Bab 3 Bertanggung Jawab Sepenuhnya
"Ibu, aku dan adik baik-baik saja." Axel berbicara dengan tenang.
Daneesa merasa lega setelah mengetahui bahwa kedua anaknya dalam keadaan baik-baik saja. Untungnya, mobil dibelakang menginjak rem tepat waktu.
"Sayang, Ibu keluar dulu, mau lihat apa yang terjadi. Kalian tunggu di dalam mobil dan jangan ke mana-mana."
Setelah mengingatkan, Daneesa membuka sabuk pengaman dan membuka pintu untuk keluar dari mobil.
Pengemudi mobil di belakang juga keluar dan tengah memeriksa kondisi mobil, sedikit kemarahan muncul di wajahnya. Ketika melihat Daneesa, dia bertanya, "Apa kamu tidak bisa bawa mobil? Kenapa berhenti tiba-tiba di tengah jalan?"
"Maaf, mobilku sepertinya mogok."
Daneesa tahu itu kalau kecelakaan ini terjadi karena kesalahannya, jadi dia meminta maaf dengan tulus. Dia menoleh sekilas untuk melihat mobilnya sendiri, yang penyok cukup besar tepat di bagian belakang. Lalu, tatapannya beralih pada mobil yang menabraknya.
Wajahnya langsung memucat, menyadari bahwa itu adalah sebuah Maybach. Terlebih lagi, itu adalah mobil edisi terbatas global, dengan harga paling murah sekitar lebih dari delapan puluh miliar.
Daneesa tahu bahwa dia harus bertanggung jawab penuh dan menanggung biaya perbaikan mobil itu.
Membayangkan dia harus mengganti rugi dalam jumlah yang begitu banyak, hatinya sedih.
Dalam dua tahun terakhir, karena penyakit neneknya, mereka hidup dalam kondisi yang relatif miskin dan tidak punya banyak tabungan. Sepertinya jumlah dua ratus juta masih tidak cukup untuk memberikan kompensasi mobil ini. Dia juga tidak memiliki asuransi, dari mana dia bisa dapat uang sebanyak itu?
Di tengah lamunannya, dahi Daneesa berkeringat. Dia membungkuk lagi dan meminta maaf, "Aku benar-benar minta maaf!"
Dia tidak punya pilihan lain selain meminta maaf.
Sopir menyilangkan tangannya dengan napas terengah-engah, berkata sambil menatapnya dengan cemberut, "Apa gunanya minta maaf? Aku mengemudi dengan baik, jadi kamu harus tanggung jawab. Kita tunggu polisi lalu lintas dan perusahaan asuransi datang, baru bicarakan masalah kompensasi."
Daneesa yang mendengar itu langsung merasa cemas!
Dia mengusap tangannya, terlihat bingung dan berbisik pelan, "Aku ... aku tidak punya uang sebanyak itu."
Sopir mengerutkan alisnya, tatapannya lurus ke arah wanita di depannya. Dia menelisik dari atas ke bawah, lalu mengatakan, "Kamu mau mangkir dari tanggung jawab?"
Daneesa melambaikan tangannya, menunjukkan bahwa dia tidak bermaksud demikian. "Tidak, aku tidak bermaksud begitu."
Pada saat ini, kedua anaknya turun dari mobil dan mendengar kalau mereka harus mengganti rugi dalam jumlah yang banyak.
Mereka sadar kalau keluarga mereka tengah kesulitan dan tidak memiliki banyak uang, jadi mereka berkata, "Ibu."
Anak-anak kecil itu berjalan ke sisi Daneesa, mencengkeram ujung jaketnya. Sorot mata mereka terlihat gelisah.
Daneesa mengusap kepala kecil mereka, mencoba menenangkan mereka. Dia mendongak dan bertanya kepada sopir itu, "Pak, aku bukannya mau mangkir dari tanggung jawab. Aku tahu kalau akulah yang salah di sini, tapi apa Bapak bisa sedikit membantu kami? Aku ... aku tidak bisa memberikan uang sebanyak itu sekaligus."
Daneesa mengaitkan bibirnya dan menunjukkan sikap tulusnya. Dia menjelaskan kesulitannya, lalu membicarakan lagi cara penyelesaian dari masalah ini, "Begini saja, bagaimana kalau kita tinggalkan kontak masing-masing dan aku akan mencicil kompensasinya."
Begitu mendengar ini, alis sopir itu langsung berkerut.
Melihat hal ini, kedua anak kecil itu buru-buru membantu ibu mereka untuk memohon belas kasihan, "Paman, keluarga kami benar-benar tidak punya uang sebanyak itu, tolong berbaik hatilah kepada kami. Kami tidak akan mengingkari utang."
Alexa bahkan menangkupkan kedua tangannya dan memohon, "Kami mohon, ya?"
Melihat keduanya yang begitu menggemaskan, kekesalan sopir itu sedikit mereda, tidak lagi bersikap galak seperti sebelumnya.
Namun, dia tidak bisa membuat keputusan dan hanya berkata, "Kalian tunggu sebentar."
Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan berjalan menuju kursi belakang, mengetuk jendela mobil dengan hormat.
Terlihat kaca jendela mulai diturunkan secara perlahan.
Sopir itu berkata dengan sopan, "Tuan, sebaiknya apa yang harus kita lakukan?"