Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Apa Papa Percaya?

Tangis Andin menggema dengan sangat memilukan, diikuti Vella yang memiringkan wajah ke arah pintu.

Vella tersenyum simpul. Kini dia tahu penyebab terjatuhnya Andin secara mendadak.

Ternyata adiknya yang penuh muslihat sudah menangkap kedatangan papa mereka hingga gadis busuk itu bertindak rendahan untuk menjatuhkannya.

Edgar mendekat ke arah Andin dan membantunya berdiri. "Apa yang terjadi? Seharusnya kamu tidak melakukan ini pada adikmu?"

Dengan santainya Vella kembali duduk di tempat tidur, dan bertanya, "Memang apa yang aku lakukan?"

"Vella ...." Edgar sungguh tak mengerti dengan sikap dingin putri sulungnya ini.

"Lain kali papa harus memasang CCTV di setiap ruangan, agar papa tahu apa yang dilakukan adik kesayanganku ini," ucap Vella tenang, dia sangat yakin meskipun dia mengatakan yang sebenarnya, Edgar tidak akan percaya melihat Andin yang sangat teraniaya seperti itu.

Adiknya ini benar-benar sangat hebat, menuntun orang untuk melindunginya meski sebenarnya dia bukan korban.

Sikap santai Vella membuat Andin was-was, dia mulai menarik perhatian Edgar dengan sok baik. "Pa, jangan marah pada kak Vella. Pasti dia mempunyai alasan tertentu hingga dia bersikap kasar padaku."

"Cih ...," decak menghina keluar dari celah bibir Vella.

"Vella, jaga sikapmu?! Tidak seharusnya kamu bersikap buruk pada adikmu!" Hardikan Edgar kembali menggema, namun tak mengubah sikap acuh tak acuh Vella.

"Aku tidak melakukan apapun padanya. Tapi aku rasa jika itu benar, dia pantas mendapatkannya." Vella berucap santai dengan ketidakpedulian kental dari setiap kata yang dia ucapkan.

Raut wajah Edgar semakin buruk mendapati perubahan sikap pada putri sulungnya.

Selama ini Vella memang pendiam dan tegas. Namun, tak sekalipun dia berujar untuk mencela orang lain, termasuk adiknya yang memang lemah dan gampang menangis.

Meskipun Andin merengek dan merebut apa yang dia miliki, Vella tak pernah bersikap jahat atau berucap kasar pada Andin.

"Andin, kamu kembali ke kamarmu. Papa ingin bicara dengan kakakmu secara pribadi." Edgar mencoba memutus ketegangan ini.

Andin belum puas menjatuhkan Vella, tapi Edgar sudah memerintah, dia tidak mungkin membantah. Dia mengangguk menunjukan seorang putri yang patuh.

Saat Andin keluar, Vella menangkap sudut mata Andin yang kembali melirik pepper bag miliknya. Sepertinya gadis itu masih menginginkan benda pemberian Rino. Vella dibuat tersenyum mencela karenanya.

Setelah Andin keluar dan menutup pintu. Terdengar Edgar menghela napas berat. Kemudian dia duduk perlahan di samping Vella yang terdiam.

"Ada apa?" Edgar mengulangi pertanyaannya, tapi kali ini dia menggunakan nada pelan yang terdengar mengayomi.

Edgar cukup tahu Vella tidak akan bertindak lebih jika tidak ada hal yang memicu.

Vella juga menghela napas sejenak, dan bertanya, "Apakah Papa percaya jika aku mengatakan yang sebenarnya?"

"Apa papa pernah meragukanmu? Bahkan saat orang lain menatapmu dengan rendah, aku adalah orang pertama yang menentang hal itu."

Vella menelan saliva dengan kasar, memang benar Edgar masih memperjuangkan keadilan untuknya sejak kejadian seminggu yang lalu. Namun, apakah dia percaya jika dalang dari semua itu adalah istrinya yang lembut dan penuh perhatian palsu itu?

"Papa belum menemukan pelaku itu 'kan?" tanya Vella pelan.

"Kamu tenang saja, papa akan segera menemukannya." Edgar mencoba menenangkan Vella yang sebenarnya sangat sia-sia.

"Dia berada di luar negeri sekarang."

Segera mata Edgar memicing mendengar ujaran putri sulungnya. "Bagaimana kamu tahu?"

"Mama Indina yang lebih tahu dengan semua ini. Aku hanya mendengarnya sebagian percakapan mereka." Vella begitu blak-blakkan tak ingin menutupi sedikitpun hal yang dia ketahui.

Alis Edgar semakin berkerut. "Vella!"

"Papa sudah mengatakan, bahwa tidak pernah meragukanku," tegas Vella tanpa menatap Edgar.

Kemudian Edgar menghela napas untuk meredam amarahnya. "Apa yang kamu dengar?"

"Mama Indina menyuruh penjahat itu agar tetap berada di luar negeri selama papa masih mencoba mengusut masalah ini."

Edgar semakin terperanjat mendengar penjelasan putrinya, matanya berkilat tajam menunjukan ketidakpercayaan. "Vella, papa harap kamu tahu apa yang sedang kamu bicarakan? Indina adalah orang yang selalu merawatmu saat Vita sibuk dengan pekerjaannya."

Vella langsung mendengkus kasar mengingat kenyataan dia pernah menerima Indina sebagai ibu yang baik dalam hidupnya, bahkan dia sangat menghormatinya, sangat layak jika dia menyesalinya sekarang.

Dengan sangat putus asa Vella berkata, "Aku sudah tahu papa akan berkata seperti itu."

Kemudian Vella melepas sepatunya dan meringkuk di tempat tidur dengan posisi miring membelakangi Edgar yang masih duduk memperhatikannya.

Lagi-lagi Edgar menghela napas berat menatap putrinya. Dia tahu Vella masih terpukul dengan kepergian Vita. Dia juga sempat mendengar percakapan kedua putrinya sebelum mendapati Andin terjatuh.

Edgar berpikir usia Vella yang masih sangat muda, mungkin saja memicu rasa iri saat adiknya masih mempunyai seorang mama, hingga anak sulungnya mulai bertindak di bawah kendali untuk memuaskan kekesalannya.

Ada rasa prihatin melihat putri sulungnya seperti ini, Edgar pun menyentuh kepala Vella lembut dan berucap, "Papa tahu kamu lelah, lebih baik kamu istirahat. Jangan sampai kepuasan egomu menusuk orang yang salah. Dan ingatlah, kami semua sangat menyayangimu seperti Vita yang mengasihimu."

Kecupan hangat dapat Vella rasakan di puncak kepalanya. Kemudian terdengar suara pintu yang terbuka kemudian tertutup pelan.

Vella sudah tahu Edgar pasti tidak akan percaya padanya. Bahkan dia sadar, dari apa yang diucapkan papanya barusan, dia dapat merasakan bahwa Edgar malah mengira dia iri dengan apa yang dimiliki Andin.

Sesungguhnya meskipun sejak awal dia tidak mempunyai ibu, dan dilahirkan dari celah batu sekalipun, dia sama sekali tak pernah mengidamkan mempunyai ibu seperti Indina.

Wanita yang melempar anak tirinya, dan nyaris terjungkal ke lembah kegelapan, tentu saja tak pantas disebut sebagai seorang ibu.

Vella sangat ingat bagaimana Indina terus menyibukkannya dan tak memberinya kesempatan untuk makan, ternyata tujuannya jelas, agar Vella tidak punya tenaga untuk melawan laki-laki yang sengaja dia umpankan untuknya.

Vella harus mempunyai bukti yang kuat untuk membuka kedok Indina pada semua orang. Sayang sekali percakapan di telepon tadi tak menunjukan kemana pria itu melarikan diri.

"Sejauh mana mama Indina menyembunyikanmu, aku pasti bisa menemukanmu," gumam Vella pelan dengan binar mata dingin dan tenang, namun menerawang.

Lama terpekur dalam diam, memikirkan apa yang harus dilakukan untuk membuka kedok mama tirinya. Tercetus ide untuk melihat riwayat panggilan telepon di rumahnya.

Segera Vella bangkit dari tempat tidur dan menyambangi meja belajar untuk membuka laptop. Dia segera mengakses halaman web layanan pengelola telepon rumah. Senyumnya melengkung samar kala menemukan nomor layanan pengelola telepon.

Tak menunda lagi Vella segera menghubungi nomor tersebut melalui ponselnya.

Menunggu cukup lama, akhirnya Vella mendapatkan data lengkap dari nomor yang dihubungi Indina. Senyum Vella pun melengkung sinis.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel