24. Makan bersama
Sinar mentari pagi masuk melalui celah tirai jendela yang tidak sepenuhnya tertutup.
Faris mengerang dan menutup mata karena terkena sinar matahari. Kepalanya terasa berat, dan ia merasa tidak enak badan.
Faris membuka mata perlahan, dan didapatinya ruangan kamar yang terasa asing. Ia langsung melompat bangun. Dan yang membuatnya lebih terkejut, Almeera duduk tertidur pada sebuah kursi plastik di sampingnya.
Gadis itu mendengkur halus dan sesekali kepalanya hampir terjatuh. Tapi karena ia sangat lelah dan mengantuk, tidak dirasakannya sama sekali posisi tidurnya yang tidak nyaman itu.
Faris memandangnya, sambil mengingat apa yang terjadi semalam. Ia melihat ada handuk kecil dan gayung di atas nakas. Diraba keningnya, dan masih sedikit demam.
Faris turun dari ranjang, mencuci muka, lalu duduk di tepi ranjang memperhatikan gadis itu. Ia hanya menatapnya, tanpa berbuat apapun. Sesungguhnya ia tidak berani menyentuhnya, karena takut ia kgilaf dan lepas kendali.
Pintu kamar terbuka, dan muncul Deri.
"Tuan, sudah bangun."
Faris hanya diam dan masih menatap Meera yang tertidur nyenyak.
"Bisa kamu pindahkan dia ke ranjang," perintah Faris pada Deri.
Dengan sigap, Deri mengangkat tubuh Meera dan membaringkannya.
"Bagaimana kamu bisa sampai ke sini? Dan apa yang terjadi, sampai ada dia di sini?" tanya Faris.
"Mobil itu sudah saya beri pelacak, Tuan. Jadi kemanapun Anda pergi, saya bisa menemukannya. Dan menurut Engga, semalam Anda mabuk berat dan tidak sengaja bertemu dengan Meera," jelas Deri.
Faris diam dan berjalan menuju jendela, membuka tirainya, dan memandang sinar mentari pagi yang bersinar cerah.
Sementara itu, Meera mulai menggeliat. Ia membuka mata dan terkejut saat berada di tempat asing. Lebih terkejut lagi ketika disadarinya ia memakai baju orang lain.
"Huwaaaa ... apa yang kalian lakukan?" teriaknya sambil menutupi dadanya dengan ke dua tangan.
Deri yang sedang duduk langsung mengerutkan kening, sedang Faris menoleh menatap gadis itu sekilas. Meera semakin berteriak seperti orang kesurupan.
"Kalian ... kalian tidak macam-macam kan?"
"Macam-macam apa? Gadis sepertimu bukan seleraku," ketus Faris dingin.
"Heh, lalu kenapa aku bisa tidur di sini," lanjutnya masih dengan sikap waspada.
Deri dan Faris hanya menatapnya tanpa bicara, dan membuat Meera merasa risih.
"Dan kaos ini ...." Ia menghentikan ucapannya, karena kemudian teringat saat ia mengganti sendiri kaos Faris semalam karena terkena muntahan.
"Gue laper, Der," ucap Faris kemudian sambil melangkah keluar tanpa menghiraukan Meera.
"Kamu ikut atau tinggal di sini lagi?" goda Deri tersenyum jahil yang langsung membuat Meera meloncat bangun.
Meera menuju wastafel untuk mencuci muka dan segera berlari menyusul dua lelaki itu.
Deri sedang melakukan pembayaran di meja resepsionis dan memberi tip bagi si resepsionis. Engga sudah menunggu di depan mobil.
"Itu baju yang semalam, aku taruh di dekat kamar mandi, kamu buang saja." Meera berkata pada si resepsionis dengan nada menyindir Faris. Namun pemuda itu tak acuh dan semakin membuat Meera meradang.
Engga membukakan pintu untuk Faris dan Meera. Sedang Deri duduk di samping Engga.
"Mau makan di mana, Tuan?" tanya Deri.
"Terserah. Yang penting makan. Sepertinya Tuan putri ini juga kelaparan," sahut Faris dengan melirik dingin pada Meera.
"Dari mana kamu tahu kalau aku lapar? Aku mau pulang saja," ketus Meera.
"Dari suara perutmu saat tidur tadi. Suara perut dan dengkur yang sangat berirama," ejek Faris seketika membuat Meera terdiam dengan muka merah bak kepiting rebus.
Ia memang merasa sangat lapar, karena makan terakhir adalah kemarin siang, untuk menghemat uang.
Deri memberi arahan penunjuk jalan pada Engga, karena pemuda itu memang baru di Jakarta.
Engga menghentikan mobil di sebuah rumah makan Padang.
Faris meminta semua lauk dihidangkan di meja, agar mereka bisa memilih. Mereka makan dengan lahap, terutama Meera.
Ada sisa beberapa lauk yang tidak di makan, karena mereka sudah terlalu kenyang.
Meera mendekati pelayan rumah makan itu, dan bertanya apakah lauk yang dihidangkan sudah termasuk yang di bayar meski belum di makan. Si pelayan menjawab, semua yang dihidangkan di meja sudah dibayar.
Si pelayan membungkus beberapa lauk yang ada di meja.
"Kenapa lauknya dibungkus?" tanya Faris heran.
"Mm i-itu, dari pada dibuang lebih baik aku bawa pulang. Mubazir," sahut Meera malu-malu.
"Buang semua lauknya," perintah Faris pada si pelayan.
Si pelayan dan Meera sangat terkejut. Bahkan netra Meera mulai berkaca-kaca.
"Ini sudah makanan sisa, apa mau di makan lagi? Hanya anjing yang makan makanan sisa," ucap Faris membuat hati Meera terluka.
"Buang semua, dan bungkuskan yang baru. Semua yang ada di sana, bungkus semua," perintah Faris pada si pelayan dan membuat Meera terkejut dan tertegun tidak menyangka.
"Ma-maksudnya apa? Aku tidak meminta lauk yang di sana."
"Apa kamu mau memberikan makanan sisa untuk ibumu?" sahut Faris kesal.
"Aku sudah tidak punya ibu. Dan aku hanya ingin memberikan lauk sedikit untuk adikku," jawab Meera.
"Sama saja. Untuk siapapun itu, tidak layak makanan sisa dimakan lagi," ujar Faris datar.
Faris berdiri dan beranjak pergi. Ia keluar dan menyulut rokok dengan duduk di jok mobil yang terbuka pintunya.
Deri segera membayar semuanya. Meera terlihat sangat sungkan. Tapi Deri meyakinkannya dan tidak usah dipikirkan.
Mereka mengantar Meera sampai di depan gang yang kemarin. Gadis itu mengucap terima kasih berkali-kali pada Faris, meski ia mengacuhkannya.
"Wah, Nona manis baru saja pulang." Gerombolan si berat datang dan mendekati mobil Faris.
Deri membuka pintu mobil dan keluar.
"Kalian mau kerjaan?" tanya Deri pada mereka.
"Tergantung bayarannya, bos," sahut mereka.
"Kalian ga akan nyesel. Yang gue mau, mulai sekarang kalian harus patuh dan tunduk pada gue dan Tuan muda gue," ucap Deri sambil menunjuk Faris.
Lalu Deri mengambil sebuah amplop coklat dari dalam tas yang ia letakkan di dalam mobil.
"Ini buat panjar. Kalian tunggu gue di sini besok untuk tahu kerjaan kalian." Deri memberikan uang itu pada salah satu dari mereka, dan langsung dibuka.
Mereka berteriak kegirangan. Meera yang melihat itu hanya memandang jijik, kemudian berlalu pergi masuk ke dalam gang, sambil melirik pada Faris yang merokok dengan tak acuh.
"Yang gue butuhkan adalah kesetiaan kalian. Jika kalian setia, maka gue ga akan perhitungan kasih cuan. Tapi jika kalian berkhianat, gue juga ga segan menghabisi nyawa kalian," ancam Deri penuh penekanan.
"Siap bos. Mulai detik ini, kita akan melayani Anda."
Mereka mengangguk hormat pada Faris yang masih berada dalam mobil.
Mobil lalu meluncur pergi meninggalkan para preman yang masih terkekeh kesenangan.