Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Lepaskan Semuanya

Daneesa tidak mengatakannya kepada mereka, karena akan membuang-buang waktu. Jadi, dia sebaiknya menyimpan tenaganya.

Dia menarik tangannya dari pergelangan tangan Xavier, lalu menoleh kepada Abby. "Abby, apa kamu punya jarum? Jenis jarum yang dipakai untuk akupunktur."

Wajah Abby menjadi cerah dan berseri-seri. "Ada! Nona Daneesa berarti bisa menyembuhkannya?"

Daneesa berdehem pelan.

Revano yang sedikit khawatir dengan kemampuan penyembuhannya bertanya dengan ragu, "Nona Daneesa, apa kamu benar-benar bisa melakukannya?"

Dengan napas terengah-engah, Daneesa menatapnya. Pria ini meragukannya berkali-kali dan sangat tidak masuk akal.

Daneesa menjawab dengan nada kurang bersahabat, "Kalau aku bilang bisa berarti bisa! Aku atau kamu yang menyembuhkannya?"

Revano hanya diam dan tidak membalas.

Dalam perjalanan ke bawah, dia membawa sebuah tas jarum yang penuh dengan berbagai jenis jarum. "Aku tidak bisa membawanya sendiri. Aku butuh bantuanmu."

Abby mengangguk, lalu menjawab, "Ya, katakan saja."

Revano juga tidak mempermasalahkannya.

"Abby, tolong bantu sterilkan semua jarum yang ada."

Daneesa menoleh dan berkata kepada Revano, "Pak Revano, tolong bantu melepaskan semua pakaiannya, celana panjangnya juga, tapi dalamannya tidak perlu dilepas."

"Hah?" Abby, yang hendak mensterilkan jarum menatapnya dengan tatapan agak terkejut. Setelah kembali tersadar, dia kembali mensterilkan jarum.

Revano tidak bergerak, menatapnya dengan heran.

Dia adalah seorang wanita, bagaimana mungkin Tuan Xavier setengah telanjang di depannya? Ini sangat tidak etis, bukan?

Lalu, mana ada akupunktur yang harus melepaskan celana? Biasanya hanya pakaian bagian atasnya saja yang dilepas.

Hal ini membuatnya meragukan niat awal wanita itu.

"Tidak apa-apa kalau tidak mau dilepas, tapi gulung celananya. Kalau tidak, apa kamu akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya?"

Daneesa menatapnya dengan alis terangkat. Revano mengertakkan gigi dan melakukan apa yang diperintahkan.

Situasinya saat ini sangat mendesak. Tidak ada jalan lain, dia hanya bisa mempercayai wanita ini. Dia berharap tidak terjadi apa-apa pada tuan mudanya. Jika tidak, dia akan menggunakan namanya untuk bertanggung jawab.

Pakaian dilepas, tubuh kekar pria tampan terbaring lemah di ranjang.

Bahu lebar dan pinggul kecil. Kulitnya putih dan pucat, tetapi sarat akan kesan awet muda.

Daneesa mengambil jarum yang sudah disterilkan oleh Abby. Dengan tatapan serius, dia mulai menusukkan jarum itu pada tubuh pria itu, menusukkannya pada titik-titik yang tepat. Tekniknya begitu lihai.

Satu jarum tertancap di bahunya, sementara jarum yang lain menancap di betisnya.

Revano tidak tahu apa-apa tentang kedokteran, hanya melihat dengan rasa ingin tahu saat Daneesa menusukkan jarum-jarum itu.

Abby bukan hanya gadis yang bekerja sebagai resepsionis, dia juga sering membantu Kakek Bram. Jadi, dia tahu sesuatu tentang kemampuan penyembuhan.

Selain itu, dia tahu semua titik meridian tubuh dengan sangat baik, tetapi kenapa dia tidak tahu apa-apa tentang titik-titik meridian yang ditusuk oleh Daneesa?

Dia tidak pernah mendengar atau melihat titik-titik meridian itu. Jangan bilang Daneesa melakukannya dengan asal?

Jika seperti itu, tidak akan terjadi sesuatu dengan Tuan Xavier, bukan?

Abby memperhatikan dengan waspada saat jarum berikutnya mendarat di tempat yang aneh. Lalu, dia bertanya dengan hati-hati, "Nona Daneesa, titik akupuntur yang kamu tusuk ini, kenapa berbeda dengan titik akupuntur orang normal?"

"Ada begitu banyak titik di tubuh manusia. Yang aku pelajari ini mungkin berbeda dengan yang kamu pelajari."

Daneesa tidak menoleh ke belakang dan menjelaskan dengan samar-samar, jelas tidak ingin mengatakan lebih banyak.

Titik-titik akupuntur ini diajarkan oleh gurunya langsung, yang merupakan pewaris keluarga medis kuno. Bukan pengobatan Tiongkok biasa yang gurunya pelajari, melainkan teknik pengobatan kuno dengan sejarah ribuan tahun, yang seharusnya tidak dapat diakses oleh orang biasa.

Abby setengah percaya dan setengah ragu. Jantungnya berdebar kencang, tetapi dia tidak berani mengatakan apa pun yang kiranya akan mengganggunya. Dia hanya memperhatikan dengan cemas.

Setelah jangka waktu yang tidak diketahui, Daneesa akhirnya selesai menusukkan jarum. Dia menyeka keringat di dahinya dan menghela napas lega.

"Selesai."

Revano menghampiri dan melihat tubuh Tuan Xavier yang dipenuhi jarum, masih tidak sadarkan diri. Jadi, dia bertanya dengan sedikit khawatir, "Bagaimana?"

"Jangan sentuh jarum yang ada di tubuhnya. Sepuluh menit lagi aku akan kembali dan mencabutnya. Setelah itu, dia akan sadarkan diri."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel