Bab 2 Kenanga Jelek
Bab 2 Kenanga Jelek
Kenanga yang berada di gendongan Neneknya, memejamkan mata dan menutup telinganya. "Ibu kenapa menamparku?" tanya Dadang.
"Kau kenapa menjambak rambut Sulastri?" tanya Bu Siti.
"Dia itu menyalahkan aku karena suaminya pergi dengan perempuan lain Bu. Dia saja yang tidak pintar melayani suaminya," sindir Dadang sambil melirik ke arah Sulastri.
"Adikmu benar. Kenapa kelakuanmu tidak jauh beda dari Bapakmu itu?" tanya Ibu Siti. "Ibu aku ini laki-laki jadi wajar saja aku bergonta ganti wanita," jawab Dadang.
"Justru kau ini laki-laki satu-satunya di keluarga ini, berikan contoh yang baik kepada adikmu," tutur Bu Siti.
"Ibu kenapa jadi memarahiku?" protes Dadang.
"Ibu tidak ingin kau menyontoh kelakuan Bapakmu itu, mulai sekarang kau jangan mempermainkan perempuan," pesan Bu Siti.
"Aku tidak akan mendengarkan omongan Ibu," tolak Dadang.
Bu Siti geram mendengar jawaban anak laki-lakinya itu dan tangannya mengarah ke pipi Dadang.
Plak plak ...
"Nenek hentikan," teriak Kenanga sambil berusaha lepas dari gendongan Neneknya.
"Kenanga tunggu kau mau kemana?" tanya Nenek Kenanga sambil mengejar gadis kecil itu.
Kenanga berlari dan masuk ke dalam kamar lalu menutup wajahnya dengan selimut. Gadis kecil itu merasa ketakutan setelah melihat pertengkaran antara Nenek, Ayah dan juga Bibinya. Nenek Kenanga ikut masuk ke dalam kamar dan membuka selimut yang menutupi tubuh Kenanga.
"Kenanga apa kau takut?" tanya Nenek Kenanga sambil membelai rambut Kenanga.
Kenanga menganggukkan kepalanya dan berusaha menutup wajahnya dengan selimut, tetapi Nenek menarik selimut itu.
"Kau tidak usah takut. Maafkan Nenek ya!" pinta Nenek Kenanga.
"Nenek akan mengambilkan obat untukmu," ucap Nenek Kenanga sambil berlalu dari kamar menuju ke ruang tamu mengambil obat.
Setelah itu Nenek Kenanga kembali ke kamar Kenanga sambil membawa air putih dan obat.
"Bangunlah dan minumlah obat ini," perintah Nenek sambil memberikan obat ke Kenanga. Kenanga mengambil obat itu dan segera meminumnya.
"Nenek obatnya pahit," ucap Kenanga.
"Minumlah air putihnya biar pahitnya hilang," anjur Nenek Kenanga.
Gadis kecil itu lalu meneguk air putih itu sampai tidak tersisa dan memberikan gelas itu kepada Neneknya.
"Sekarang istirahatlah biar kau cepat sembuh," ucap Nenek sambil membalutkan selimut ke tubuh kecil Kenanga.
Keesokan harinya bias sinar mentari masuk melalui celah jendela kamar. Sinarnya yang hangat jatuh mengenai tempat tidur. Seorang gadis kecil mengeliat di bawah selimut, kemudian secara perlahan mengerjap dan membuka matanya secara lebar. Ia mendengar secara samar-samar suara anak kecil di luar rumah yang sedang asyik bermain.
Dengan kaki yang telanjang Kenanga berjalan mendekat ke arah jendela, ia lalu mengintip dari jendela kamarnya, karena terhalang oleh tanaman di depan rumah Neneknya yang menjulang agak tinggi ia tidak bisa melihat leluasa anak-anak itu yang sedang bermain. Kenanga lalu memakai sandalnya dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci mukanya.
Seusai mencuci mukanya, Kenanga berjalan keluar dan melihat anak-anak sedang bermain. Di sana sedang berkumpul anak-anak dan juga Ibu-Ibu, ketika melihat Kenanga yang mematung di belakang mereka, mereka semua menatap Kenanga dengan tatapan yang tajam dan juga Ibu-Ibu itu berbisik-bisik tidak tahu apa yang dibicarakan.
Kenanga yang ditatap seperti itu langsung masuk lagi ke dalam rumah. Dia berlari masuk ke dalam kamar dan saat mau masuk ke dalam kamar Kenanga bertemu dengan Ayahnya.
"Hai anak sialan, kenapa kau berlari?" tanya Dadang sambil mencengkeram pergelangan tangan Kenanga.
Kenanga mau menjawab pertanyaan dari Ayahnya tetapi rasanya lidahnya tiba-tiba keluh. Kenanga hanya bisa mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Dadang dengan geram.
"Mas lepaskan Kenanga!" perintah Sulastri sembari mengambil sapu yang ada didekatnya dan mengarahkan sapu itu kepada Dadang.
Dadang lalu melepaskan Kenanga dan berlalu dari tempat itu sambil mengerutu tidak jelas. "Kau tidak apa-apa Kenanga?" tanya Sulastri sambil membelai rambut gadis kecil itu. "Ke..Kenanga tidak apa-apa Bi," jawab Kenanga dengan gugup.
