Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 15 Lucifer (II)

Bab 15 Lucifer (II)

Hinata menetap cermin di depannya. Matanya menatap kosong pada bayangannya sendiri. Lalu ia tertawa penuh ironi, sayangnya dalam tawanya itu matanya justru basah. Meluncur turun begitu saja, lucu sekali. Ia merasa hal itu menggelikan sekali, tapi air mata justru terjun bebas begitu saja.

Ia menatap dirinya yang lain di cermin. Kecantikannya memudar, matanya sembab, dan bibirnya yang merah karena dicium dengan liar.

Wanita di dalam cermin itu tampak begitu rapuh dan tak punya daya. Yang tadi malam dipaksa melayani suaminya yang sedang marah dan mabuk.

Hinata berdecih dalam tangisnya, wanita di cermin itu seorang pengacara. Yang mengaungkan segala logika dan kebenaran. Tapi kenapa? Kenapa ia harus diam ketika suaminya memperkosanya, menamparnya, menggigitnya, melemparnya ke ranjang hingga ruam merah itu nyaris berada di manapun ia melihatnya.

Sebuah suara membisikkan dalam kepalanya.

Alasan ia bertahan dan tidak menelepon polisi.

Sebuah kata yang disangkal oleh hatinya. Cinta.

Kata kerja bodoh yang membuat orang dungu. Virus mematikan yang menyerang otak, menghambat kinerja jantung, mempengaruhi sistem motorik tubuh.

Hinata ingin melenyapkan perempuan bodoh yang ada di cermin itu. Perempuan yang diam dikerasi oleh suaminya. Perempuan bodoh selain ibunya.

Kenapa?

Kenapa ia masih menjadi wanita yang bodoh seperti ibunya?

Kenapa masih mencintai lelaki yang melukainya?

Hinata mendengus lagi, dengan air mata yang masih menetes ia memaki dirinya sendiri.

"Matilah kau, wanita bodoh!"

Tapi lagi-lagi, hanya udara kosong yang menjawabnya. Karena nyatanya wanita bodoh itu masih berdiri, menatapnya penuh kebencian sekaligus cibiran. Wanita yang tak lain adalah dirinya sendiri.

Hinata beranjak dari wastafel, kakinya menuju jazuzi mewah yang bertaburan mawar. Lilin arum aroma terapi menyala dalam tempayan kaca. Hinata dengan langkah anggunnya masuk ke dalam air hangat itu, nyaris menenggelamkan dirinya di sana. Namun ia masih terlalu waras untuk menghadapi segalanya.

Hinata merebahkan badannya, menyenderkan kepalanya ke bantalan jazuzi, lalu memejamkan matanya. Menenangkan dirinya sendiri.

Bukannya ketenangan yang ia peroleh, tapi bayangan tadi malam seolah menerkamnya tanpa ampun.

Hinata tiba di penthouse pukul satu dini hari. Masih dengan kimono sutra Kaguya yang tampak begitu anggun di tubuhnya. Ia berjalan melewati ruang tamu kemudian naik ke lantai dua. Langkahnya berhenti di ruangan santai minimalis dengan dua buah sofabed berwarna merah menyala.

Baru saja bokong sintalnya duduk di sofa, Sasuke sudah lebih dulu berjalan ke arah mini bar di sudut ruangan. Dengan cekatan, tangan lelaki itu meraih vodca dan menuangkannya di gelas kristal yang tersedia di sana.

Lelaki itu meneguknya dengan tak sabaran, seperti hatinya yang tak sabar akan segala rahasia istrinya.

"Kau berhutang penjelasan, my dear." Sasuke menatap tajam ke arah istrinya.

Hinata terkekeh, "Ayolah, itu hanya obrolan tak penting anatara aku dan calon adik iparku."

Sasuke melempar gelasnya.

PYARRR!!!

Gelas itu pecah berderai di lantai, membuat Hinata berjengit kaget akan kemarahan suaminya yang terkesan kekanak-kanakan.

"Sasuke!" Hinata habis kesabaran, ini sudah kelewatan, sejak kapan lelaki itu bersikap begitu kasarnya. "Ada apa denganmu?!" Nada suara Hinata meninggi.

"Kau tanya mengapa?! Kau dan segala rahasiamu. Ya tentu saja!" Sasuke mendengus, matanya memincing tajam. Mengunci pandangan Hinata, "Kau pikir siapa dirimu? Kau adalah Uchiha Hinata, istri Sasuke Uchiha. Kau jarus ingat di otakmu kalau aku adalah kepala keluarga!"

Hinata tertawa sumbang, ada yang salah di otak Sasuke. Untuk apa lelaki itu harus menegaskan pernikahan neraka ini. "Kau sendiri yang bilang, aku berhak atas diriku sendiri, terus kenapa sekarang kau harus repot mengurusi aku?!"

"Sialan!" Sasuke habis kesabaran, ia langsung menenggak botol vodca itu nyaris setengahnya. Rasa terbakar memenuhi kerongkongannya. "Masih berani berkelit? Untuka apa kau harus mengirim e-mail permintaan bantuan kepada Sabaku bangsat itu?"

Mata Hinata melebar, dadanya nyaris meledak karena perasaan marah yang tiba-tiba saja menerjangnya bak tsunami karena Sasuke baru saja melakukan hal yang paling ia benci, "Kau menyadap semua komunikasiku? Kau juga meretas komputerku?!" Hinata meraung penuh amarah. "Berengsek kau Uchiha."

Sasuke menenggak botolnya lagi, "Kau istriku, aku berhak tahu apa yang kau lakukan di luar sana. Apakah kau menggoda pria lain atau tidak."

Hinata meradang, lalu meraih kasar vas kristal yang dihiasi sekuntum bunga peony di atas meja. Melemparnya ke depan kaki Sasuke,

PYARRRR!!

"Jangan kau samakan aku dengan dirimu, Uchiha. Karena aku tahu mana batasanku. Aku takkan melemparkan diriku kepada jalang di luar sana, apa lagi meniduri saudara sahabatku sendiri." tukas Hinata tajam. Matanya menatap Sasuke dengan berani, ada amarah yang menyala di dalamnya.

Sasuke meradang, melempar botol yang dipegangnya ke arah Hinata, dan pecah berantakan di sisi wanita itu. Hinata terkesiap, tak menduga Sasuke akan melakukan aksi gila. Benda keparat itu nyaris saja melukainya. Dan di mana otak lelaki itu? Mengasari istrinya sendiri? Sasuke memang berengsek, tapi lelaki itu sudah diluar batas toleransinya.

Hinata tertawa miris, ia sudah tahu kalau Sasuke adalah seorang bajingan. Jadi kenapa ia harus kaget? Untuk apa juga ia harus marah? Kenapa pula matanya basah dan ia harus menangisi orang berengsek sepertinya?

"Ha, kau menangisi apa, sayangku?" Sasuke mendengus dingin. "Kau ternyata begitu picik dengan mengulik masa laluku begitu?!" Suara Sasuke sarat akan perasaan benci. Lelaki itu berjalan dengan tanpa perasaan mendekat kepadanya.

"Kau adalah wanita culas yang hanya mampu melihat dirimu sendiri. Mengagungkan pemikiranmu sendiri. Pikirmu sebagai lelaki egoku tidak terluka begitu?! Hmmm.."

Hinata bungkam, matanya masih melayangkan tatapan amarah sekaligus benci kepada pemilik iris kelam di hadapannya. "Kau tak bisa menjawab kan?!" Suara dingin Sasuke menusuk relung hatinya. Mengoyak harga dirinya. "Pikirmu kalau aku memcintaimu maka aku akan bertekuk lutut begitu?! Mimpi saja kau!" Desisan Sasuke tepat di wajah ayu Hinata yang basah karena air mata. Entah air mata yang mana yang dikeluarkan oleh istrinya itu, Sasuke tak tahu, dan tak berniat untuk tahu.

"Kau memang jahanam, Sasuke!" Hinata berbisik sama dinginnya.

"Hanya jalang yang meminta sesuatu yang bukan berasal dari suaminya!"

Hinata tertawa miris, "Hanya lelaki bajingan yang berpikir tidur dengan perempuan lain di hari pernikahannya dan merasa tak berdosa setelahnya."

"Sialan kau Hinata! Kau harusnya tetap di neraka." Sasuke mendorong Hinata hingga jatuh terjerembab ke sofa. Tapi mata Hinata justru menantang, seolah kelakuan Sasuke itu masih belum cukup untuk memancing emosinya.

"Kenapa? Kenapa kau tak tampar aku seperti Karin yang mengoceh kelakuan bejatmu kepadaku? Kau takut eh?" Nada sarkastis Hinata bagai ujung kait detonator granat yang dilepas. Hanya hitungan detik sampai Sasuke berubah menjadi monster yang menyeramkan.

"DIAM KAU!" bentak Sasuke, hatinya terbakar mendengar segala omelan istrinya yang berisi cacian dan juga tohokan tajam.

"Kau adalah lelaki bodoh yang naif, pikirmu aku tak bisa hidup tanpamu begitu?!" Hinata tersenyum culas, bibirnya melengkung indah sekaligus mematikan. Mengejek harga diri sang pewaris Uchiha. "Tanpa kau, aku bisa terbang lebih jauh daripada ini."

PLAK!

Sebuah tamparan melayang mengenai pipi mulusnya. "Sadarlah, dengan siapa kau berbicara. Kau adalah istriku, kau Uchiha. Kau bukan Hyuuga lagi! Jadi rendahkan kepalamu, aku adalah raja untukmu!"

Hinata menatap nanar wajah suami yang beberapa lalu sempat dipujanya. "Pernikahan ini neraka untukku!" Hinata menahan mati-matian perasaannya yang hancur akibat perlakuan kasar dan juga penuh kebencian Sasuke. "Tapi aku sudah pernah berada di neraka, jadi tidak masalah kalau aku kembali ke neraka yang lain lagi."

Sasuke mencengkeram bahu Hinata dengan kencang. Menatap mata yang menantangnya. "Kau bilang ini neraka?!" Sasuke menyeringai jahat, "Akan kutunjukkan neraka yang sebenarnya!"

Dan tentu saja, selanjutnya bisa ditebak. Sasuke menjadi dominan yang buas di ranjang. Membuat Hinata terkapar setelah enam sesi seks liar yang mematikan.

***WH/p90***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel