Bab 7 Seratus Hari Denganmu
Bab 7 Seratus Hari Denganmu
Matahari telah naik ke tengah-tengah, menandakan hari telah berganti menjadi siang yang sangat terik. Helios pamit kepadaku untuk pergi bertugas terlebih dahulu. Dia berpesan padaku untuk jangan berkeliaran di taman.
Helios bilang matahari sangat berbahaya bagi roh baru sepertiku. Dia menyuruhku untuk tetap diam menunggunya kembali lagi ke Rumah Sakit ini.
Sebelum aku masuk ke ruanganku, beberapa kali kulihat banyak roh yang berkeliaran disini. Aku tahu mereka roh karena penampilan mereka yang seram dan aneh. Ada juga yang biasa saja sepertiku tubuhnya bisa ditembus oleh banyak orang yang lewat.
Aku takut ingin bicara kepada mereka, aku berpura-pura tidak melihat mereka. Aku terus saja berjalan sambil menunduk. Meskipun beberapa diantara mereka ada yang langsung menatapku, tapi aku terus saja berjalan menyusuri lorong dan bergegas masuk ke dalam kamar perawatanku.
Keadaan didalam kamar perawatanku masih seperti kemarin. Aku masih tertidur lemah tak berdaya diatas ranjang. Selang infus ditangan juga masih dipasang. Dan dimulut serta hidungku, dipasangi alat bantu pernafasan.
Aku mendekat memandang wajah dan tubuhku sendiri disana. Rasanya ingin sekali kumenangis, meratapi diriku sendiri. Harusnya hari ini menjadi hari bahagia untukku. Harusnya hari ini aku resmi bertunangan dengan Matt.
Kami sudah memesan cincin pertunangan kami, juga kami telah memesan gedung untuk tempat pernikahan kami yang akan segera berlangsung. Gaun pertunangan yang akan kupakai pada hari ini juga sudah jadi. Tapi sayang, apa mau dikata lagi. Kembali lagi, manusia hanya bisa berencana, tapi tetap Tuhan lah yang menentukan.
Mungkin Tuhan sedang menyiapkan rencananya yang lain untukku dan Matt. Rencana yang lebih indah dari ini. Benar kata Helios, sebaiknya aku tetap bersabar dan tetap menjalani apa yang sudah Tuhan gariskan kepadaku.
Kuusap airmata yang kembali turun di pipiku. Kini aku mulai melihat orang-orang yang kucintai masih setia berada di sampingku. Meskipun mereka masih terlihat sangat sedih dan syok pastinya.
Bagaimana tidak syok, hari itu aku baru saja jalan-jalan bersama kedua sahabatku dari siang hingga malam hari. Aku juga bersama Matt dihari itu, untuk melihat reservasi gedung yang akan kami pakai hari ini.
Aku masih bisa melihat kedua orang tuaku yang tak henti-hentinya menangis, mereka masih saling menguatkan satu sama lain. Juga masih ada Lusy dan Kia yang setia berada disisiku. Lusy bahkan sedang menggenggam tanganku. Dia meremas tanganku dan menyuruhku untuk segera sadar.
Waktu yang diberikan dokter untuk masa kritisku sebentar lagi akan berakhir. Aku resah, karena tidak ada kemajuan sama sekali dengan kesadaranku. Aku mencoba untuk sekali lagi berkonsentrasi melihat tubuhku dan berusaha masuk ke dalamnya.
Tapi naas, lagi-lagi aku terlempar kearah pintu. Aku bingung, harus apa. Helios juga tak datang-datang kembali kesini. Dia juga tak memberitahuku bagaimana caraku untuk menghubunginya agar ia segera datang kesini.
Aku frustasi, aku berteriak-teriak memanggil Helios. "Helios, Helios...!!! Kau dimana? Cepat datang kesini!"
"Hai roh, kau sangat berisik sekali. Diamlah...!! Kau mengganggu istirahatku saja."
Aku mencari asal suara yang kudengar tadi. Ternyata suara itu berasal dari arah kamar mandi kamar perawatan. Aku masuk kesana dan mencari siapa pemilik suara itu.
Dan betapa kagetnya aku, saat melihat seorang lelaki pucat sedang tiduran di bathtub kamar mandi ruanganku. "Si-siapa kau? Sedang apa kau tidur disana?" tanyaku.
"Aku roh juga sama sepertimu. Kau berisik sekali, jadi mengganggu waktu tidurku!"
"Maafkan aku, aku tidak tahu kalau ada roh lain juga disini."
"Apa kau baru menjadi roh?"
"Aku, ya aku baru kemarin menjadi roh."
"Pantas saja kau masih lemah. Ternyata baru saja menjadi roh. Lalu tadi kau memanggil siapa? Teriak-teriak mengganggu."
"Aku memanggil malaikat maut temanku, Helios."
"Hebat sekali kau, baru menjadi roh sudah berteman dengan seorang malaikat maut."
"Hai...hai siapa yang sedang kalian bicarakan?" kata Helios.
Aku menengok kearah asal suara itu, kutemukan sosok Helios dan seorang lainnya disana. "Helios kau sudah datang. Darimana saja kau seharian ini? Aku pusing dan frustasi mencarimu. Kau tak memberitahuku cara untukku menghubungimu."
"Maafkan aku Cleo, aku lupa memberitahumu cara untuk menghubungiku. Aku juga minta maaf karena seharian ini aku benar-benar disibukkan oleh banyak tugas dari pimpinan."
"Baiklah tak apa, oh iya Helios siapa yang kau bawa bersamamu ini?"
"Kenalkan ini temanku Hansen. Dia kubawa kesini untuk memberitahu satu hal padamu."
"Hal apa?"
"Hansen pernah menemui roh sepertimu juga Cleo. Roh itu tidak ada dibuku catatan kematian, tapi dia keluar dari jasadnya dan tak bisa kembali."
"Benarkah itu Hansen?"
"Ya itu benar. Tapi siapa roh yang bersamamu itu?"
Mereka semua menengok kearah bathtub kamar mandi dan melihat sesosok pucat sedang tersenyum kearah mereka.
"Tenang saja, aku akan pergi dari sini. Aku takkan mengganggu rapat kalian."
Sosok itu pun lalu menghilang dari pandangan mereka seketika.
"Tadi dia tiba-tiba muncul di depanku dan memarahiku karena aku berteriak-teriak memanggilmu Helios."
"Banyak makhluk seperti mereka disekeliling kita Cleo. Kau harus lebih bisa bersikap sopan dan hati-hati. Dunia roh juga sama seperti dunia manusia, mereka ada dan beragam jenisnya. Beruntung yang baru saja kau temui tadi tipikal roh yang tidak jahat."
"Benar yang Helios katakan. Ayo kita cari tempat mengobrol yang nyaman. Masa kita mengobrol di dalam kamar mandi seperti ini," ujar Hansen.
Mereka bertiga tersenyum dan meninggalkan toilet tersebut. Hansen sempat melihat tubuh Cleo yang terbaring lemah diatas ranjang dan dipakaikan banyak alat bantu kehidupan.
"Sepertinya, kalau semua alat itu dilepas, kau akan mati Cleo," ujar Hansen.
"Belum tentu juga kawan, nama Cleo tidak berada di buku catatan kematian. Bagaimana dia bisa mati?" tanya Helios.
"Apa kau lupa Helios? Nama di buku catatan kematian bisa berubah tiap jamnya. Semua itu tergantung dari takdir mereka masing-masing," jawab Hansen.
"Jadi maksudmu sewaktu-waktu aku bisa mati?" tanyaku.
"Ya karena takdir manusia berubah setiap waktu. Kita tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi kepada diri kita kelak," jelas Hansen.
"Tidak Cleo, kau tenang dulu. Hansen berkata seperti itu hanya untuk membuatmu mengerti kemungkinan terburuk pada takdirmu. Tapi untuk saat ini, berbeda. Kau harus mendengarkan penjelasan Hansen yang lain."
"Penjelasan apa lagi yang akan kau beritahukan kepadaku Hansen?"
"Cleo benar apa yang dikatakan oleh Helios. Aku hanya bicara kemungkinan terburuk yang bisa terjadi padamu. Agar kau mempersiapkan diri, jika sesuatu yang tidak kau inginkan terjadi. Dan untuk kasus sepertimu ini, dulu aku pernah melihat roh yang sama sepertimu. Dia diberi sebuah jam pasir oleh pimpinan kami."
Hansen mengeluarkan jam pasir yang ia maksud dari dalam tasnya. "Seperti ini Cleo, saat ini aku juga ditugaskan untuk memberikan jam pasir ini kepada Helios, untuk diserahkan kepadamu," tutur Hansen, sambil memberikan jam pasir itu kepadaku.
Aku menerima jam pasir yang ia berikan padaku. Bentuk jam ini terdiri dari dua ruangan kosong atas dan bawah, persis seperti angka delapan. Ada pasir di salah satu ruangan kosong dalam jam itu.
"Untuk apa kau menyerahkan jam pasir ini kepadaku Hansen?"
"Jam ini berfungsi untuk menghitung waktumu kembali kepada tubuhmu. Kau memiliki waktu seratus hari dari hari pertama kau keluar dari jasadmu. Setiap hari yang sudah kau lewati akan terhitung oleh jam ini. Pasirnya, akan jatuh ke bagian bawah disetiap harinya. Dan di hari ke seratus nanti, pasir yang ada dibagian atas akan habis. Hal ini menandakan waktumu di dunia telah habis," jelas Hansen.
"Lalu apa yang terjadi padaku jika waktu seratus hari yang diberikan Tuhan itu telah habis?" tanyaku.
"Tidak akan terjadi apapun padamu Cleo. Aku yakin sebelum seratus hari itu tiba, kau sudah bisa masuk kedalam tubuhmu," potong Helios.
Aku tersenyum mendengar penjelasan Helios yang melegakan hati. Sedangkan Hansen dan Helios saling bertatapan. Aku tak mengerti arti tatapan mereka berdua. Yang kumengerti saat ini adalah waktuku masih panjang. Lebih panjang dari prediksi dokter yang hanya dua puluh empat jam. Kali ini, aku masih memiliki waktu sekitar seratus hari lagi.
____Bersambung___