Bab 8 Keputusan Dokter
Bab 8 Keputusan Dokter
Aku bersyukur karena masih memiliki waktu yang panjang. Lebih panjang dari perkiraan Dokter yang hanya dua puluh empat jam. Kali ini, Hansen bilang Tuhan memberiku waktu seratus hari untuk aku kembali kedalam tubuhku.
Aku tersenyum dan membayangkan hal apa yang akan aku lakukan selama seratus hari itu? Tapi semoga saja apa yang dikatakan Helios juga benar. Sebelum waktu seratus hari itu tiba, semoga saja aku sudah bisa kembali kedalam tubuhku lagi.
Ketika kusedang tersenyum, aku melihat Hansen dan Helios saling bertatapan. Aku tak mengerti arti dari tatapan mereka.
"Cleo, aku akan mengantar Hansen sebentar keluar. Sudah waktunya ia pergi untuk bertugas di tempat lain,"
"Baiklah Helios, tapi kau janji untuk kembali lagi kesini ya. Temani aku, jangan kau ikut pergi bersama Hansen," rengekku pada Helios.
Helios tersenyum dan mengusap kepalaku, "Aku berjanji aku akan segera kembali kesini untuk menemanimu. Tunggulah aku sebentar."
Hansen dan Helios keluar dari dalam ruangan perawatanku. Mereka pergi menjauh dari ruanganku. Aku tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan, tapi sepertinya sedang ada hal yang memang sangat penting yang harus mereka urus.
Aku hanya termenung duduk disamping tubuhku. Ditemani keluarga dan teman-temanku yang selalu bergantian menjagaku.
"Helios, kenapa tadi kau memotong penjelasanku? Lalu kau juga berbohong pada Cleo tentang satu informasi yang sangat penting," Hansen bertanya pada Helios.
"Entahlah, aku tak ingin Cleo kecewa setelah mendengarkan hal yang sebenarnya terjadi," jelas Helios.
"Bukankah dengan kau menutupi semua hal ini dan berbohong padanya, itu berarti kau akan membuatnya terlalu berharap. Saat harapan itu musnah aku yakin Cleo akan lebih kecewa dan sakit dibandingkan bila ia mengetahuinya sekarang."
"Biarlah, seperti katamu tadi Hansen, takdir kita tidak ada yang bisa menebaknya. Mungkin saja saat hari itu tiba, takdir baik akan memihak pada Cleo. Jadi kurasa biarlah dulu dia menikmati seratus harinya ini."
"Baiklah kalau itu bagus menurutmu. Kalau begitu aku pamit dulu ya, aku masih ada tugas lagi di tempat lain," pamit Hansen.
Hansen pergi meninggalkan Helios yang masih di Rumah Sakit. Helios kembali lagi ke ruang perawatan Rumah Sakit itu.
"Helios kau sudah kembali?"
"Ya, katamu tadi kau tak ingin lama-lama kutinggalkan."
"Ya itu benar. Terimakasih Helios, karena kau sudah mau menemaniku sampai saat ini."
"Ya selagi aku bisa aku pasti akan selalu menemanimu."
"Helios, kau manis sekali. Seandainya aku belum memiliki Matt sebagai tunanganku, aku pasti sudah jatuh cinta padamu," ledekku.
"Meskipun kau telah memiliki Matt, tidak ada yang salah kalau kau mau jatuh cinta padaku juga. Karena jatuh cinta itu tak bisa memilih dan juga tak bisa ditebak kapan datangnya."
"Ya itu benar Helios, dan satu lagi jatuh cinta itu tak bisa dicegah, karena dia adalah perasaan murni yang lahir dari hati," sahutku.
Lagi-lagi Helios membelai kepalaku sambil tersenyum sangat manis. Aku benar-benar terpesona dengan senyum manisnya itu.
"Helios, kenapa kau senang sekali membelai kepalaku?"
"Karena aku suka"
"Kau tahu Helios, bahkan Matt yang tunanganku saja tidak pernah melakukan itu padaku. Bagaimana kau yang hanya seorang malaikat maut pendampingku malah sering membelai kepalaku."
"Kalau Matt tak begitu maka mulai saat ini biasakanlah dirimu untuk selalu kubelai seperti ini dan juga kutarik hidungmu seperti ini," Helios membelai rambutku dan menarik hidungku.
"Helios...!!!"
Dalam kamar perawatan itu, aku malah bercanda dan berkejaran dengan Helios. Entah kenapa, aku lebih merasa nyaman dengan Helios, dibandingkan dengan Matt.
Kami berhenti berkejaran saat tiba-tiba tubuhku yang terkapar diatas ranjang bergerak dan kejang-kejang. Semua orang yang ada dalam ruang perawatanku panik.
Lusy lari dan segera memanggil Dokter. Aku dan Helios diam mematung. Kami masih mencerna apa yang sebenarnya tengah terjadi.
