Bab 1 Abian dan Calya
Bab 1 Abian dan Calya
Pagi ini kelas terasa sunyi, seisi kelas hanya ditemani oleh cahaya matahari yang menembus kaca-kaca jendela. Keheningan mengisi seluruh isi ruangan kelas yang sepi nan kosong. Terlalu dini siswa siswi meramaikan sekolah. Namun, sosok perempuan yang terlalu penyendiri sudah mengisi keheningan dan sepinya kelas itu.
Sosok perempuan tersebut bernama Calya. Calya perempuan penyendiri yang susah bergaul dengan teman sebayanya. Perempuan bermata cokelat, rambut yang begitu panjang, badan yang pendek. Hanya buku dan seseorang lelaki yang mampu menemani ia di sekolah maupun di luar sekolah. Ia pernah mengesampingkan kesendiriannya itu, namun yang ia dapatkan hanyalah kegelisahan dalam dirinya di keramaian orang.
Sembari menunggu teman sekelasnya datang, Calya mengutak-ngatik handphone-nya dan membuka sosial media. Facebook, Instagram, dan Twitter. Ah semuanya sangat membosankan. Perpustakaan sekolah belum buka sepagi ini. Calya hanya bisa terdiam seorang diri tanpa ada teman bicara. Mungkin tidur adalah pilihan terbaik menunggu semua kelas terisi penuh.
“Pagi, Calya manis.....” terdengar suara merdu laki-laki di kejauhan memanggil namanya..
Lelaki itu terus memanggil namanya tanpa henti. Calya pun mulai membuka matanya perlahan-lahan dan berkata, "hem. Jangan lakukan itu terus Bian! Aku mendengarnya."
"Nyenyak banget yaa Cal. Terasa kelas ini seperti rumah pribadi ya," ucap Abian dengan senyum.
Seorang laki-laki yang selalu menemani Calya ialah Abian. Abian sangat ramah terhadap semua perempuan di sekolahnya dan ia menjadi laki-laki yang paling dikagumi oleh perempuan-perempuan di sekolah. Banyak yang iri Abian selalu menemani Calya kemanapun. Perempuan-perempuan di sekolahnya selalu mendatangi Calya dengan maksud tertentu agar bisa berdekatan dengan Abian. Namun sifat Calya yang sangat penyendiri, membuat dirinya tidak biasa berhubungan dengan teman-temannya.
Walaupun Abian sosok yang ramah, Ia juga tidak sembarang berbicara dan berteman dengan perempuan di sekolah. Banyak yang bilang kalau Abian banyak berbicara pada perempuan, itu tandanya kamu adalah orang beruntung. Tetapi dalam hati Calya berkata, “ah, kalian saja yang tidak bisa dan tidak tau caranya.”
“Hei, Calya. Sudah siap untuk ulangan hari pertama?” tanya Abian yang duduk disampingku.
“Sudah dong. Dirimu belum kan?” tanya Calya kembali.
“Jelas sudah dong. Lihat ini," Abian memperlihatkan selembar kertas kecil dari laci mejanya.
"aku sangat mempersiapkannya, haha” ujar Abian dan memamerkan kertas yang berisi rumus ke Calya.
Calya hanya tersenyum dan memukul lengan kiri Abian yang berotot, tapi tidak begitu besar. Sesuai dengan ukuran anak sekolahan.
“Ih apaan sih jadi perempuan ini ya, ketawa sedikit dipukul. Senyum sedikit dipukul. Memang sudah sejak dalam kandungan hobinya pukulin orang. Kasihan jadi laki-laki selalu jadi korban,” balas Abian dengan memegang lengan yang Calya pukul.
“Lemah banget sih kamu jadi laki-laki, dipukul pelan segitu aja kesakitan,” timpal Calya tersenyum sambil membaca buku pelajaran.
“Hm, ya sudah lah!” Abian yang merajuk.
Ia memalingkan mukanya dari hadapan Calya dan membaca rumus-rumus yang telah dia tuliskan di malam sebelum ulangan.
Tak lama terdiam keduanua, Abian berkata, “tapi kalau dikasih kertas ini, kamu mau juga kan?” Abian terus menggoda Calya.
“Ih, Abian. Berhenti mrnggodaku! Aku mau belajar ini. Kamu persiapkan diri kamu sendiri dan jangan ganggu aku lagi!” dengan muka cemberut khas Calya.
Abian hanya tersenyum melihat Calya yang cemberut dan dia tidak lagi menganggu aku belajar untuk menghadapi ulangan yang sangat mematikan yaitu Fisika. Abian memang sangat suka membuat Calya cemberut, bete, kesal. Hal itu dilakukan karena menurut Abian wajah Calya lucu jika sedang cemberut, bete, kesal. Oleh sebab itulah yang membuat Abian sangat bersemangat membuat Calya cemberut, bete, kesal.
Abian juga pernah berkata pada Calya, “aku tidak akan membuatmu terlalu sering cemberut. Tetapi, setidaknya setiap hari sesekali boleh dong,” dengan tertawanya yang khas. Tingkah laku Abian yang berbeda kepada Calya menjadikan ciri khas pertemanan Abian dan Calya.
Suasana kelas yang tadinya ramai menjadi penuh dengan ketegangan karena sebuah kertas ulangan sudah dibagikan di atas meja masing-masing siswa. Semua murid mengerjakan ulangannya dengan penuh kehati-hatian. Tidak ada suara yang menggangu keheningan di dalam kelas itu.
Satu setengah jam telah berlalu, beberapa siswa telah keluar dari ruangan kelas yang sangat menegangkan. Yang tersisa hanyalah Abian dan beberapa temannya. Tak butuh waktu yang terlalu lama untuk Calya, Calya dengan mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan dari berlembar-lembar kertas ulangan itu. “Untung saja aku membaca kembali apa yang tertera dibuku, jika tidak ku baca, tidak akan mungkin aku bisa menjawab ini, paling hanya beberapa soal saja,” ucap Calya dalam hati.
Terlihat Calya menunggu Abian tidak jauh dari depan pintu masuk ruang kelasnya. Terlihat Abian yang mencuri-curi waktu untuk melihat rumus-rumus di laci mejanya. Calya dari jauh hanya tersenyum melihat Abian. Abian yang sibuk mencuri waktu dan menggaruk-garuk kepalanya menandakan ia kebingungan dan harus mengisi apa di kertas jawaban ini.
Bunyi bel sekolah memecah suara keheningan di dalam kelas dan menandakan waktu ulangan telah selesai dilakukan. Abian segera mengumpulkan hasil jawaban ulangannya ke depan kelas yang telah ditunggu oleh gurunya. Guru tersebut memanggil siswa yang telah keluar kelas untuk segera memasuki kelas dan menyampaikan salam penutup telah selesai dilakukannya ulangan pada hari ini.
Abian dan Calya berjalan keluar kelas dan menuju kearah kantin. Diperjalanan menuju kantin, Calya membuka suara, “lancar banget ya melihat isi kertas itu. Kebiasaan sekali."
Abian hanya tersenyum-senyum malu dengan perbuatannya selama ujian berlangsung. Tiba-tiba dengan wajah yang berubah, “itu sih sebab kita dituntut untuk memiliki nilai tinggi. Coba saja kita dituntut kejujuran dan tidak dimarahi ketika nilainya tidak bagus, tidak akan aku sibuk-sibuk tiap malam sebelum ulangan membuat rumus-rumus, Cal."
Calya hanya diam dan berpikir, “ada benarnya juga apa yang dikatakan Abian. Kalau saja nilai jelek tidak dipermasalahkan, pasti yang tertanam di seluruh siswa hanya kejujuran."
Sesampainya di kantin, banyak mata sinis menuju kearah Abian dan Calya. Terutama para perempuan melihat Abian dan Calya berduaan. Jiwanya seperti terbakar melihat kemanapun berdua. Bola mata para perempuan seakan-akan ingin keluar dari tempatnya.
“Abian agak cepat sedikit ya beli makannya. Aku tidak bisa dilihatin perempuan seperti itu,” ucap Calya sambil menarik baju Abian.
“Iya, iya. Sebentar lagi kita pergi dari sini. Makanan yang ku pesan sedang dibikin oleh bude kantin. Kamu beli makan apa?” tanya Abian sambil berdesak-desakan seperti rebutan sembako.
Calya mengarahkan kantong kresek yang berisikan beberapa gorengan bude kantin.
“Kamu tidak beli nasi bungkus?” tanya Abian.
“Aku bawa bekal. Makannya di depan kelas ya.”
“Kenapa tidak bilang ke aku kalau kamu bawa bekal? Tahu kamu bawa bekal, aku tidak beli makanan di kantin,” Abian melihat Calya.
“Ya, kamu tidak bertanya dulu samaku. Emang kenapa kalau aku bawa bekal?” tanya Calya kembali.
“Bisa aku minta, hehehe,” jawab Abian dengan senyum-senyum.
“Ih, tidak bermodal sekali kamu. Ayo, cepat buruan kita pergi dari sini!” ucap Calya bete.
Abian dan Calya pun dengan terburu-buru keluar dari pengapnya kecemburuan di kantin dan berjalan cepat menuju ke arah kelas untuk mengambil bekal Calya. Tidak ada yang istimewa dari Abian dan Calya. Hanya saja kedekatan Abian dan Calya membuat chemistry berbeda yang sangat kuat. Abian dan Calya hanya berteman baik sejak dari Sekolah Menengah Pertama. Hanya Abian yang mampu banyak berbicara pada Calya dibandingkan teman-teman yang lainnya. Walaupun kegiatan Abian lebih padat jadwalnya dan memiliki banyak teman karena memiliki tim olahraga, tetapi Abian tetap menyempatkan waktu untuk ngobrol bersama Calya.
“Apa isi bekal kamu? Tumben sekali kamu membawa bekal,” ujar Abian.
“Ada nasi, ayam, dan sayur kangkung, tidak lupa juga ada kerupuk. Abian mau?” tanya Calya menyodorkan bekalnya kepada Abian.
“Sudah, kamu aja yang makan. Bekal kamu banyak juga ya isinya. Tanda-tanda akan gendut nih,” ujar Abian sambil tertawa.
Calya hanya mendengarkan dan memakan bekalnya dengan sangat lahap. Ulangan hari ini membuat ia terlihat sangat kelaparan. Abian sesekali mencuri pandang ke wajah Calya yang makan di sampingnya.
Bersambung......