Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 6

Reene sedang menghubungi kedua orang tuanya melalui panggilan suara ini, menyampaikan seperti yang apa Adriano katakan padanya.

“Iya Mommy, di asrama” Ucapnya, dengan suara penuh penyesalan sudah membohongi kedua orang tua yang sangat dicintainya.

“Iya Reene betah di sini, baiklah. Love you Mommy, Daddy” Ucapnya, lalu panggilan ini pun terputus.

Adriano yang duduk di samping Reene menyibak senyumnya, kedua tangannya memegangi wajah cantik ini kemudian membuka mulutnya untuk memberikan cumbuan di bibir lembut gadis yang keperawanannya sudah direnggutnya begitu curang.

Reene mengikuti gerak mulut laki-laki ini, baginya sekarang Adriano adalah pemilik tubuhnya karena dirinya sudah berjanji untuk menjaga keperawanannya. Tapi jika seorang laki-laki berhasil melakukan dengannya, maka Reene akan mengabdikan hidupnya pada laki-laki itu.

“Uncle, kapan Reene ke kampus ?” Gumam Reene, baru saja melepaskan pagutan bibirnya.

Adriano tersenyum, jemarinya lalu melepaskan kancing pada kemeja ini.

“Kita lakukan satu kali lagi ya hari ini ?” Pinta Adriano.

Reene terlihat tertekan, gadis ini tidak pernah mengingkari janji yang dibuatnya sendiri bahkan sudah dua hari tinggal di Apartemen ini, dirinya masih menganggap kalau semua karena kesalahanya yang sudah memaksa Adriano berhubungan intim dengannya.

“Pelan-pelan ya ?” Ucap nya.

“Iya sayang” Gumam Adriano, begitu lembut berbicara dengan gadis cantik ini.

Adriano terburu-buru melepaskan kancing kemeja Reene, mulutnya pun langsung terbuka kemudian mengulum puting susu kanan Reene seperti seorang bayi yang tengah kehausan.

“Ehm..” Desahan Reene, sembari mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Hingga semakin membuat Adriano begitu bergairah.

Disaat mulutnya sibuk mengulum kedua puting itu bergantian, dua jemari tangan laki-laki ini tiba-tiba saja membobol rongga vagina Reene dengan sekali hentakkan.

“Ah !” Pekik Reene, tubuhnya terhuyung di atas ranjang ini.

Sedangkan dua jemari Adriano terus mengguncang rongga hangat Reene dengan begitu kencang.

Suara teriakan Reene membuatnya tidak berhenti, tapi malah membuat hasrat birahinya semakin meninggi karena sudah tertahan selama ini hanya untuk menunggu gadis kecil yang ia temui delapan tahun lalu tumbuh remaja agar masuk ke dalam dekapannya.

“Ah, Uncle Reene mau pipis” Erangnya, saat terasa rongga hangatnya mengeluarkan cairan itu begitu deras.

“Keluarkan saja, nanti Uncle yang bersihkan” Gumam Adriano.

Laki-laki ini memang sudah bisa dikatakan terlalu terobsesi terhadap Reene. Hal ini bermula saat pertama kali sang ayah memperlihatkan foto keluarga Torrent ketika ia baru saja lulus dari program strata satu di kampus, kemudian dipertemukan pada acara perayaan kelulusannya delapan tahun lalu. Dirinya bertambah terobsesi saat melihat secara langsung kecantikan Reene yang berhasil membuat nya jatuh hati begitu dalam.

Adriano terus mengguncang liang hangat Reene, lalu kepalanya kembali tenggelam diantara kedua paha mulus ini.

Lenguhan Reene selalu terdengar sejak dua hari lalu, mereka bahkan hanya menjeda hubungan seksual ini saat makan dan tidur.

Reene benar-benar sudah dikuasai sepenuhnya oleh Adriano, dengan semua tingkah manipulatifnya yang berhasil membuat Reene menganggap kalau semua ini adalah kesalahannya.

“Ah, Uncle” Erang Reene, sembari menggeliat-geliatkan tubuhnya.

Adriano semakin beringas, diangkatnya kedua kaki Reene agar mulutnya lebih leluasa menjilati sisi kewanitaan sang pujaan hati yang dianggapnya terasa begitu manis.

“Manis sayang..” Gumam Adriano.

Sedangkan tubuh Reene semakin lemas, karena terus terangsang, ia tidak bisa menolak karena memang Adriano memperlakukannya bagai di atas awan.

Adriano naik ke atas tubuh bugil gadis ini, mengecup setiap sisi nya, sembari mempersiapkan keperkasaan nya di bawah sana.

"Ah" Pekik Reene, saat lagi miliknya dibobol oleh milik laki-laki ini yang begitu perkasa di dalam sana.

Adriano terasa menekan bokongnya, menarik ulur miliknya berulang kali. Sedangkan Reene dengan mulut menganga itu terus mengerang tanpa jeda.

Tubuh mereka berdua bergetar seirama, saat kedua paha Reene terbuka lebar, sedangkan bokong Adriano tidak hentinya mengguncang dengan tempo yang cepat dan kuat tanpa berhenti.

"E-nak, Sa-yang ?"Tanya Adriano, di daun telinga Reene dengan suara terengah-engah.

Reene menikmati penyatuan ini, walaupun terasa sakit tapi dirinya akui kalau Adriano membuat nya bagai di atas awan saat bercinta.

"Uncle, uncle..!"Pekik Reene, ketika guncangan penis Adriano seperti kesetanan.

"Reene..!"Pekik Adriano, lagi tembakan sperma itu berhasil membanjiri rahim pujaan nya.

*

Reene jatuh lunglai di atas ranjang, sedangkan Adriano tengah membersihkan sela kewanitaan Reene dengan handuk yang sudah ia sterilkan dengan air hangat.

“Nanti saat di kampus tidak boleh ke kantin ya sayang” Ucap Adriano.

Reene yang sedang terlentang terbaring di atas kasur empuk ini, mengerutkan kening.

“Kalau Reene lapar ?” Tanya nya.

“Nanti makan sama uncle saja, kamu cukup belajar yang rajin” Jawab Adriano.

“Masih sakit ?” Tanya Adriano, saat baru saja membersihkan kewanitaan Reene yang tampak sedikit membengkak karena ulahnya.

“Sudah tidak lagi” Jawab Reene.

“Reene mau pakai baju” Gumam gadis itu.

“Kenapa ? kalau sama Uncle seperti ini saja” Jawab Adriano.

“Tidak mau, Reene mau pakai baju” Jawab gadis ini, bersikeras.

“Ya sudah, Uncle ambilkan dulu pakaian untuk Reene” Jawab Adriano.

Adriano lalu mengambil kaos longgar, serta celana pendek untuk dikenakan Reene yang ada di dalam koper merah itu.

Reene duduk, lalu tubuhnya diangkat oleh Adriano.

“Biar Reene sendiri saja Uncle” Ucap gadis ini.

“Ini tugas Uncle mulai sekarang, kamu hanya patuh saja” Jawab Adriano.

Reene diperlakukan seperti boneka, herannya gadis ini menuruti saja tanpa membantah. Sikap tegas dan dinginnya seperti terkubur jauh entah dimana, Reene lebih mirip seperti gadis lugu yang bergantung pada laki-laki yang dua hari lalu membuatnya jatuh pada perangkap.

Adriano pun memakaikan pakaian ini di tubuh Reene, setelah selesai ia mengajak Reene untuk berbincang di ruang perapian.

Kedua tangannya terus merengkuh erat Reene yang ada di dalam dekapannya, sembari ia menceritakan mengenai pekerjaannya sebagai seorang Professor di satu kampus. Reene belum mengetahui Adriano mengajar pada jurusan apa dan di kampus yang mana, laki-laki ini hanya bercerita mengenai bagaimana kesehariannya.

“Uncle Reene mau tinggal di asrama saja” Ucap Reene, tiba-tiba.

Adriano tertegun, kedua netranya pun menatap tajam pada kedua manik biru hazel gadis ini.

“Apa di sini fasilitasnya kurang ?” Tanya Adriano.

Kepala Reene menggeleng. Bukan itu yang dimaksudnya, ia hanya ingin bertindak sebagai seorang mahasiswa biasa, berteman dengan beberapa orang.

“Tidak bisa, kamu harus selalu bersama Uncle” Ucap Adriano.

Reene tertegun, terasa jemari tangannya mulai bergetar.

Dirinya bingung dengan situasi begitu tiba-tiba yang dialaminya. Ini seperti mimpi, tapi kembali lagi otaknya memikirkan mengenai dirinya yang meminta untuk memadu kasih di atas ranjang terlebih dahulu.

Reene pun terdiam, ia tidak bisa berpikir jernih jika bersama Adriano. Maka ia akan memikirkannya nanti jika sudah masuk kuliah.

