Bab 2
“Jangan takut! Aku hanya ingin membantumu membukakan kancing kemejamu, biar kamu tidak kepanasan dan sesak napas. Hanya itu saja. Tenang saja, saya tidak berniat jahat padamu, Bintang!” Kata Felix menenangkan hati Bintang. “Bukankah kemejamu terbuat dari katun?” Tanya pria itu lagi.
“ Ya.” Sahut Bintang singkat.
“Kemeja yang sangat cantik. Seingatku, kemejamu berwarna putih.”
“Ya.”
“Kamu pasti bukan orang sini.” Ujar pria itu
dengan santainya.
“Aku memang bukan orang sini. Aku sedang berkunjung ke sini selama seminggu. Aku akan pulang ke tempat asalku besok pagi.”
“Apakah kamu sedang mengunjumgi seseorang yang tinggal di gedung ini?”
“Ya. Teman sekamarku waktu aku masih kuliah, dan suaminya.”
“Oh, begitu. Apakah kamu merasa sudah agak baikan? Apa kamu mau duduk?” Tanya Felix. Lalu kedua tangan pria itu ingin menyentuh pinggang Bintang.
Dengan cepatnya, Bintang menjawab, “Tidak…! Tidak…! Aku tidak ingin duduk!” Kata Bintang sambil menepis tangan Felix.
“Aduh! Kenapa aku jadi salah tingkah menghadapi wanita cantik ini?!” Umpat Felix pada dirinya sendiri dalam hati atas tindakannya yang gegabah yang dia lakukan barusan.
“Jangan membuat orang yang sudah panik bertambah panik.”
Tubuh Bintang masih merapatkan diri pada dinding lift, seolah-olah sedang menghadapi satuan regu tembak yang siap menembak dirinya.
Bintang mengambil napasnya lalu menghembuskannya kembali. Saat itu pikiran Bintang sangat tegang menghadapi situasi saat ini.
“Baiklah, Bintang. Kamu jangan takut padaku. Aku orang baik-baik.” Kata Felix lagi pada Bintang.
Tiba-tiba saja lampu telah menyala dan mulai kelihatan berkedip-kedip. Kemudian tidak berapa lama menyala terang benderang. Roda-roda gigi lift perlahan-lahan mulai bergerak kembali dengan entakan yang tidak terlalu keras. Setelah itu, lift meluncur ke bawah lagi.
Bintang dan Felix saling memandang dalam jarak yang sangat dekat. Keduanya sama-sama menyipitkan matanya. Namun, saat itu terlihat wajah Bintang tampak sangat pucat. Sedangkan wajah Felix berkerut penuh dengan rasa khawatir terhadap kondisi Bintang.
Felix menjahili Bintang dengan menumpangkan tangannya kembali di atas bahu Bintang. Bintang seakan tampak nyaris kehilangan kendali dirinya.
“Nah, benar kan? Aku bilang juga apa. Semuanya sudah kembali dengan normal. Kamu tidak perlu khawatir.” Kata Bintang dengan santainya sambil tersenyum kembali pada Bintang.
Bintang tidak membalas senyuman Felix itu. Tetapi, Bintang malah kembali menjaga jarak pada Felix, layaknya dua orang asing yang tidak saling mengenal satu sama lain. Bintang mulai melangkah menjauhi Felix. Bintang kembali ke tempat semula dia berdiri. Bintang berdiri diam di sudut lift.
Tiba-tiba Bintang merobohkan dirinya, jatuh ke dalam pelukan Felix. Dia mencengram kuat-kuat bagian depan baju Felix dengan kedua tangannya yang lembab karena keringat. Felix bisa merasakan bahwa seluruh tubuh Bintang gemetar, seperti orang yang sedang ketakutan.
Dalam hati Bintang, dia sangat bersyukur karena bahaya yang dia alami sudah lewat. Dan dia juga sangat berterima kasih pada Felix karena Felix lah yang telah berhasil menenangkan hati Bintang selama berada di dalam lift.
Bintang telah berhasil juga menguasai dirinya menjadi tenang menghadapi phobia-nya di dalam lift. Bintang harus mengakui bahwa dirinya tadi mengalami ketakutan yang hebat ketika sedang berada dalam ruang yang sempit dan gelap itu.
Beberapa menit kemudian, mereka berdua sampai dengan mulus tanpa hambatan di lobi.
Sesampainya di lobi, pintu lift langsung terbuka.
Felix memapah Bintang yang saat itu sedang dalam keadaan setengah sadar. Disenderkannya Felix di kursi lobi.
Lalu Felix berkata pada Bintang, “Kamu tunggu di sini sebentar, aku pergi tidak lama.” Kata Felix pada Bintang.
Bintang diam saja, tidak menjawab pertanyaan Felix. Mata Bintang setengah terbuka, dan setengah terpejam. Bintang masih dalam keadaan mabuk berat karena phobia yang dia rasakan saat di lift tadi.
Melalui kaca jendela lobi, Felix melihat orang-orang lalu lalang di jalanan dan trotoar. Jalanan sempat menjadi macet gara-gara lampu lalu lintas menjadi tidak berfungsi. Suasana di jalan raya tampak kacau balau saat itu.
Tiba-tiba ada seseorang yang datang menghampiri dirinya dan memanggil namanya, “Pak Felix!” Kata seorang satpam penjaga apartemen itu, buru-buru menghampiri Felix.
“Aku baik-baik saja, pak.” Sahut Felix pada satpam itu dengan cepat.
Ternyata Bintang ditinggalkan Felix begitu saja di tengah-tengah keramaian dalam kondisi seperti sekarang. Dan Felix tidak berniat memberikan penjelasan yang panjang lebar pada pak satpam ini.
“Aku mau kembali ke atas.” Kata Felix dengan singkat.
“Baik, pak.” Sahut satpam ini. “Bapak tadi sedang berada dalam lift pada saat listrik padam?” Tanya satpam ini merasa khawatir pada Felix.
“Iya, pak. Jangan terlalu mengkhawatirkan diri saya. Saya baik-baik saja. Terima kasih.” Sahut Felix pada satpam itu.
Lalu dia melangkah pergi meninggalkan satpam itu. Lalu melangkahkan kakinya menuju arah lobi, dimana tempat Bintang ditinggalkan tadi.
Sesampainya di lobi, dengan sigap, Felix menggendong tubuh Bintang. Lalu Felix menyandarkan tubuh Bintang pada dinding lift.
Kemudian dicondongkannya tubuh Bintang ke arah belakang untuk menekan tombol lift. Tidak lama kemudian pintu lift terbuka. Dan dengan segera dia masuk ke dalam lift itu sambil terus menggendong tubuh Bintang yang sedang lemas. Untung saja di dalam lift tidak ada orang.
Segera dia menekan tombol lift yang akan membawa mereka ke lantai 25. Pintu lift segera menutup dan mereka berdua pun segera dibawa meluncur sampai ke atas lantai 25.
Bintang masih terlihat tidak bereaksi dalam gendongan Felix, lemas tidak berdaya. Badan Bintang masih terlihat lemas sekali dan terlihat sekali-sekali Bintang mengeluarkan suara desahan yang sangat lemah.
“Kamu akan baik-baik saja, Bintang. Sekarang kamu sudah selamat. Kamu akan baik-baik saja. Jangan Khawatir.” Gumam Felix sambil menggendong tubuh Bintang.
Dari tubuh Bintang, tercium aroma minyak wangi yang sangat harum sekali. Felix sangat meyukai aroma minyak wangi Bintang itu. Rambut Bintang mengenai leher dan dagu Felix dan dia merasa sangat menyukai sentuhan rambut Bintang itu.
Tidak berama lama, pintu lift sudah terbuka. Mereka sudah sampai di lantai 25. Lalu Felix berjalan di koridor menuju ke ruang apartemen miliknya.
Felix menahan tubuh Bintang dengan sebelah tangannya agar tidak terjatuh ke lantai. Lalu dengan perlahan-lahan dia membungkukkan badannya, lalu mengambil blazer, jaket, dan tas mereka yang terjatuh di lantai. Lalu dia mengangkat tubuh Bintang kembali dan membopongnya menyusuri koridor hingga sampai di apartemennya yang terletak paling ujung. Lalu dengan hati-hati menurunkan Bintang.
“Kita sudah sampai di apartemenku.” Bisik Felix pada Bintang sembari mengeluarkan sebuah kartu lalu menggesekkannya.
Pintu apartemen terbuka. Diangkatnya tubuh Bintang dan digendongnya kembali, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemennya. Dan direbahkannya tubuh Bintang di atas sofa yang empuk.
Saat Felix hendak meninggalkan Bintang sendirian di dalam apartemennya, tiba-tiba dilihatnya Bintang mengangkat tangannya, seakan memohon agar Felix tetap tinggal di situ dan jangan meninggalkannya sendirian.
“Aku akan segera kembali.” Sahut Felix dengan pelan. Dan secara refleks, Felix mencium kening Bintang dengan lembut. Lalu buru-buru menuju pintu ruangan apartemen.
Lalu apakah yang terjadi pada mereka selanjutnya? Ikuti kisahnya pada selanjutnya………..