Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 05 : Maybe Not Meet

Dua bulan kemudian...

Sarah tengah sibuk mempersiapkan kopernya. Besok ia harus segera berangkat ke Sisilia. Selama dua bulan belakangan ini Sarah berusaha menyiapkan banyak hal untuk kepindahannya termasuk belajar bahasa Italia walaupun hanya sedikit.

Saat Sarah tengah sibuk merapikan pakaiannya ke dalam koper tiba-tiba ponselnya berdering. Sarah pun buru-buru mengambil ponselnya yang berada di atas kasur, kakinya pun malah tersangkut pada pakaian di lantai.

"Aduhh." Sarah mengeluh sakit saat ia terjatuh dengan lutut yang membentur lantai namun tetap mengambil ponselnya.

Sebelum mengangkat panggilan teleponnya, Sarah melihat layar ponselnya terlebih dahulu, ingin melihat siapa yang menghubunginya sebab ia tak ingin mengangkat jika itu adalah Bastien. Laki-laki itu terus saja berusaha menghubungi atau bahkan menemuinya membuat Sarah harus melakukan seribu satu cara untuk menghindarinya.

Beruntungnya yang menghubungi Sarah adalah Daddy-nya. Alhasil Sarah mengangkat panggilan telepon itu meskipun ia tahu itu bukanlah hal penting.

"Sweetie....!!!!" Sarah menjauhkan telinganya dari ponselnya usai mendengar teriakkan menjijikkan itu.

"Dad?! Berhentilah melakukan hal itu!!" protes Sarah berhasil membuat laki-laki diseberang sana tertawa puas.

"Maaf Sweetie, Daddy terlalu rindu padamu. Omong-omong Daddy harusnya marah padamu!!" Mendengar kalimat itu pun Sarah menghembuskan nafasnya kasar.

"Apalagi sekarang?" tanya Sarah.

"Kenapa kamu pindah tanpa memberitahu Daddy. Apa-apaan itu Sisilia? Yang benar saja Sweetie. Jarak dari LA ke Jepang saja membuat Daddy hampir mati rasanya merindukanmu. Bagaimana dengan Sisilia? Oh astaga Sweetie, kamu harus membatalkannya Sayang. Bagaimana kehidupanmu di sana nanti? Pergaulan Sisilia itu sangat berbahaya. Daddy dengar di sana adalah sarangnya para mafia. Bagaimana jika kamu diculik mafia? Daddy tak bisa membayangkannya."

Omelan panjang Daddy-nya membuat Sarah merasa sakit kepala. "Dad, bisakah Daddy berhenti?"

"Sayangggg pada intinya I do not want you to go," ucap Daddy Sarah.

"Ayolah Dad, aku sudah dewasa. Daddy tidak perlu khawatir terlalu berlebihan," ucap Sarah jengah.

"Sweetie, di mata orang tua a child is still a child no matter how big they are now," jelas Daddy Sarah.

"Come on Daddy, I know bagaimana cara protect diriku sendiri," sanggah Sarah, tak ingin dianggap tak bisa menjaga dirinya sendiri.

"No Sweetie. Daddy akan minta Bastien untuk menemanimu," ucap Daddy Sarah.

Mendengar nama Bastien disebutkan oleh sang Daddy, buru-buru Sarah bersuara. "Daddy no?!!"

"Why sweetie?" tanya Daddy Sarah.

"Aku putus dengannya. Jadi jangan libatkan lagi ia dalam hidupku," jelas Sarah hingga dari seberang sana tak lagi terdengar suara.

"Dad? You hear me?" tanya Sarah usai sekian lama tak ada sahutan.

"Ya Sweetie. Daddy hanya memikirkan bagaimana cara memukulinya," ucap Daddy Sarah membuat Sarah yang mendengarnya merinding.

"Don't do that, Dad," ucap Sarah diakhiri sebuah tawa pelannya.

"You left because of that man?" tanya Daddy Sarah pelan. Mendengar kalimat itu Sarah tersenyum kecil.

"No, aku pergi karena tugas. Do you know Dad? Putrimu bukanlah seorang pengecut. Lagipula aku tidak begitu sedih. Entahlah, mungkin aku merasa kehilangan seseorang yang tidak mencintaiku atau karena hal lain?" ucap Sarah kembali teringat bayangan hangat laki-laki yang menghangatkan ranjang bersamanya malam itu.

"What other things?" tanya Daddy Sarah.

"Rahasia, akan kuberitahu jika kita bertemu nanti Dad," ucap Sarah hingga ia mendengar helaan nafas panjang.

"Daddy sangat ingin menemuimu tetapi tidak bisa. Pekerjaan Daddy begitu banyak. Daddy janji akan menemuimu usai Daddy menyelesaikan semua pekerjaan Daddy. Bertemu di Sisilia bagaimana?" tawar Daddy Sarah membuat perempuan itu tersenyum. Merasa bahagia mendapati perhatian itu dari orang tuanya.

"Iya Dad," sahut Sarah.

"Baiklah, kirimkan alamatmu nanti. Bagaimana pun caranya Daddy pasti akan menemukannya," ucap Daddy Sarah membuat Sarah tertawa geli.

"Yes Dad. I love you," ucap Sarah berusaha mengakhiri panggilan telepon itu.

"More Sweetie." Kalimat itupun mengakhiri panggilan telepon itu. Sarah pun tersenyum singkat lalu meletakkan kembali ponselnya.

Sarah bangkit, berjalan menuju pintu kaca lalu membukanya. Ia berdiri di balkon, menatap malam yang indah di Tokyo. "Ingin kunikmat begitu lama karena esok mungkin tak bisa lagi kunikmati."

Sarah memejamkan matanya hingga bayang-bayang laki-laki itu kembali terlintas dipikirannya. Meskipun pada saat itu ia mabuk dan menggila bagaikan pelacur yang haus belaian, Sarah masih dapat mengingat segalanya. Wajah seksi laki-laki itu saat menggigit bibirnya bawahnya menahan rasa nikmat yang tak tertahankan, tubuhnya yang seksi dan menggairahkan.

"Tidak." Sarah membuka matanya, menampar dirinya sendiri saat ia menyadari pemikiran kotornya.

"Sarah Hamilton kamu pasti gila," ucapnya tak percaya. Ia lantas menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berjalan mengelilingi balkon itu, berusaha menjernihkan pikirannya.

Sarah tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. "Jika aku pergi mungkin aku tak bisa lagi bertemu dengannya. Aku bahkan tak tahu siapa namanya. Oh astaga, ini benar-benar buruk. Setidaknya aku harus tidur dengannya dua kali eh tidak-tidak setidaknya sepuluh kali. Sialan kenapa rasa nikmatnya terus terngiang-ngiang!!"

"Kamu sedang apa?" tanya Savi yang berdiri di ambang pintu. Mendengar suaranya pun membuat Sarah dengan kikuk berbalik, ia lalu tersenyum canggung.

"Tidak," jawab Sarah pura-pura polos, berjalan kembali memasuki kamarnya.

"Lalu kenapa aku mendengar kalimat semacam aku harus tidur dengannya setidaknya sepuluh kali? Wahh, apakah kamu maniak seks sekarang?" ucap Savi sementara Sarah tersenyum malu-malu sambil menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, membenamkan kepalanya pada bantal.

"Kamu sepertinya benar-benar gila karena laki-laki itu. Siapa namanya?" tanya Savi buru-buru bergabung dan berbaring di sisi Sarah.

Sarah mengangkat kepalanya, menatap Savi yang berbaring di sisinya. "Entahlah, aku tak ingat menanyakannya. Dan sepertinya kami tak akan bertemu lagi."

"Jangan bicara begitu, siapa tahu takdir mempertemukan kalian. Omong-omong seberapa seksi dia sehingga kamu tak bisa melupakannya?" tanya Savi membuat Sarah kembali membayangkannya.

"Sangat bahkan aku merasa tak akan bisa menemukan yang sepertinya di dunia ini selain dia. Dia sangat tinggi mungkin tingginya 190," ucap Sarah membuat Savi melebarkan mulutnya.

"Wah dia benar-benar tinggi, pasti sangat seksi. Bagaimana dengan ukurannya?" tanya Savi membuat Sarah terdiam selama beberapa saat.

"Ukuran?" tanya Sarah.

"Kamu tahukan yang keras dan berdiri," ucap Savi sambil mengangkat jari telunjuknya. Sarah pun memperhatikan telunjuk Savi.

"Yang jika masuk membuatmu langsung ahhhh," lanjut Savi dengan desahannya. Mendengarnya pun Sarah langsung memukul punggungnya namun ia malah tertawa.

°°°

Sarah tampak berekspresi datar sementara Savi di sampingnya tengah muntah. "Bukankah sudah kukatakan untuk minum obat?!!"

"Berhentilah berteriak di dalam pesawat. Oh astaga perutku tak enak sekali," keluh Savi sambil mengusap perutnya.

"Kamu benar-benar menjijikkan," ucap Sarah, tak tahan dengan kelakuan Savi yang tak bisa berhenti muntah dan mengeluarkan suara yaang membuat ia ikut merasa sedikit mual.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel