Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Karena Dia Terlalu Nikmat

6. Karena Dia Terlalu Nikmat

"Mmh..." Maura hanya bisa mendesah, saat jemari panjang Raven telah merengkuh bulatan lembut di dadanya, dan meremasnya dengan lembut.

Pria itu masih menyesap bibirnya, dan perpaduan dari kedua perbuatannya itu membuat Maura serasa melayang.

Begitu cepatnya Maura terhanyut dalam cumbuan bibir dan godaan jemari mahir Raven, tak bisa untuk tak mengakui bahwa ada sesuatu di dalam dirinya yang tengah berdenyut dan hidup.

"Buka bibirmu," titah Raven dengan suara berat dan serak yang telah dipenuhi oleh letupan gairah.

Dan pria itu pun menggeram puas kala dua bibir ranum Maura yang lezat itu kini telah terpisah, memberinya akses untuk menjulurkan lidah ke dalam kehangatan dunia Maura.

Maura pun sadar jika dia tidak bisa lagi menjadi pihak yang pasif, karena pria yang ada di depannya ini sangat mahir berciuman. Gadis itu pun meniru gerakan lidah Raven, membelit lidahnya dengan lidah pria itu dengan gerakan yang provokatif dan sama intensnya

"Not bad," komentar Raven sambil menyeringai miring, setelah pertautan bibir dan lidah itu pun akhirnya usai. Gerakan Maura semula masih agak canggung, tapi gadis itu cukup pintar untuk menyesuaikan diri sesudahnya.

Jemari Raven terulur untuk mengusap bibir Maura yang basah dan memerah karena tadi ia sesap dengan kuat.

"Untuk seseorang yang mengaku tidak bisa berciuman, kamu memiliki rasa bibir yang sangat nikmat, Moora," gumannya seraya mendaratkan satu kecupan cepat di bibir gadis itu.

"Sekarang, lanjutkan lagi yang tadi."

Maura yang masih terpengaruh pada efek ciuman mesra dan penuh gairah itu pun mengerjap pelan. Ah ya, Raven memintanya untuk melanjutkan acara mandi.

Huuft... untuk beberapa saat tadi, Maura merasa otaknya seolah tak mampu bekerja.

Gadis itu membalurkan shampo di rambut Raven dengan teliti, berusaha untuk fokus dengan mengabaikan tatapan tajam manik abu-abu pria itu yang kembali tertuju kembali padanya.

Nada kesiap lirih penuh keterkejutan pun keluar dari bibir Maura, ketika tiba-tiba merasakan sepasang tangan besar yang menangkup bokongnya dan meremasnya.

"Lanjutkan, Moora." Guman Raven lagi dengan alis lebatnya yang terangkat naik, ketika melihat Maura yang berhenti menggerakkan jemari di rambutnya.

Maura pun kembali mencuci rambut Raven, mengabaikan pria itu yang masih asyik terus meremas bokongnya. Juga mengabaikan gelenyar-gelenyar asing yang kembali hadir dan serasa menggelitik seluruh kulitnya.

"Uh..." Dan gadis itu pun akhirnya tak tahan untuk tidak melenguh, saat merasakan kepala Raven yang kini berada begitu dekat di dadanya, untuk menggigit pelan bagian puncaknya yang lembut dari balik lingerie dan bra yang masih ia kenakan.

Tubuhnya terasa semakin aneh sekarang.

Rasanya seperti ada api yang perlahan menyala dengan pasti dari dalam sana, semakin lama semakin membesar dan membuatnya gerah.

Maura pun mempercepat aktivitasnya membersihkan rambut Raven, agar ia dapat melanjutkan menyabuni tubuh pria itu.

'Ingat Maura, semakin cepat ini berlalu, maka semakin baik!'

"Kenapa kamu masih menggunakan pakaian dalam?" tanya sebuah suara berat dalam nada gumanan pelan. Raven masih mengecup bagian dadanya sembari bertanya.

"Mmm... maaf, apa seharusnya tidak dipakai?" tanya gadis itu dengan polosnya.

"Ya, seharusnya kamu tidak mengenakan bra dan panty. Ini sangat mengganggu sekali."

Maura pun menahan napasnya yang tercekat di tenggorokan, saat jemari panjang Raven yang berada di bokongnya kini menyelinap masuk melalui bagian bawah lingerie, dan menelusup ke bagian dalam panty-nya yang merah menyala.

"Tapi untuk kali ini, aku menyukainya. Dan kamu sangat sensitif sekali, Moora. Aku juga suka itu."

Maura hanya bisa memejamkan mata dan menggigit bibirnya, saat merasakan telapak tangan besar Raven yang sepanas api kini mengusap-usap dan sesekali meremas kulit bokongnya.

Aaah, bagaimana tidak sensitif?? Bukan cuma sangat sangat tampan, tapi pria ini pun piawai sekali memancing gairahnya!

Pasti hanya wanita yang tidak normal saja yang tidak akan terprovokasi oleh sentuhan Raven yang sangat meresahkan ini.

Karena posisi kepala Raven yang masih berada di dada Maura, maka gadis itu pun tak punya pilihan lain selain hanya bisa menyabuni bagian punggung pria itu dengan menjulurkan kedua tangannya dari arah depan.

"Aku harus menyabuni bagian depan tubuhmu," ucap Maura kepada Raven yang masih asyik menggigiti pelan dadanya. "Bisa lepaskan sebentar?"

Dengan enggan, Raven pun akhirnya perlahan menjauhkan wajahnya dari dada bulat cantik yang sejak tadi ia mainkan dengan bibirnya.

Ia sengaja tetap membiarkan Maura mengenakan bra, karena ingin melakukannya secara perlahan. Ia bertekad membuat gadis perawan yang tampak nol pengalaman dan tidak tahu apa-apa ini menjadi sex partner-nya yang seimbang.

Raven menyandarkan bahunya di dinding bath tub dengan kedua tangan yang berada di atas pinggirannya, tanpa lepas menatap Maura yang tampak serius sekali membalurkan sabun di tubuhnya.

"Buka saja, Moora. Bagian itu pun juga harus bersih kan?" ucap Raven dengan seuntai senyum samar yang teramat tipis terpulas di wajahnya, saat jemari lentik Maura telah sampai di dekat garis boxer brief-nya, dan tampak diam dan ragu di sana.

Maura pun mengangguk, menyadari jika inilah esensi dari "memandikan" dalam konteks dan posisinya sebagai wanita yang telah dibeli oleh Raven.

Lagi dan lagi, Maura mengesampingkan perasaan rikuhnya. Ia harus bisa profesional, karena toh ini semua tak lebih dari transaksi belaka.

Raven sedikit mengangkat bokongnya, ketika Maura hendak menarik boxer brief yang menutupi area sensitif pria itu.

Maura pun membulatkan matanya ketika melihat senjata pria itu yang telah keras mengacung dengan ukuran yang ternyata jauh lebih besar dari perkiraannya.

Apa... apa benda sebesar itu akan muat di dalam tubuhnya??

"Touch it, Moora."

Maura kembali menahan napas saat tangannya menyentuh milik Raven yang terasa sangat keras di jemarinya yang lembut. Seperti inikah seorang pria?

Maura tak pernah berada di situasi sepanas ini dengan seorang pria mana pun sebelumnya. Hal terjauh yang ia pernah lakukan hanyalah berciuman, dan itu pun bukan pengalaman yang cukup indah untuk dikenang.

"Kamu pernah melakukan blow job, Moora?"

Pertanyaan tiba-tiba dari Raven membuat Maura mengangkat wajahnya yang semula menunduk untuk beradu tatap dengan Raven.

Gadis itu pun kemudian menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"It's okay. Tadi pun kamu bilang tidak bisa berciuman, kan? Dan pada akhirnya, kamu justru melakukannya dengan sangat baik. Jadi..."

Tiba-tiba saja Raven pun berdiri, membuat riak air bercampur busa jatuh berhamburan ke atas lantai.

Sebenarnya ia ingin melakukan foreplay ini dengan perlahan, tapi Raven tampaknya sudah tak bisa menahan kesabarannya sendiri karena Maura terlalu nikmat.

Meskipun hanya jemari Maura saja yang berkelana di rambut dan tubuhnya, tapi rasanya sungguh nikmat. Dan Raven pun menginginkan lebih. Kenikmatan yang jauh lebih tinggi lagi.

Maura pun merasakan tangan Raven yang tiba-tiba berada di kepalanya, lalu mengarahkannya ke bagian tubuh sensitif pria itu.

Tunggu. Apakah perasaan Maura saja, ataukah benda itu tampak semakin membesar??

"Lakukan, Moora. Do a blow job for me. And don't worry... because I will teach you," guman Raven sebelum mengarahkan miliknya untuk masuk ke dalam mulut Maura yang hangat dan lembut.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel