Bab 3. MELAKUKAN SIARAN LANGSUNG
"Bukankah kamu Nona besar dari keluarga De Carli? Mengapa kamu menjadi seorang wanita pemandu di bar ini?"
Gelak tawa seketika pecah di ruangan tersebut. Mereka menertawakan lelucon yang sangat murahan dan tidak berkelas, tapi Alma tidak memperdulikannya.
Walaupun reputasinya sudah buruk sejak lama, tapi dia tidak pernah memperdulikan pendapat orang lain. Sekarang tujuan dia datang ke bar ini sangat jelas.
Dia tidak akan memperdulikannya cemooh lelucon murahan. Alma menemukan Erick diantara para tamu yang ada di ruangan. Erick sedang bermesraan dengan seorang wanita yang sedang duduk di pangkuannya.
"Tuan Muda Xavier." Alma mendekati dan berhenti di hadapannya lalu langsung memanggilnya.
Mendengar suara Alma, Erick yang tengah mendekap dada dan mengelus paha wanita itu langsung mengalihkan tatapannya ke arah Alma.
"Hei, ternyata kamu mencari Tuan Muda Xavier!" kata wanita yang ada di pangkuan Erick. Suasana di sana pun ramai dengan teriakan para tamu.
"Kamu mencariku?" Erick bertanya kepada Alma.
Alma menganggukkan kepalanya lalu berkata, "Benar, bisakah kita berbicara sebentar?"
"Boleh," kata Erick sembari melepaskan paha wanita itu, sedangkan wanita itu menatap Alma dengan tatapan kebencian. Dia seperti menyalahkan Alma karena telah merebut pekerjaannya.
Setelah wanita itu pergi dari Erickdikorbankan berganti Alma yang mendekat lalu mendudukkan diri di samping Erick. Bagi Alma ini adalah sebuah negosiasi maka harus ada yang dikorbankan dan Alma sudah memikirkannya secara matang sebelum datang ke tempat itu.
"Minum dulu. Kita bicarakan setelah kamu menghabiskan minumannya," ucap Erick. Tangannya mengulurkan segelas minuman ke Alma.
Alma langsung menerima lalu meminumnya hingga habis.
Erick tertawa jahat. "Katakan kepadaku, apa tujuanmu mencariku."
Alma menjawab tanpa basa-basi. "Dengar-dengar kamu baru memberi sebuah rumah?"
"Benar, lantas kenapa?" Erick menjawab dengan menyipitkan matanya.
"M-maaf jika hal ini terlalu mendadak bagimu. Hari ini aku datang karena ingin bernegosiasi denganmu. A-apakah kamu bersedia mengembalikan rumah itu kepadaku?" Alma berbicara dengan terbata-bata, lalu menambahkan. "Aku akan membayar semua denda yang tertera di dalam surat perjanjian. Aku berharap kamu dapat membantuku."
Erick tertawa kencang setelah mendengar semua perkataan Alma. Baginya perkataan Alma itu sangat lucu seperti sebuah lelucon.
Melihat respon Erick, Alma menjadi kesal. Tangannya menggenggam erat. Dia tetap tersenyum walaupun hatinya terasa sangat kacau.
"Surat perjanjian telah ditandatangani. Lagipula ayahmu mengatakan bahwa tempat itu tidak penting, tapi mengapa kamu mengatakan kalau itu penting bagimu?" Erick menertawakan Alma.
"Tempat yang tidak penting," kata Alma dalam hati. Mendengar penyataan itu Alma menjadi marah hingga giginya saling menggeretak.
Alma menarik nafas lalu mengeluarkan perlahan. Dia berusaha mengatur emosinya dan kembali tertawa. "Tuan muda Xavier, rumah itu memang bukan tempat yang penting, tapi aku tinggal di sana selama ini jadi sudah memiliki perasaan tersendiri dengan tempat itu.
Jadi apakah kamu dapat membantuku? Seorang yang terhormat akan membantu orang lain untuk mewujudkan impiannya. Bukankah seperti itu?"
Erick merasa terhibur dengan kata-kata Alma. "Kata siapa aku adalah orang yang terhormat?"
Alma tetap tersenyum dalam menanggapi Erick. "Aku bersedia memenuhi apapun permintaan Tuan muda Xavier, selama aku bisa melakukannya, aku akan berusaha sekuat mungkin."
"Oh ya?" Erick menjadi bersemangat setelah mendengar apa yang Alma katakan.
Erick menatap tubuh Alma dari atas ke bawah dengan tatapan penuh nafsu. Alma bukanlah gadis lugu yang tidak tahu apa-apa, tentu saja Alma tahu maksud dari tatapan Erick tersebut. Selain itu Alma juga mendengar kalau kehidupan pribadi seorang Erick Xavier sangat kacau.
Tatapan Erick berhenti di dada Alma lalu dia menyeringai dan tertawa. "Begini saja, temani aku sekali. Jika pelayananmu memuaskan maka aku akan mempertimbangkannya."
Seperti yang sudah diduga. Permintaan Erick sama persis seperti yang telah Alma pikirkan.
"Tuan muda bercanda." Saat ini Alma hanya bisa berpura-pura tidak mengerti. "Tuan muda orang yang berpendidikan dan bisa mendapatkan wanita manapun."
Maksud dari perkataan Alma adalah Erick adalah seorang tuan muda yang bisa mendapatkan wanita mana saja jadi tidak perlu tidur dengan wanita seperti dirinya.
"Benar katamu." Erick berkata seraya tertawa. Lalu dengan gerakan tiba-tiba dia mendekap Alma dan mencium telinganya. "Tapi mereka semuanya adalah gadis baik-baik. Aku belum pernah berhubungan dengan wanita jalang."
Kata 'wanita jalang' itu sengaja ditekankan untuk jadi hinaan bagi Alma.
Meskipun reputasinya buruk, tapi Alma tidak pernah mendengar penghinaan seperti itu pada dirinya.
Kini Alma sudah sadar kalau Erick tidak bermaksud baik dengan dirinya. Dia hanya memanfaatkan kondisi ini untuk menghina Alma. Jadi Alma merasa tidak ada gunanya lagi dia ada di tempat itu.
Alma berusaha melepaskan diri dari dekapan Erick, tetapi Erick tidak bersedia melepasnya. Dia malah menekan Alma ke atas sofa. Melihat keadaan seperti itu semua orang yang ada di ruangan itu sontak saling bersiul.
"Tuan muda Xavier akan melakukan siaran langsung dan kami tidak sabar untuk menyaksikannya!" ucap salah satu dari pria yang ada di dalam ruangan.
Brak!
Terdengar suara pintu terbuka dari luar bersamaan dengan akhir ucapan hinaan tadi.
"Siaran langsung apa?"
Austin masuk ke ruangan dan mendapati Alma yang tengah berasa di bawah kungkungan tubuh Erick.
Austin juga melihat Alma yang memakai gaun berwarna merah anggur hari ini tidak menonjolkan dadanya seperti waktu itu.
"Tuan muda Xavier, kamu bersemangat sekali." Austin berkata dengan nada yang datar.
"Kak Austin, kamu sudah datang!" Setelah Erick melihat kedatangan Austin, dia langsung melepas Alma lalu bangun dari sofa.
Begitu juga dengan Alma, setelah Erick melepaskan tangannya dia segera duduk lalu merapikan baju dan rambutnya.
Erick menghampiri Austin dengan senyuman seperti seorang bajingan. "Kak Austin, aku tidak menyangka kalau hari ini kamu akan datang menghampiriku. Mari, silahkan duduk."
Namun, Austin tidak menghiraukan keramahan yang diberikan oleh Erick. Austin melewati Erick, berjalan menuju sofa dan berhenti di depan Alma ketika Alma sedang sibuk merapikan baju dan rambutnya.
Melihat ada sepasang sepatu kulit muncul di hadapannya, Alma tanpa sadar mendongakkan kepala untuk melihatnya. Seketika jantung Alma berdegup kencang.
"Jadi orang yang masuk tadi adalah Austin Marchetti?" gumam Alma dalam hati. Dia tadi tidak nampak dengan jelas siapa yang masuk karena pandangannya terhalang oleh silau lampu ruangan.
"Itu berarti tadi dia melihat saat aku di bawah kungkungan Erick? Apa yang akan Austin pikirkan? Apakah dia juga berpikiran sama seperti orang lain? Kalau aku liar dan murahan," pikir Alma.
Orang-orang yang ada di dalam ruangan tersebut kini menunggu pertunjukan antara Alma dan Austin.
Austin menghela nafas. "Kamu marah denganku dan datang kemari?" Austin berkata dengan nada pasrah.
Alma mengerutkan dahinya. "Ucapan yang aneh," batinnya. Alma tidak mengerti dengan kalimat yang diucapkan oleh Austin dan Alma pun menatap bingung ke arah Austin.
Tanpa menunggu respon Alma, saat itu Austin mengulurkan tangan lalu menarik Alma agar bangun dari sofa. Alma jadi terkesiap.
Semua orang menjadi sangat terkejut dengan apa yang mereka dengar dari mulut Austin. Mereka semua bertanya-tanya. "Sejak kapan Alma De Carli berhubungan dengan seorang Austin Marchetti?"