1
Mentari menyinari bumi. Sinar sang surya menyelinap melalui celah-celah jendela yang tertutup gorden. Menerpa kulit wajahnya dengan lembut. Membuatnya tersadar, hari telah berganti. Saatnya bangun dari dunia mimpi.
Perlahan ia membuka matanya, mengerjapkannya beberapa kali. Mencoba menyadarkan diri dan terbangun dari fantasi bawah sadar.
"Uuungghh... jam berapa?" Tanya Alexa pada dirinya sendiri. Ia menoleh ke arah jam weker di sampingnya.
"First day of school." Sambungnya.
Alexa adalah seorang siswi SMA kelas XII di salah satu sekolah negeri bergengsi di Jakarta. Hari ini adalah hari pertama sekolah di tahun ajaran baru.
Alexa turun dari tempat tidurnya yang nyaman dan empuk menuju kamar mandi. Ia tidak ingin terlambat di hari pertama.
Setelah siap dengan seragam sekolahnya, Alexa turun untuk sarapan.
"Morning, Mom. Morning, Dad." Sapa Alexa pada kedua orang yang telah ada di meja makan.
"Morning, darling." Jawab William, ayah Alexa.
"Morning, honey." Sahut Anna, ibunda Alexa.
Ya, Alexa adalah keturunan campuran. Ia mendapat darah Amerika dari ayahnya, dan Indonesia dari sang ibunda. Keduanya sangat sayang dan perhatian pada Alexa.
"Are you ready for school?" Ucap Will pada putrinya.
"Yeah, I have to. Ready or not." Jawab Alexa sambil menyuapkan roti ke mulutnya dan mengunyahnya dengan malas.
"Kok gitu ngomongnya? Yang semangat, dong! Udah kelas XII, juga." Lanjut Anna berusaha menyemangati putrinya.
Alexa hanya mengerang malas sebagai respon.
"Kamu tuh, ya. Udah, cepat makannya. Nanti telat lagi di hari pertama." Anna mulai geram dengan tingkah Alexa.
Putri mereka yang satu ini memang memiliki watak yang dingin dan jutek. Namun tetap sopan pada orang yang lebih tua.
"Ok, it's time to go! Ayo, Alexa! Hari ini Daddy antar." Ajak Will.
"Ok." Jawab Alexa singkat sebelum menghabiskan susunya.
"Susunya habiskan!" Omel Anna.
Alexa mengangguk pelan dan segera menghabiskan susunya. Ia berpamitan pada ibunya dan segera menuju mobil bersama ayahnya.
“Have a nice day, sweet heart." Ucap Will pada Alexa sesampainya di depan sekolah.
"Thanks, dad." Jawab Alexa lalu mencium tangan ayahnya dan turun dari mobil. Ia melambaikan tangan pada ayahnya sebagai ucapan sampai jumpa.
"Nanti Daddy jemput." Kata Will lalu menjalankan mobilnya menuju kantor.
Ayah Alexa adalah seorang pemilik perusahaan besar yang menjabat sebagai Presiden Direktur. Perusahaannya sudah memiliki banyak cabang di berbagai kota dan beberapa di luar negeri.
***
Alexa berjalan menuju ruang kelasnya.
"Al, mau ke mana?" Tanya Rissa, sahabat Alexa sembari menepuk pundaknya.
"Kelas." Jawab Alexa singkat disertai ekspresi datar.
"Ya, elah. Kelas kita bukan di sini lagi, Al. Kan kita udah kelas XII."
"Terus?"
"Ya kita pindah kelaslah." Kata Rissa sambil menepuk dahinya sendiri.
"Oh." Jawab Alexa singkat.
"Al, kok lu ngeselin, yak? Jadi pengen gue tabok." Kata Rissa geram. Ia gemas melihat reaksi Alexa yang ala kadarnya.
"Coba aja!" Tantang Alexa dengan wajah datar yang membuat Rissa semakin gemas padanya.
"Ya, elah. Mana berani gue? Yang ada tangan gue lu plintir sampai patah. Terus lu smackdown. Mati gue ntar." Cerocos Rissa sambil membuat ekspresi yang berlebihan.
"Lebay." Kata Alexa sambil berjalan menjauh.
"Al, tungguin, woy! Lu mah, kebiasaan. Seneng amat ninggalin gue. Btw, lu tahu ruang kelas kita yang baru yang mana?" Rissa mengejar Alexa yang berjalan dengan cepat.
"Gak."
"Ok. Follow me, girl!" Titah Rissa sembari menarik tangan Alexa.
Alexa hanya menurut dengan diam.
Saat sampai di depan kelas barunya, Rissa dan Alexa melihat sekumpulan anak membuat kerumunan.
"Itu kenapa, ya?" Tanya Rissa penasaran.
"I don't know, and I don't care." Jawab Alexa.
"Tapi gue kepo, nih. Tanyain, yuk?"
"Males."
"Udah, ayok!" Rissa menarik paksa tangan Alexa. Alexa hanya menghembuskan napas dan mengikuti Rissa dengan terpaksa.
Sebenarnya, Alexa tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti ini. Terlebih jika hal itu tidak penting dan tidak berkaitan dengan dirinya.
"Permisi. Ada apa, sih? Kok rame banget di sini?" Tanya Rissa pada salah seorang siswi yang ada dalam kerumunan itu.
"Ada murid baru. Cowok. Ganteng banget!" Jawab siswi itu dengan sangat bersemangat.
"Oh, ya? Seganteng apa? Mirip oppa-oppa kesayangan gue, gak?" Sahut Rissa tak kalah antusisas.
Alexa yang mendengar itu hanya geleng-geleng kepala. Ia tak menyangka, satu orang murid pindahan saja dapat membuat keributan seperti itu.
Alexa merasa geram karena ia tak bisa masuk ke kelas karena terhalang kerumunan.
"Minggir." Kata Alexa berusaha masuk kelasnya. Tak ada tanggapan. Tak ada yang mendengar karena semuanya sedang ribut. Bahkan Rissa sendiri tak mendengarnya dan sibuk berusaha menyelinap masuk.
Yang benar saja? Mereka membuat keributan bahkan untuk hal yang tidak penting, batin Alexa.
Salah seorang siswi secara tiba-tiba mendorong Alexa hingga membuatnya hampir terjatuh. Ia bahkan tak meminta maaf dan ikut bergabung dalam kerumunan itu. Alexa menjadi kesal.
"MINGGIR!!!" Teriak Alexa.
Seketika kerumunan itu menjadi tenang dan semuanya menoleh ke arah Alexa. Alexa memberikan ekspresi datar dan tatapan tidak suka. Mereka merasa gugup, lalau perlahan memberi jalan pada Alexa.
Alexa memang disegani, bahkan cenderung ditakuti oleh anak-anak di sekolahnya. Selain karena sifatnya yang dingin dan jutek, Alexa juga merupakan ketua kelas dan disenangi oleh guru-gurunya karena ia pintar dan tidak pernah membuat masalah. Alexa juga menguasai beberapa jenis bela diri, yakni karate, taekwondo, dan anggar. Hal inilah yang membuatnya semakin ditakuti dan disegani oleh anak-anak lain di sekolahnya.
Alexa melangkah masuk ke kelasnya. Baru beberapa langkah ia masuk, Rissa memanggilnya.
"Alexa! Gue juga." Rissa lalu berlari kecil dan meraih tangan Alexa.
"Terserah." Jawab Alexa datar. Ia lalu menoleh. Kerumunan itu masih ada di sana.
"Kalian semua, bubar!" Sambungnya.
"Alah, kenapa, sih? Gak bisa banget liat orang seneng!" Ucap Sandra, salah satu teman sekelas Alexa.
Seluruh mata tertuju padanya. Ia tersenyum puas karena berhasil membantah Alexa.
Alexa tidak menjawabnya. Ia hanya menatap Sandra dengan ekspresi datar dan matanya yang tajam. Sandra merasa gugup. Dengan kikuk ia memalingkan wajah lalu berjalan menuju tempat duduknya.
Alexa kembali mengarahkan pandangannya kepada kerumunan.
"Bubar!" Tegasnya dengan tatapan tajam.
Dengan cepat para siswi dari berbagai kelas yang tergabung dalam kerumunan itu berlari berhamburan.
"Al, kenalan, yuk!" Ajak Rissa.
"Ngapain? Aku udah kenal kamu. Tiap hari ketemu. Bosan." Jawab Alexa sarkas dan berjalan menuju tempat duduk paling depan di pojok samping jendela.
"Iiiihh, bukan gue. Tapi sama anak baru itu. Dia masuk kelas kita, katanya." Ucap Rissa sambil tersenyum dan melirik ke arah siswa pindahan dengan setengah berbisik kepada Alexa.
"Kan baru katanya, kalau nyatanya gak?"
"Ya, gak apa-apa. Kan tetep bisa kenalan. Hehe." Rissa tersenyum lebar dan membuat lesung pipinya terlihat.
Alexa hanya menghembuskan nafas. Ia lebih memilih untuk tidak menjawab sahabatnya itu. Karena Rissa adalah orang yang keras kepala, tapi tentu saja tidak lebih dari Alexa.
Rissa mengerucutkan bibirnya, tanda bahwa ia kesal.
"Alexa gak seru, nih! Gak setia kawan."
"Diam. Pindah aja sana!"
"Enak aja! Gak mau! Gue maunya duduk di sini bareng lu. Gue gak mau ninggalin Alexa sendirian. Gue kan setia kawan. Hehe." Jawab Rissa dengan ceria dan senyum yang mengembang.
"Terserah. Jangan ribut!" Kata Alexa. Ia sendiri bahkan bingung dengan perubahan mood sahabatnya itu yang sangat cepat.
Rissa memang anak yang sangat ceria dan ekspresif. Berbanding jauh dengan Alexa yang dingin dan jutek.
Jika Rissa adalah orang yang sangat responsif, Alexa lebih jarang bereaksi dan hanya berekspresi seadanya. Namun Alexa akan lebih banyak berbicara pada orang-orang yang dekat dengannya dan membuatnya nyaman. Dan salah satu orang yang berhasil menenbus dinding es Alexa selain orang tuanya sendiri adalah Rissa. Namun tetap saja, Rissa harus bisa bersabar dan memahami sikap Alexa. Terlebih saat moodnya sedang buruk. Alexa bisa jadi lebih menyeramkan dari Valak. TT