Bab 1 Acara Reuni Mama
Bab 1 Acara Reuni Mama
Suasana pagi yang diselimuti dengan awan kelabu memang membawa hawa sejuk dan nyaman untuk tetap bergelung di dalam selimut. Di kamar yang penuh pernak-pernik k-pop dan animasi Doraemon ini, seorang gadis dengan rambut panjangnya masih setia berbaring di atas tempat tidur dan memanjakan diri dengan selimut tebalnya. Terlihat sangat betah dengan posisinya hingga jam beker yang terus berdering tidak dia hiraukan dan ketukan pintu dengan panggilan namanya juga tidak dia hiraukan.
Ketukan pintu itu pun mulai menghilang dan kini pintu kamarnya terdengar telah terbuka. Gadis itu masih enggan untuk membuka matanya dan mempertahankan posisinya. Seorang wanita masuk ke dalam kamar dan membuka tirai membuat seberkas sinar matahari masuk menembus kaca dan menyinari seluruh ruangan. Gadis itu malah mengubah posisinya membelakangi asal sinar.
“BANGUN ATAU MAMA SIRAM KAMU!” ancam wanita tersebut. Namun itu tidak membuat gadis yang terbaring itu berniat untuk membuka matanya.
“Bentar ma, sepuluh menit lagi ya,” kata gadis itu meminta sambil menarik selimutnya, namun berhasil di tarik lebih dahulu oleh wanita - mamanya- yang berada di kamarnya.
“Bangun sekarang Nauralify!” Usaha terbaik sudah di serahkan semua hingga akhirnya dia berteriak membangunkan putrinya ini. Dengan malas akhirnya gadis -Nauralify- ini bangun dan mendudukkan tubuhnya di tempat tidurnya sambil menatap mamanya dengan wajah melasnya.
“Ini hari minggu ‘kan mama? Please, Ara mau tidur lagi sebentar. Nanti juga bangun lagi,” pinta Naura dengan wajah memelas pada mamanya.
“Gak bisa, kamu sudah janji sama mama buat temani mama ke reuni mama. Mereka bawa anak Ara. Masa mama harus datang sendiri, Kak Iyel tuh lagi di Surabaya, Ra. ‘Kan gengsi datang sendiri,” tolak mamanya.
“Acaranya kapan sih, ma? Jam berapa?” tanya Naura dengan sabar.
“Hari ini jam 10,” jawab mamanya membuat Naura melihat jam dinding di kamarnya. Matanya seketika matanya hampir melotot dengan tidak sopannya.
“Ma, ini masih jam tujuh pagi. Acara mama jam 10 masa mama sudah suruh Ara bangun jam segini. Siap-siap nanti juga bisa mama, tidur lagi ya,” pinta Naura yang sudah ingin membaringkan tubuhnya kembali.
“Mandi sekarang dan mama tunggu di meja makan kita sarapan dulu. Nanti jam sembilan mama akan bantu pilih baju yang pas untuk ke acaranya,” kata mamanya.
“Ara bukan anak kecil mama. Ara bisa siapkan sendiri baju Ara. Cukup mama bilang dresscodenya bagaimana dan acaranya seperti apa. Ara bisa sesuaikan,” sahut Naura.
“Gak bisa. Nanti kamu akan pakai baju seperti biasa yang tomboy banget,” kata mamanya. Naura menghela napas perlahan.
“Ya sudah terserah mama, sekarang Ara mandi?” pasrah Naura.
“Ya iya lah. Begitu aja ditanyakan, Astagfirullah!” seru mamanya.
“Ya sudah mama tunggu di bawah aja dulu. Nanti Ara turun,” kata Naura.
Mendengar perkataan Naura membuat mamanya melangkah keluar dari kamar Naura tidak lupa menutup kamar anak gadisnya itu. Naura hanya memperhatikan kepergian mamanya itu dari atas tempat tidur. Setelah pintu benar-benar tertutup, gadis itu menghela napas beratnya dan memejamkan matanya sejenak.