“Reene ke kamar dulu” Ucapnya.

“Untuk apa ?” Tanya Adriano, menahan lengannya begitu erat.

“Reene ingin mempersiapkan buku untuk besok” Jawab gadis ini.

Adriano pun menganggukkan kepala, melepaskan genggaman tangannya agar gadis ini bisa melakukan apa yang ingin dilakukannya.

*

Sepanjang malam, Reene tidak bisa memejamkan mata. Ditambah Adriano memeluknya dengan begitu erat di atas ranjang ini.

Helaan nafasnya panjang, otaknya sedang berpikir begitu keras.

Ping~

Ponselnya berdenting.

Reene segera meraih ponsel miliknya di atas nakas, lalu melihat siapa yang baru saja mengirimkan pesan padanya.

[“Reene, apa di sana Asrama nya bagus ?. Kalau bagus maka aku akan berkuliah di Italia saja”]

Pesan dari Amore itu tiba-tiba saja menyadarkannya, kalau yang sedang diperbuatnya ini salah. Walaupun semua berawal dari tindakannya tapi bukankah seharusnya Adriano tidak mengungkungnya seperti ini.

Perlahan Reene melepaskan pelukan Adriano, lalu tubuhnya pun beranjak dari atas ranjang mencari tempat untuk tidur agar dirinya lebih nyaman.

Reene memutuskan tidur di sofa ruang tamu, perlahan memejamkan kedua matanya. Karena saat bersama Adriano, ia tidak merasa aman sama sekali.

*

*

Adriano tersentak, saat tidak mendapati Reene di satu ranjang yang sama dengannya. Ia bergegas untuk mencari gadis itu.

Dengan semua kepanikannya, Adriano berlarian mencari di berbagai sudut apartemen ini hingga mendapati Reene sedang tertidur di atas sofa itu.

Deru nafasnya terdengar berat, lalu kakinya melangkah mendekati Reene yang masih tampak lelap tertidur.

Perlahan diangkatnya tubuh gadis ini, lalu kembali ia baringkan di atas ranjang besar mereka. Tangannya kembali memeluk dengan erat tubuh Reene, dengan bibirnya yang tidak henti memberikan cumbuan di tengkuk leher mulus nya.

Reene terbangun, lalu mendengus karena lagi-lagi berada di atas ranjang yang sama dengan Adriano.

“Sudah bangun, sayang ?" Gumam Adriano, sembari memainkan jemarinya pada belahan dada gadis ini.

“Sudah uncle” Jawab Reene, dengan suara yang terdengar pasrah.

“Belahan dada ini jangan terlihat sayang” Gumam Adriano, sembari membelai belahan dada Reene dengan lembut.

“Geli, Uncle” Desah Reene.

“Geli..?”Goda Adriano.

“Ehm, ehm..” Gumam Reene, dengan mengangguk.

“Sayang, rambutnya digerai ya jangan sampai tengkuk leher kamu terlihat oleh laki-laki lain” Ucap Adriano.

Kepala Reene kembali mengangguk, lalu tubuhnya tiba-tiba saja terasa tersengat listrik saat jemari laki-laki ini mengusap lipatan pahanya.

“Nanti pakai celana nya jangan terlalu ketat ya, bokong kamu sangat indah sayang” Gumam Adriano di daun telinga Reene.

Reene meneguk liur, entah apa yang sedang Adriano lakukan tapi sepertinya laki-laki ini tengah merangsang tubuhnya kembali.

"Sayang, kamar ini nyaman kan ?" Tanya Adriano, dengan terus merengkuh erat tubuh Reene yang terasa membeku.

Reene hanya bisa mengangguk, karena ia tahu Adriano tidak bisa dibantah.

“Uncle sangat merindukanmu, kenapa tidak pernah lagi membalas pesan-pesan yang Uncle kirimkan?” Gumam Adriano, bertanya sembari menatap lekat dengan kedua netra biru gelap itu.

Reene sontak teringat, kalau Adriano begitu rajin mengirimi pesan melalui alamat surel pribadinya beberapa tahun lalu.

“Reene sudah ganti alamat email” Jawab Reene, dengan suara terdengar bergetar.

“Ya sudah tidak apa-apa, sekarang kita sudah bersama bukan ?” Ucap Adriano.

Deg !

Reene tersadar satu hal, kalau Adriano sudah menyukainya sejak dulu.

“Apa laki-laki ini sengaja ?” Gumamnya dalam hati.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel