Pustaka
Bahasa Indonesia

When I Met You

22.0K · Ongoing
Abigail Kusuma
20
Bab
219
View
9.0
Rating

Ringkasan

Seperti mimpi buruk, Belva yang merupakan sosok perempuan kuno, terjebak cinta satu malam dengan Ares Ducan—pria angkuh dan dingin. Sialnya, hubungan satu malam itu membuat Belva mengandung anak Ares Ducan. Hubungan rumit membentang, ditambah dengan status sosial yang berbeda. Lantas, bagaimana kelanjutan kisah Belva dan Ares?

RomansaDokterIstriLove after MarriageKawin KontrakPernikahan

Bab 1. Salah Masuk Kamar

Kakinya meliuk di antara langkah yang gontai di tengah lorong sebuah hotel bintang lima. Perutnya sedikit mual, tapi tidak membuatnya ingin memuntahkan alkohol yang telah dia sesap hanya beberapa sloki.

Belva Halburt, gadis mudah berusia 21 tahun yang baru saja lulus dari jurusan Design di salah satu Universitas ternama di Inggris itu sedang berjuang untuk menemukan kamar yang telah disewa oleh Elea—sahabatnya, sang pemilik pesta ulang tahun yang diadakan di kelab lantai paling atas hotel itu.

Belva memang bukan peminum yang handal. Jika saja bukan karena Elea, dia tidak akan mau untuk menginjakkan kaki di sebuah klub. Selama ini, kedatangannya di kelab bisa dihitung tidak lebih dari sepuluh jari. Baginya, hal yang terpenting adalah belajar. Dia tidak mau menyia-nyiakan beasiswa yang telah dia terima untuk menempuh pendidikan yang dia impikan.

Kedua mata Belva menyipit. Dia menatap satu pintu kamar cukup lama, memastikan apakah nomor yang sedang dia lihat benar dengan ingatannya. Detik berikutnya, dia mengangguk penuh keyakinan dan mendekat.

Namun, Belva kembali menyadari satu hal. Dia tidak memiliki kartu akses untuk masuk ke dalam kamar. Keningnya mengerut, kemudian menghela napas panjang.

“Elea! Buka pintunyaa!”

Teriakan Belva nyaring, menggema di sepanjang lorong. Dia terus menggedor-gedor pintu kamar sambil meneriaki nama sahabatnya tersebut. Padahal, Elea sendiri masih berada di kelab, melanjutkan pestanya bersama dengan teman-temannya yang lain.

“Elea! Cepatlah!” Belva kembali berteriak. “Elea! Elea! Elea!”

Pintu terbuka. Belva hampir terjatuh karena selama itu tubuhnya disandarkan pada pintu.

“Kau lama sekali, Elea! Aku hampir pingsan rasanya di luar,” erang Belva tanpa melihat pada siapa yang membuka pintu. Dia terus berjalan gontai dan menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas ranjang kasur.

Sadar akan sesuatu, Belva berusaha untuk membuka matanya sedikit sambil meracau. “Hei, tapi kenapa kau di sini, Elea? Bukankah pestamu belum selesai?”

Hening, tak ada suara. Belva merasa ada yang aneh di tengah ketidak-sadarannya. Gadis itu dengan cepat menengakkan badannya, dan membuka rahangnya lebar-lebar serta mendelik karena melihat sosok pria tampan yang sedang menaikkan sebelah alisnya, menatapnya tajam dan hanya mengenakan handuk di bagian bawah. Rambutnya basah berantakan, mungkin dia baru saja mandi. Satu hal lagi, dia bertelanjang dada, memperlihatkan tonjolan otot dari tiap lekuk badannya yang sempurna.

Sungguh sebuah pahatan Tuhan yang luar biasa. Andai saja Belva bisa memegang dada bidang pria itu, dan meraba sampai ke kotak six-pack yang tampak menggoda, oh!

Pria sempurna itu masih tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dia hanya menatap tajam pada Belva, terlihat heran dan berusaha menepis tangan gadis itu dari badannya.

“Aku tahu ini adalah mimpi. Mana mungkin aku bertemu dengan pria seperti ini jika tidak sedang bermimpi.” Belva semakin meracau.

“Lepaskan!” seru pria itu dingin.

“Diamlah, aku ingin menikmati mimpiku dengan benar.” Belva mendesis, semakin mendekatkan tubuhnya pada pria itu.

Dalam benak Belva, saat ini hanyalah sebuah mimpi yang sangat sayang untuk dilewatkan. Dirinya terus mendorong tubuh tegap pria tampan itu hingga menempel pada dinding kamar, kemudian mengecup singkat pada bibir pria tersebut.

Belva tersenyum lebar, dengan kedua sorot matanya menembus mata sang pria yang mulai tidak bisa menahan gejolak yang sengaja dibangkitkan oleh Belva. Situasi seperti ini, adalah satu hal yang selalu dinantikan oleh Belva. Untuk pertama kalinya, dia melancarkan rayuannya karena yakin bahwa dirinya ada di alam mimpi.

Pria tampan itu menggeram pelan. Sebagai seorang pria, tentu saja dia juga tidak tahan jika terus mendapat sentuhan dari seorang perempuan. Terlebih lagi, Belva adalah sosok yang luar biasa cantik. Tubuhnya sangat seksi, membuat gairahnya bergejolak.

Tangan kekar pria tampan itu langsung mengangkat tubuh ramping Belva, dan membawanya ke atas kasur. Gadis itu mendesah, saat sang pria mulai menyapukan bibirnya pada ceruk leher Belva, perlahan menuju ke bibir ranum itu dan melumatnya.

Belva menarik tubuh pria tampan itu, membawanya semakin dekat pada dekapan. Meskipun ini pertama kalinya bagi Belva, tapi dia telah melihat banyak adegan seperti ini pada setiap film yang dia lihat.

Saat ini, di dalam mimpi yang dia yakini, Belva melepaskan handuk yang menghalangi aset si pria yang telah menegang. Menyadari hal itu, pria itu juga segera melepaskan celana dalam berenda Belva, dan dress yang membalut tubuhnya ketat.

Oh! lekuk tubuh yang sangat indah. Dalam satu hentakan, pria tersebut melesakkan miliknya pada liang basah Belva. Terasa sempit, dan sesak. Pria tampan itu sedikit terkejut karena menembus keperawanan Belva.

Belva merintih nikmat, merasakan ritme yang semakin cepat dan membawanya ke puncak kenikmatan untuk pertama kali dalam hidupnya.

***

Sebelah mata Belva mengerjap karena silau yang menembus mata. Tubuhnya terasa sakit semua. Dia mengerang pelan, merasakan pusing yang luar biasa di kepala.

Saat Belva mulai sadar sepenuhnya, kedua matanya membelalak lebar. Apa-apaan ini? Dia merasakan ada embusan napas yang teratur di leher belakangnya. Sementara itu, bagian bawahnya terasa perih dan panas.

Belva semakin terkejut ketika ada satu tangan yang masih memeluknya. Sontak, dia hampir saja meloncat dari tempatnya sekarang, tapi segera dia urungkan karena takut membangunkan sosok yang ada di belakangnya saat ini.

Dengan sangat pelan dan berhati-hati, Belva memindah tangan pria asing yang tiba-tiba ada di sebelahnya tanpa berusaha membangunkannya. Dalam hitungan detik, Belva mengingat kejadian semalam dengan jelas. Namun, dia tidak pernah mengira bahwa hal itu adalah nyata.

Wajah Belva memerah, dia merasa sangat malu dan mulai membodohkan dirinya sendiri. Bagiamana bisa seorang Belva Halburt yang selama ini sangat menjunjung dan mempertahankan keperawanannya, justru dengan suka rela memberikannya pada orang asing saat mabuk?

Bodoh!

Berkali-kali Belva memukul kepalanya sendiri, tapi setidaknya dia masih cukup waras untuk segera pergi dari kamar hotel itu sebelum pria yang masih terlelap itu benar-benar bangun. Demi Tuhan, dia tidak ingin berhadapan dengan pria itu saat dia dalam kesadaran penuh seperti ini.

Sambil berjingkat dan berjinjit-jinjit, dia meraih celana dalam dan dress-nya, lalu segera mengenakannya kembali. Kemudian sebelum pergi, dia mengambil high heels hitam mengilat yang tergeletak di sepanjang lorong kamar yang menuju ke pintu kamar, begitu juga dengan tas pestanya.

Semua ini gara-gara Elea yang memaksanya untuk minum-minum di pesta ulang tahunnya semalam. Sial! Siapa sangka jika mabuknya semalam, justru harus dia bayar dengan kehilangan keperawanan yang dia serahkan secara cuma-cuma pada orang asing?

Belva kembali menoleh ke arah pria asing yang baru saja memindah posisinya. Wajah pria itu sangat tampan, begitu juga dengan tubuhnya yang luar biasa sempurna. Namun tetap saja, seharusnya Belva tidak boleh melakukannya!

***