“Perasaan dari dulu sampai sekarang yang jadi masalah selalu penampilan gue. Emang apa salahnya menjadi gadis tomboy? Setidaknya kan gue masih gadis tulen. Serah mama deh, yang penting mama bahagia. Mending mandi deh daripada harus dengar mama bernyanyi lagi,” kata Naura yang bangkit dan menuju ke kamar mandi.
Sesuai dengan perkataan Bu Rani -Mama Naura- saat membangunkannya tadi, sekarang wanita itu sedang sibuk mencari pakaian yang pantas di gunakan putrinya untuk ke acaranya. Naura hanya melihat dari tempat tidurnya, sedangkan Bu Rani menyusuri lemari putrinya mencari yang cocok. Berkali-kali Naura menghela napas berat, namun itu tidak membuat Bu Rani segera berhenti. Naura hanya memainkan hpnya menunggu keputusan mamanya.
“Nah, kamu pakai aja yang ini deh. Ini bagus dan cocok sama yang akan mama pakai nanti. Jangan lupa poles sedikit itu wajahnya, nanti kalau butuh bantuan, panggil mama ya, Sayang,” kata Bu Rani yang hanya di jawab dengan sebuah anggukan oleh putrinya.
“Cepat siap-siap dan kita berangkat agar tidak terlambat, Sayang. ‘Kan enggak enak kalau terlambat, Sayang,” pesan Bu Rani sambil menaruh dress yang menjadi pilihannya ke tempat tidur Naura tepat di samping putrinya. Naura hanya mengangguk dan melihat dress itu.
Dress berwarna maroon yang di lengkapi dengan pita di samping pinggangnya terlihat cukup elegan, tapi entah mengapa Naura hanya menatapnya datar. Dengan berat hati, Naura meraih dress itu dan segera mengganti pakaiannya. Setelah mengganti pakaiannya, dia memoles sedikit wajahnya dan segera turun.
Naura menunggu mamanya setelah semua telah terselesaikan. Flatshoes senada dengan dressnya pun sudah terpasang indah di kakinya. Gadis itu kini memainkan hpnya sambil menunggu mamanya. Mamanya turun dengan baju senada dan terlihat elegan sekali.
‘Buset, mama gue cantik banget. Kenapa gue kaya buntelan salju teman Elsa ya? Makin enggak yakin gue anak kandung mama,’ batin Naura melihat penampilan mamanya.
“Sudah siap kan, Sayang?” tanya Bu Rani pada Naura yang sedang menatapnya. Gadis itu berdiri dan menganggukkan kepalanya.
“Sudah kok ma, mama cantik banget hari ini. Kaya gini dong ma setiap hari, kan nyegerin gitu,” puji Naura. Bu Rani terkekeh mendengar pujian dari putrinya itu.
“Ngapain juga mama make up di rumah, Sayang? Menghabiskan make up aja. Sudah sana kamu izin dulu ke papa kamu. Tadi mama sudah izinkan sih, takutnya lupa nanti malah cari kamu,” sahut Bu Rani yang membuat Naura berjalan menuju ruang kerja papanya.
Setelah berada di depan pintu ruangan papanya, Naura mengetuk pintunya perlahan dan meminta izin untuk masuk. Setelah di izinkan untuk masuk, barulah gadis itu membuka pintunya dan masuk menemui papanya yang sedang bergulat dengan beberapa map di depannya. Gadis itu mendekati papanya dan membuat papanya melihat anak gadisnya yang dengan tatanan lain.
“Kamu jadi ikut mama, Sayang?” tanya Pak Ilham -Papa Naura- yang langsung berdiri dan mendekati anak gadisnya.
“Iya lah pa, daripada Ara disantap sama mama. ‘Kan serem,” jawab Naura dengan tawa pelan di akhir perkataannya. Pak Ilham menggeleng mendengar perkataan putrinya.
“Kamu ini, kan kamu sendiri yang janji sama mama kalau kamu mau ikut. Salah siapa kalau seperti itu?” tanya Pak Ilham membuat Naura hanya memberi cengiran khasnya.
“Iya sih pa, Ara pikir mama akan lupa sama janji Ara. Ternyata ingat, ya sudah Ara pasrah,” kata Naura melas. Pak Ilham tertawa pelan mendengar putrinya memelas.
“Ya sudah hati-hati di jalan. Jaga diri dan jaga mama kamu, orang jahat enggak ada yang tahu, Sayang,” pesan Pak Ilham.
“Iya pa, papa juga jangan lupa makan siang. Ini sudah hampir waktu makan siang, jangan kerja terus. Toh ini hari minggu, pa. Jaga kesehatan papa, Ara sayang papa,” kata Naura memeluk papanya. Pak Ilham membelai lembut rambut panjang putrinya.
“Iya sayang, jangan khawatirkan papa hari ini. Papa akan makan siang setelah pekerjaan papa selesai. Senang-senang sama mama ya, Sayang. Papa juga sayang Ara,” sahut Papanya. Naura pun melepaskan pelukan pada papanya.
“Ya sudah, Ara berangkat sama mama dulu ya, pa,” pamit Ara. Pak Ilham menganggukkan kepalanya dan mencium puncak kepala putrinya.
“Jangan lupa cari pacar ya, Sayang,” goda Pak Ilham membuat pipi Ara memerah.
“Ih papa, apaan sih,” elak Naura yang keluar dari ruangan papanya dan berangkat bersama mamanya.
***
Di sebuah kafe yang sedang mengadakan grand opening, kini terlihat sangat ramai. Namun keramaian ini bukan dikarenakan grand opening yang mereka adakan. Tapi karena sang pemilik cafe sedang mengadakan reuni bersama teman-teman lamanya di cafe tersebut. Seorang pria dengan jas navy yang sedang berdiri di sambil memegang segelas jus jeruk dengan menatap keramaian acara ini.
“Kok gue tiba-tiba menyesal ya ikut mama? Em….” gumamnya dan segera menegak jus jeruk itu. Pria itu pun pergi ke halaman samping yang terdapat playground dan beberapa kursi outdoor. Pria itu mengedarkan pandangannya dan melihat seorang gadis yang sedang terduduk di sebuah ayunan dengan wajah kesalnya.
“Ngapain dia di sana? Apa dia korban pemaksaan juga kaya gue?” gumam pria itu sambil memperhatikan gadis yang kini sedang mengikat rambutnya tanpa aturan namun tidak meninggalkan jejak kecantikannya. Dalam hatinya dia mengakui bahwa gadis yang sedang diperhatikannya itu sangat cantik.
Dengan langkah ringan dia berjalan menuju ayunan itu dan duduk di ayunan samping gadis itu. Dilihatnya gadis di sampingnya itu melalui ekor matanya tanpa mengucapkan sepatah kata hingga dia memutuskan memecah keheningan.
“Lo kenapa ada di sini? Kenapa gak di dalam aja?” tanya pria itu. Gadis itu menoleh dan memperhatikan pria di sampingnya.
“Karena gue suka di sini. Lo sendiri ngapain di sini?” jawab gadis itu.
“Bosan di dalam,” sahut pria itu yang hanya di balas dengan anggukan. Keheningan pun menyapa mereka kembali. Pria itu masih memperhatikan gadis di sampingnya meski gadis itu sudah mengalihkan pandangannya.
“Ngelihatnya gak usah begitu, takut ibu-ibu akan salah paham kalau tahu,” celetuk gadis itu sambil menutup matanya dan mengayunkan ayunan yang dia duduki. Pria itu terkejut dan membulatkan matanya seolah telah tertangkap basah setelah melakukan kejahatan.
**