Bab 3
Khair menatap sekilas kearah Mega dan Sean, seketika dia muncul ide. Lalu berkata, "Mega, sepertinya bantuanku tidak disetujui suamimu. Kalau begitu, aku pergi dulu."
"Tunggu, Pak Khair..." ucap Mega pelan.
Khair tertawa ke arahnya dan melangkah besar meninggalkan ruang pasien. Dia sudah menebak bahwa Sean dan Mega tidak bisa membayar tiga ratus juta saat ini, jadi dia terlihat sangat percaya diri, seperti ingin mengalahkan Sean.
Setelah Khair pergi, dia menunjukkan senyuman liciknya dan menemukan suster yang bertanggung jawab untuk memberi obat untuk Andin.
Diam-diam Khair memberikan tiga juta rupiah kepada suster itu, "Orang tua Andin belum mendapatkan uangnya. Tolong nanti kamu suruh mereka untuk mengurus administrasi keluar rumah sakit."
Suster tersenyum senang dan mengangguk kepalanya setelah melihat sejumlah uang yang diberikan.
Setelah kepergian Khair, tatapan Mega menjadi kosong dan raut wajahnya penuh dengan kekecewaan, "Sean, apakah harga dirimu lebih penting dari nyawa anakmu sendiri?"
Sean terdiam sesaat dan meletakkan kuenya diatas meja. Dia berkata, "Aku pergi nyari pinjaman uang dulu."
"Kamu mau nyari pinjaman uang? Mau nyari kemana? Siapa yang akan meminjamkan uang sebanyak itu? Sekarang selain Pak Khair, siapa lagi yang bisa mengeluarkan tiga ratus juta untuk membantu kita?" ucap Mega kesal.
"Aku memiliki caraku sendiri untuk meminjam uang!" Sean menggelengkan kepalanya dan pergi kearah lorong.
Dia pernah memulai usaha, juga pernah gagal, tapi dia juga memiliki beberapa teman untuk beberapa tahun ini.
"Sean!" Suara Mega terdengar dari belakang, "Kamu jangan membuatku membencimu!"
Sean mempercepat langkah kakinya dan Mega melihat punggung kepergian Sean yang semakin jauh dari dirinya. Seperti tenaga yang ditarik habis dari tubuhnya, sekujur tubuhnya terduduk lemas. Dia merasa menyesal, menyesal dirinya yang gegabah, menyesal menikah dengan Seann
Tatapan Mega tiba-tiba terjatuh ke kotak kue yang diletakkan di atas meja, lalu sedikit terkejut. Sean keluar dari rumah sakit dan menyalakan sebatang rokok. Dia menarik nafas dalam dan tiba-tiba membuatnya terbatuk, matanya agak memerah.
"Uang! Uang!! Semua ini karena uang!"
Meskipun uang bukan segalanya, tapi kalau tidak ada uang, nyawa anaknya yang akan terancam. Sean mencari tempat untuk duduk, lalu menghubungi beberapa nomor. Tapi saat mendengar dia ingin meminjam uang, semua penerima panggilan memutuskan panggilan.
Akhirnya, dia menghela nafas dan mengeluarkan telepon untuk menghubungi nomor telepon yang asing.
"Ini aku," ucap Sean dingin.
"Tuan Muda," ucap pria di seberang sana dengan semangat, "Apakah Tuan Muda menghubungiku karena sudah memikirkan semuanya dengan baik dan kembali bersamaku?"
"Maaf, aku tidak bisa pulang." Sean berkata, "Paman Roby, aku menghubungimu, karena ada suatu hal. Apakah aku boleh meminjam tiga ratus juta? Aku sangat membutuhkannya."
"Tuan Muda seluruh harta kekayaanku merupakan milik Keluarga Diningrat. Jangan bilang Anda ingin tiga ratus juta, bahkan Anda boleh memiliki nyawaku!" Roby berbicara sambil terkekeh pelan, "Tapi dengan syarat, Anda harus menandatangani surat perjanjian penerus warisan. Setelah tanda tangan, Anda baru bisa mendapatkan uangnya."
"Masalah tanda tangan itu gampang, bisa kita bahas nanti. Aku sekarang sungguh membutuhkan uang itu," ucap Sean.
Da tidak ingin berkaitan lagi dengan Keluarga Diningrat, tapi anaknya sudah seperti ini, dia tidak ada jalan lain lagi.
"Tidak bisa, Tuan, Tuan Besar telah menyuruhku, hanya dengan menandatangani surat perjanjian penerus warisan, Tuan Muda baru bisa menggunakan harta kekayaan keluarga," ucap Roby dengan tegas.
Sean menggertakan giginya, "Apakah tidak ada jalan lain?"
"Maaf, Tuan Muda."
Sean menarik nafas dalam-dalam. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat langit dan memasang senyuman yang dingin.
Apakah akhirnya dia memilih untuk menuruti perkataan Ayahnya? Iya, memang sudah seharusnya dia lakukan demi anak perempuannya.
"Baik, akan kulakukan," ucap Sean.
Dia bisa merasakan kesakitan pada wajahnya, "Dimanakah kamu sekarang?"
"Aku sedang di Perusahaan Martaguna. Dimana Anda sekarang? Sebaiknya aku menyuruh orang untuk menjemput Anda," ucap Roby.
"Tidak perlu, aku akan segera pergi mencarimu," Sean memutuskan panggilan.
Atas kepergian ibunda Sean, Sejak itu hubungan Sean dan Arga dibatasi oleh kebencian. Awalnya dia mengira seumur hidup pun tidak bisa melepaskan kebencian ini dan menerima kesalahan ayahnya.
Tapi anaknya sedang sakit berat, dia sudah tidak ada jalan lain lagi dan memilih untuk menundukkan kepalanya, berinisiatif melepaskan rasa dendamnya. Kehidupan ini memang sangat menyebalkan!
Sean mematikan rokoknya dan pergi naik taksi menuju Perusahaan Martaguna.
—
Sore hari, ketika Sean tiba di Perusahaan Martaguna, Sean yang baru saja turun dari taksi, langsung melihat Ibu Mertuanya Natalie Margaretha keluar dari gedung itu. Dia langsung berpikir tidak ingin bertemu dengan Natalie Margaretha, tetapi setelah itu Natalie berjalan ke arahnya.
"Kamu bilang kamu mau pergi mau meminjam uang, untuk apa kamu datang kesini?" Natalie memandang remeh dan jijik kepada Sean.