7
Tok,, tok,, tok,, Kyara mengetuk pintu rumah Ocean. Yang di dalam rumah akhirnya terjaga setelah mendengar suara ketukan Kya.
"Kau!" Suara kasar itu menyambut Kya.
"Ocean." Kya bersuara lemah, belum sempat ia mengatakan hal lain tubuhnya sudah melayang, kesadarannya menghilang.
Ocean yang sigap menangkap tubuh Kya, ia merasa muak dengan Kya. Selama 6 hari ini dia sudah cukup tenang tanpa gangguan Kya tapi malam ini wanita itu datang lagi dan mengacau tidur nyenyaknya.
Ocean benci Kyara tapi dia tidak mungkin meninggalkan Kyara di depan rumahnya. Wanita ini bisa saja jadi korban pemerkosaan, ya walaupun Ocean pikir Kyara akan kesenangan diperkosa orang. Tapi yang lebih buruk dari diperkosa adalah mungkin Kya akan mati. Ocean tidak peduli Kya mati, itu baik untuknya tapi dia juga tidak ingin Kya mati di depan rumahnya. Merepotkan jika polisi datang menanyainya ini dan itu hingga akhirnya terbongkar mereka pernah bersetubuh bersama. Tidak, Ocean tidak ingin ada orang yang tahu kalau dia menjadi koleksi laki-laki Kya.
Ocean membaringkan Kya di sofa, pria itu mengganti pakaian Kya dengan pakaiannya. Dia sudah pernah melihat tubuh Kya jadi tidak masalah kalau dia menggantikan pakaian Kya.
Ocean terdiam sejenak saat melihat air mata mengalir dari mata Kya yang terpejam. Kesedihan apa yang ditanggung wanita ini hingga dalam keadaan tidak sadarpun dia menangis? Setelahnya Ocean tersadar bahwa dia tidak harus memperdulikan Kya. Mau sedih atau tidak itu bukan urusannya.
Menyelimuti Kya lalu kembali ke kamarnya. Ocean melanjutkan tidurnya.
Pagi menyapa, Kya terjaga. Kepalanya terasa pusing, efek alkohol dan air hujan membuatnya seperti baru selesai naik wahana halilintar.
"Kenapa aku bisa ada disini?" Kya tahu benar dia berada dimana. "Ah, stupid, Kya. Bagaimana bisa kau datang kemari." Kya merutuki dirinya sendiri.
"Berhenti berdrama ria, segera tinggalkan tempat ini." Suara dingin itu membuat kepala Kya miring kesamping.
"Aku akan segera pergi." Kya tidak biasanya seperti ini tapi hari ini moodnya benar-benar buruk. Dia tidak bisa menggoda Ocean meski dia ingin.
Kyara bangkit namun akhirnya terduduk lagi karena kepalanya terasa pusing.
Ocean tidak bereaksi sama sekali, dia hanya ingin Kya pergi.
Kya menguatkan dirinya lagi, meraih barang-barangnya yang sudah ada di meja. Ocean menyiapkan semua barang Kya agar Kya cepat pergi.
Dengan kepalanya yang pusing, Kya masuk ke mobilnya. Menyalakan mobilnya lalu menyetir meninggalkan kediaman Ocean.
Kya hanya bisa berharap kesadarannya tak hilang saat dia menyetir. Karena jika sampai itu terjadi maka matilah dia.
Tuhan masih menyayanginya, Kya sampai ke kediamannya dengan selamat. Tak ada orang di dalam rumahnya. Sepertinya Tristan benar-benar tak peduli padanya.
Hari ini Kya tidak mengajar, ia demam dan memilih istirahat. Bunyi pintu rumah terbuka tak begitu Kya hiraukan. Paling-paling yang datang Mommy mertuanya atau Tristan.
"Sayang." Ah, Tristan yang datang. "Maafkan aku, semalam aku ada meeting mendadak dan tidak bisa menjawab panggilanmu."
"Tidak apa-apa,Sayang. Semalam aku juga tidak datang. Aku menelponmu karena aku ingin mengatakan itu. Aku demam." Kya berbohong. Dia tidak mau Tristan tahu kalau dia telah bersikap idiot dengan menunggu Tristan berjam-jam.
"Kau sakit? Kita ke dokter." Tristan nampak cemas.
Ingin sekali Kya berteriak bahwa ia sakit karena Tristan namun lagi-lagi Kya menelan kesedihan dan kemarahannya. Ia tersenyum lembut,
"Tidak apa-apa,Sayang. Aku sudah minum obat, setelah istirahat aku akan sembuh."
"Kau yakin?"
"Ya, Sayang." Kya meyakinkan Tristan. Kya sungguh bingung, apa sebenarnya arti kekhawatiran Tristan saat ini? Bukan hanya membuatnya menunggu pria ini juga berbohong padanya.
"Kenapa kau pulang? Pekerjaanmu pasti belum selesai."
"Aku tidak bekerja hari ini. Aku akan menemanimu."
"Baiklah kalau begitu." Kya tak berharap lagi Tristan akan berada di dekatnya. Ia telah lelah berharap. "Sayang, aku tidur dulu."
"Hm, baiklah."
Mata Kya kini terpejam namun dia belum terlelap sedikitpun.
"Maafkan aku, Sayang. Maafkan aku." Permintaan maaf Tristanpun bisa ia dengarkan namun karena tak ingin mendengarkan lebih banyak lagi akhirnya ia terlelap. Kya tak ingin memaafkan Tristan dengan mudah. Meski bibirnya berkata memaafkan tapi hatinya yang terlanjut kecewa tak akan mungkin bisa memaafkan Tristan, ia akan ingat ini selamanya.
♥♥
Kya kembali mengajar, hari ini ia pelit senyuman. Wajahnya masih pucat. Ia masih belum baik-baik saja. Di tengah megajarpun ia masih melamun. Arah penglihatannya adalah Ocean tapi pikirannya bukan tentang Ocean. Kosong, itulah pemikirannya. Rasa sedih membuatnya secara tak sadar meneteskan air mata.
Ocean melihat Kya menangis, mata Kya yang menatapnya membuatnya merasa kesal. Ocean tak tahu pasti kenapa ia kesal tapi ia tak suka merasa seperti ini.
Pelajaran selesai. Kya menghapus air mata yang jatuh. Suara seraknya mengakhiri mata kuliahnya. Ia berjalan pelan tanpa melihat ke Ocean, ia meninggalkan kelas masih dengan wajah sedihnya.
Kyara memutuskan untuk ke toilet, ia sadar betul kalau saat ini wajahnya sedang kacau.
Kyara masuk ke bilik kamar mandi yang saat ini sangat sepi. Air matanya jatuh lagi. Ia masih mengingat malam menyakitkan dan kebohongan suaminya. Bahkan, setelah ia mencoba untuk bersenang-senang ia masih saja tak bisa senang. Saat ia kembali ke kediamannya ia pasti akan merasa sedih. Kapan kiranya ia bisa mendekap suaminya tanpa bayangan wanita lain?
Brak,, bilik kamar mandi terbuka kasar. Kya yang sedang menangis mendongakan wajahnya melihat ke siapa yang membuat keributan.
"Ocean." Kya melihat pria yang berdiri di depannya dengan wajah marah.
Ocean menarik tangan Kya, mendorong wanita itu ke dinding bilik. Tanpa penjelasan apapun Ocean melumat bibir Kya seperti orang kesetanan. Kya bahkan tak siap menerima ciuman Ocean.
Air mata Kya makin deras terjatuh. Apalagi kali ini? Saat ia berusaha mati-matian menghilangkan fantasynya tentang Ocean, pria itu malah datang dan melakukan ini padanya.
Ocean tidak berhenti hanya dengan ciuman kasar, pria itu membuka kemeja ketat yang Kya pakai. Tangannya bergerak meremas dada Kya sementara lidahnya sudah menuruni leher jenjang Kya.
Kya tidak bisa melenguh karena ini toilet, akhirnya ia hanya menggigiti bibirnya dengan keras. Mungkin setelah ini bibirnya akan terluka.
Ocean menekuk tubuh Kya, mengangkat rok pensil Kya lalu menurunkan celana dalam yang Kya pakai. Ocean menghujam Kya dengan kejantanannya yang telah mengeras. Cepat dan kasar, keluar dan masuk secara terus menerus hingga Kya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mendesah. Persetan dengan siapa saja yang masuk ke toilet. Persetan dengan itu semua.
"Ah, Ocean." Kya menyebutkan nama pria kasar yang menghujamnya.
"Kau mengusikku, j*lang! Kau terus mengusikku!" Ocean terus menghujam dengan kasar.
"Apa lagi yang aku lakukan? Aku sudah berhen-tihh." Katanya tersendat saat kejantanan Ocean menusuknya dalam.
"Aku benci sekali denganmu, Kya!"
"Akh, Ocean, aku hampir sampai."
"F*ck, Kya!" Ocean mencapai orgasmenya bersama dengan Kya.
"Ini belum selesai, Kya. Belum." Ocean mencabut miliknya lalu menghujam Kya lagi dengan kejantanannya yang telah mengeras lagi.
♥♥
Ocean selesai dengan Kya, dia keluar dari bilik meninggalkan Kya yang terduduk di kloset. "Apa yang kau lakukan, Ocean? Kau membuatku tak bisa berhenti berfantasy tentangmu." Kya menangkup wajahnya lalu menangis lagi. Kenapa semua pria jahat padanya. Suaminya dan juga pria kasar yang ia inginkan.
"Keluar dari sana, Kya!" Suara karas Ocean terdengar lagi. Kya tak keluar dan Ocean masuk ke bilik lagi.
"Tidak usah bertingkah seolah aku memperkosamu! Ini yang kau inginkan, bukan! Kau memang pelac*r, Kya. Kau j*lang!"
"Cukup. Aku sudah muak. Aku sudah berhenti tapi kau yang memulai. Apa sebenarnya yang kau inginkan!" Kya menaikan nada suaranya.
"Tidak usah berpura-pura, Kya! Kau sudah membuatku seperti ini! Kau pelac*r!"
"Aku bukan pelac*r!"
"Dan mulai hari ini kau akan jadi pelac*rku! Ingat, kau pe-la-cur-ku!"
Kya terdiam, kenapa kata-kata Ocean menyakitinya. Harusnya ia senang karena artinya ia akan bersama Ocean untuk waktu yang tak bisa ditentukan.
"Keluar dari sini, dan bersikaplah normal. Berhenti membuat wajah sedih itu. Aku muak melihatnya!" Sejak tadi Ocean memang muak melihat wajah sedih Kya. Wanita perusak seperti Kya harusnya menunjukan wajah licik saja bukan wajah sedih.
"Kau sadar atas apa yang kau katakan, kan, Ocean?" Kya mengusir pemikiran melankolisnya. Ia hanya memikirkan satu hal, tak apa menjadi pelac*r asal tetap bersama Ocean.
"Ini yang kau inginkan, bukan? Setiap aku menginginkan tubuhmu kau harus selalu ada."
"Lalu bagaimana jika aku membutuhkan tubuhmu?"
"Hanya aku yang menentukannya. Jika kau tidak ingin maka kau bisa pergi sejauh mungkin dariku."
"Baiklah, aku menurutimu."
"Cepat keluar dari sini, menjijikan mendengar mahasiswa lain membicarakan wajah sedihmu itu." Ocean membuka pintu yang ia kunci dari dalam lalu keluar dari toilet. Untung saja toilet sedang dalam keadaan sepi jadi tak akan ada yang menatapnya aneh.
"Entah ini kemalangan atau keberuntungan aku akan mengambilnya. Aku tidak bisa berhenti memikirkannya maka biarlah jadi seperti ini. Pelac*r atau apapun tak masalah bagiku." Kya tak ingin pusing. Ia tak memikirkan tentang harga dirinya karena harga dirinya sudah tak ada karena Ocean.
Kya memperbaiki riasannya lalu keluar dari toilet dengan wajah yang segar.