tidak siapa-siapa di sana. Sulastri berjalan sambil berteriak memanggil Kenanga. Sulastri sudah mencari keberadaan Kenanga di setiap kamar rumah itu tetapi keponakannya itu sama sekali tidak ada di sana. Sulastri kemudian keluar dari rumah dan ia menemukan gadis kecil itu sedang melamun sambil melempar kerikil ke halaman rumah.
"Kenangaa," teriak Sulastri sembari berjalan mendekat ke arah keponakannya itu.
Kenanga yang dipanggil oleh Sulastri masih saja asyik dengan aktifitasnya melempar kerikil. Sulastri lalu menepuk pundak gadis kecil itu. Kenanga yang merasa ada seseorang yang menyentuh pundaknya segera menoleh kebelakang.
"Bibi," ucap Kenanga sambil menyentuh tangan Bibinya.
"Kenapa kau akhir-akhir ini sering murung dan sedih?" tanya Sulastri. "Ehm Kenanga tidak apa-apa Bi," ujar Kenanga.
"Apa kau mau membantu Bibi memasak di dapur?" tawar Sulastri.
Kenanga berpikir sebentar, kalau dia beraktifitas memasak mungkin kesedihannya akan sedikit terobati karena sejenak pikirannya akan terahlihkan dengan kegiatan tersebut.
Gadis kecil itu kemudian menyahut, "Bibi aku mau ikut memasak."
Sulastri pun tersenyum karena melihat wajah keponakannya itu berubah menjadi sumringah hanya karena ia mengajaknya untuk memasak. Sulastri lalu mengendong keponakannya itu sampai di dapur. Sulastri berniat membuat nasi kuning dan nantinya akan di bentuk menjadi kucing supaya Kenanga tertarik untuk makan.
"Kenanga bantu Bibi mencuci berasnya," perintah Sulastri sambil memberikan wadah yang berisi beras.
"Iya Bi," jawab Kenanga.
Kenanga membawa wadah tersebut ke pancuran air lalu ia mulai membersihkan beras itu. Setelah selesai Kenanga memberikan wadah itu kepada Bibinya.
"Bibi ini sudah selesai," ucap Kenanga.
"Gadis pintar," puji Sulastri sambil mencubit pipi Kenanga yang tirus itu. "Bibi Kenanga ngapain lagi?" tanyanya dengan semangat.
"Kau aduk telurnya," jawab Sulastri sambil memberikan mangkok yang berisi telur. "Kenanga maafkan Bibi hanya bisa memberi telur untukmu," ucap Sulastri.
"Tidak apa-apa Bi," ucap Kenanga.
"Apa kau senang membantu Bibi memasak?" tanya Sulastri balik. "Iya Kenanga senang Bi," ucap Kenanga.
"Besok bantu Bibi lagi ya!" pinta Sulastri. "Iya Bi," jawab Kenanga.
Tidak terasa hampir dua jam mereka membuat nasi kuning itu dan mereka tinggal menghiasnya.
Sulastri menata nasi kuning itu di atas piring dan membentuknya menjadi kucing. Kenanga yang melihat nasi itu wajahnya berbinar-binar.
"Ayo Kenanga kita makan di depan, Bibi akan menyuapimu," ajak Sulastri sambil mengandeng tangan Kenanga.
Dan sesampainya di ruang tamu ia berpapasan dengan Dadang. Dadang yang tahu nasi itu akan dimakan oleh Kenanga. Tiba-tiba tangannya menyenggol piring yang dipegang oleh Sulastri.