"Helios, apa mungkin ini waktunya aku masuk kedalam tubuhku? Atau ini waktunya aku mati?"
"Entahlah, sebentar aku akan mengecek apa yang sebenarnya terjadi," jelas Helios.
Helios segera menghilang menuju alam malaikat. Dia mencari informasi tentang keadaanku. Tapi tak berselang lama, Helios sudah kembali lagi ke sampingku bersamaan dengan datangnya Dokter ke kamar ini.
"Bagaimana Helios? Apa yang terjadi? Apa yang harus kulakukan saat ini?"
"Namamu masih belum ada di semua buku catatan kematian. Tadi aku kembali mencari Hansen. Dia bilang itu adalah reaksi tubuhmu terhadap alat yang dipasang oleh dokter. Karena jasadmu belum bisa menerima rohmu dalam waktu dua puluh empat jam ini, otomatis tubuhmu bereaksi pada alat-alat itu. Kalau menurut ilmu kedokterannya kamu itu sedang koma."
Hal yang sama juga dikatakan oleh dokter. "Masa kritis nona Cleo sudah lewat. Akan tetapi, tubuhnya tidak bereaksi terhadap obat-obatan yang kami berikan. Maka dengan ini kami tim Dokter memutuskan bahwa Nona Cleo dinyatakan lumpuh otak atau koma."
"Lalu apa putri kami tak bisa bangun dan sadar kembali seperti sediakala?" ibuku bertanya.
"Maafkan kami bu, untuk saat ini hanya itu yang bisa kami simpulkan. Kami telah berusaha yang terbaik tapi Tuhan berkehendak lain," Dokter melanjutkan bicaranya.
"Sampai kapan putri kami akan mengalami koma seperti ini?" Ayahku pun bertanya.
"Sampai waktu yang tidak bisa kami tentukan. Kami minta maaf akan hal ini."
Kedua orangtuaku, kedua sahabatku dan juga tunanganku Matt tampak terpukul dan menangis mendengar apa yang dikatakan oleh Dokter. Begitupun aku yang langsung syok mendengar diagnosis dari Dokter tersebut.
Helios menarikku kedalam pelukannya. Helios membawaku pergi jauh dari ruangan itu. Dia membawaku kedalam satu poros angin yang bergelung. Helios menutup mataku, lalu aku merasa seperti ada sesuatu yang aneh yang membawaku terbang keatas angin.
Saat kubuka mataku, kami telah sampai di sebuah ladang bunga krisan yang sangat indah dan juga terhampar dengan luas. "Kita ada dimana saat ini Helios?" tanyaku.
"Aku membawamu jalan-jalan sebentar. Aku tidak ingin kau terlalu bersedih melihat keadaan tubuhmu di Rumah Sakit."
"Terimakasih Helios, setidaknya aku bisa sedikit melupakan beban pikiranku."
Aku duduk diantara banyak bunga di hamparan padang yang luas ini. Helios duduk di sampingku, dia memandangi wajahku yang sedang menunduk.
"Tersenyumlah Cleo, hilangkan beban hidupmu sebentar saja. Aku tak ingin melihatmu terlalu bersedih seperti tadi."
"Helios, bagaimana aku bisa tidak sedih. Siapa aku kini? Aku bukanlah seorang manusia lagi. Juga bukan roh yang kembali ke alam baka. Aku hanya menjadi sesosok roh yang bergentayangan tak jelas. Apa yang harus kulakukan di seratus hari ini? Hal apa yang harus kulakukan agar aku bisa kembali lagi ke kehidupanku semula. Aku tak mau jadi seperti ini Helios, aku tak menginginkannya."
"Bersabarlah Cleo. Kau harus menjalani takdir ini dengan ikhlas dan sabar. Tuhan mungkin punya rencana lain yang indah untuk dirimu. Maafkan aku yang tak bisa banyak membantumu."
Di padang bunga itu, Helios menemaniku duduk termenung seharian. Tanpa satu kata pun, dia senantiasa setia menemaniku disana. Helios memetik bunga krisan merah dan putih untukku. Aku iseng menghitung jumlah bunga yang diberikan oleh Helios kepadaku. Jumlahnya ada tiga belas tangkai. Aku berpikir teringat akan sesuatu, tetapi Saat ini langit sudah mulai gelap. Helios mengajakku untuk kembali ke Rumah Sakit.
Dia kembali menyuruhku untuk menutup mata, dan kembali aku merasa masuk kedalam sebuah gulungan angin besar dan aneh. Sampai beberapa saat kemudian, kami akhirnya tiba kembali didalam ruangan perawatanku.
Kali ini kulihat Matt yang berjaga di kamarku. Dia membawa seikat bunga segar yang ia taruh di sisi meja ranjangku.
Helios menatap kearah Matt. Dari tatapannya, Helios seperti sangat membenci Matt. Aku juga menatap Matt, tapi tatapanku lebih kearah rasa rindu yang kuat untuk segera memeluknya kembali seperti dulu.
____Bersambung___