"Ya sudah Bibi tinggal dulu ya," ucap Sulastri sambil berlalu meninggalkan Kenanga.
Saat Kenanga duduk sendirian di ruang tamu, Nenek Kenanga memanggilnya. "Kenanga ikut Nenek belanja ke depan yuk," ajak Bu Siti.
Kenanga pun ikut Neneknya belanja di rumah tetangga mereka, dan saat di perjalanan Nenek Kenanga baru teringat uangnya ketinggalan di rumah.
"Kenanga tunggu sebentar di sini ya, Nenek pulang dulu mengambil uang. Kau jangan kemana- mana," pesan Nenek Kenanga.
"Iya Nek," jawab Kenanga.
Gadis kecil itu lalu duduk di tembok tetangga yang ada tempat duduknya. Tiba-tiba ada beberapa Ibu-Ibu yang lewat di sana, ada yang tersenyum kepada Kenanga dan ada yang menatap Kenanga dengan tatapan tajam. Tatapan mata Ibu-Ibu itu seperti mau membunuh Kenanga, Kenanga langsung berlari menuju ke rumah Neneknya. Saat mau masuk ke dalam rumah Kenanga bertabrakan dengan Neneknya.
"Kenanga kenapa kau pulang?" tanya Bu Siti.
"Ti..tidak apa-apa Nek. Nenek pergi saja sendiri, Kenanga tidak jadi ikut," jawab Kenanga sambil berlalu meninggalkan Neneknya sendirian.
"Kenanga," panggil Bu Siti tetapi gadis kecil itu sudah tidak terlihat.
***
Tidak terasa usia Kenanga sudah memasuki usia 7 tahun, gadis kecil itu sudah di daftarkan sekolah dasar. Nenek Kenanga yang melihat borok Kenanga yang tidak sembuh-sembuh segera membawa gadis kecil itu ke dokter, meskipun Nenek Kenanga tidak punya uang, dia berusaha mencari pinjaman ke tetangga supaya Kenanga bisa di periksa oleh dokter.
"Dokter apa cucu saya nanti bisa sembuh?" tanya Bu Siti kepada Dokter yang saat itu memeriksa Kenanga.
"Bisa Bu, asal nanti Ibu rajin mengoleskan salep pada luka itu," jawab Dokter itu. "Terimakasih Dok!" ucap Bu Siti.
Bu Siti mengajak Kenanga pulang ke rumahnya naik angkutan umum.
Pukul setengah tujuh Kenanga sudah memakai seragam sekolah dasar. Hari itu ia di antar sekolah oleh Neneknya. Saat sampai di sekolah ia merasa takut.
"Ayo masuk Kenanga," ujar Bu Siti.
"Kenanga takut Nek," jawab Kenanga.
Wajah gadis itu tiba-tiba pucat, ia hampir saja menangis tetapi air matanya ditahan oleh Kenanga.
"Tidak apa-apa nanti kalau sudah di dalam kelas, kau pasti punya banyak teman," ucap Bu Siti menenangkan Kenanga.
Dengan ragu-ragu Kenanga masuk ke dalam sekolahan. Belum sampai ke dalam kelas, Kenanga di hadang oleh segerombol anak laki-laki.
"Hai kau namamu siapa?" tanya salah satu anak laki-laki yang bernama Bambang. Bambang adalah cucu dari Kepala Desa di tempat tersebut.
"Ke..Kenanga," jawab Kenanga dengan gugup. "Cuih."
Tiba-tiba Bambang meludahi Kenanga. Anak-anak lainnya Ludah itu mengenai wajah Kenanga, gadis itu lalu mengusapnya dengan menggunakan roknya. Hingga tersibak paha Kirana yang di sana terdapat borok yang sangat menjijikkan dan bau.
"Bau apa ini?" tanya salah satu anak lainnya.
"Oh bau ini berasal dari anak ini," ujar Bambang sambil menunjuk paha Kenanga. "Kau tidak pantas sekolah di sini," hardik Bambang.
Anak-anak lainnya mengolok olok Kenanga, kali ini tidak hanya anak laki-laki tetapi juga anak- anak perempuan.
"Kenanga jelek, Kenanga boroken," olok mereka secara bersamaan.
Kenanga hanya bisa menunduk dan tiba-tiba air matanya sudah menetes di kedua pipinya.
"Dasar anak cengeng begitu saja kau menangis," ejek Bambang sambil mendorong tubuh Kenanga hingga jatuh terjerambat ke tanah.
Mendengar keributan di antara anak-anak itu salah satu guru melerai mereka. "Ada apa ini?" tanya Guru itu.
"Tidak ada apa-apa Pak," jawab anak-anak itu secara bersamaan.
"Sekarang bubar dan masuk ke dalam kelas masing-masing karena lima menit lagi jam pelajaran akan di mulai," perintah Guru itu.
Mereka semua akhirnya bubar dan masuk ke dalam kelas masing-masing. Tidak cukup di luar saja Kenanga di jahili oleh Bambang, bahkan di dalam kelas Kenanga masih di jahili oleh anak itu.
Sebelum guru masuk ke dalam kelas. Bambang sudah berdiri di dekat Kenanga dan ketika Kenanga mau melangkah ke arah tempat duduknya kaki Bambang menghadang langkah Kenanga, sehingga Kenangga jatuh dan kepalanya membentur meja.