Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1 Wanita Bertopeng

Bab 1 Wanita Bertopeng

Malam ini langit tampak cerah dengan dipenuhi taburan bintang yang bersinar cantik. Secantik wanita muda yang kecantikannya dia tutupi masker dan berlari-lari kecil ke sebuah club besar. Dia menggunakan jasa ojek online untuk datang ke tempat itu. Wanita itu melewati pintu khusus staff yang bekerja di sana. Setelah itu, ia segera ke kamar ganti lalu mengganti pakaiannya dengan gaun seksi yang telah disiapkan untuk para staff yang bekerja sebagai PSK di sana, dan tentu saja tidak ketinggalan topeng yang selalu menghias wajahnya.

Moza dikenal dengan nama Mawar, nama itu yang dia daftarkan saat masuk dan melamar pekerjaan di Fly Club tempatnya bekerja saat ini. Kaki putih jenjangnya berjalan berlenggak lenggok genit sengaja menggoda para kaum adam untuk berfantasi liar.

Moza termasuk salah satu PSK idola di club ini, meskipun Moza baru sebulan bergabung di Fly Club. Mungkin karena memiliki bentuk tubuh yang molek dan kulit putih yang seksi, Moza juga diberi keistimewaan. Dia satu-satunya yang diperbolehkan memakai topeng saat bekerja. Keistimewaan yang didapat Moza karena dia satu-satunya pekerja yang paling muda dan masih usia sekolah. Moza sengaja menggunakan topeng untuk menjaga nama baik sekolahnya.

“Hai Mawar,” seorang pria dengan suara genit memanggilnya. Moza menoleh dan menebar senyum mautnya. “Kurasa aku ingin dilayani kamu, bercinta sama wanita yang pakai topeng, sepertinya akan seru," sambung si pria seraya menatap Moza dengan mata jelalatan.

“Hai, Om. Tentu saja boleh. Tapi seperti biasa ya Om, tanpa diskon dan tidak ada long time,” ucap Moza genit membuat si lelaki tersenyum penuh nafsu.

“Kau benar-benar menggoda. Sayang hari ini aku sangat sibuk, tunggulah aku akan membookingmu nanti. Kita bobok cantik ya Sayang, jangan lupa tunggu aku,” ucap laki-laki itu genit, tangannya berusaha meraih bagian mana saja dari tubuh Moza.

Dengan gaya elegan, Moza menghindar. Ia melambaikan tangan kepada laki-laki itu sebagai ucapan perpisahan seraya berjalan menuju meja bartender.

“Mawar, cepatlah, sudah ditunggu Papi,” tutur Alsha teman sesama PSK, mereka menyebut manajer club mereka dengan sebutan Papi.

“Oke, aku masuk dulu ya,” jawab Moza seraya melambai pada Alsha dan menuju ruangan Manajer.

Di dalam ruang manajer club, seorang pria menunggunya dengan tidak sabar. “Maaf Pi, aku sedikit terlambat. Papi memanggilku?” ucapnya dengan nada bersalah dan berjalan gemulai menuju si pria.

“Kau terlambat sepuluh menit. Tapi tidak lupakan itu, aku bisa memaafkannya. Saat ini ada klien yang sudah reservasi kamar, dia sudah menunggumu. Segeralah ke sana, jangan membuatnya menunggu terlalu lama,” ujar si manajer club.

“Baik Pi, aku langsung ke kamar,” jawab Moza.

“Keluarkan kemampuan terbaikmu Mawar, agar klien kita puas dan kau juga punya kesempatan mendapat fee besar darinya.”

Moza mengangkat jempol dengan bonus sepotong senyum lalu bergegas menuju ke arah kamar yang diinfokan manajernya. Moza berjalan dengan topeng yang menutupi wajahnya. Beberapa lelaki pengunjung club menatap Moza dengan pandangan liar layaknya binatang yang kelaparan yang melihat daging segar di hadapannya.

Moza masuk ke kamar yang ia tuju, membuka pintu dengan sedikit hati-hati. Menatap laki-laki muda yang menunggunya, duduk di tepi tempat tidur dengan posisi membelakanginya.

“Maaf, sudah membuat Anda menunggu.”

“Tidak juga, 15 menit bukanlah waktu yang lama untuk perempuan sepertimu.”

Moza menghampiri laki-laki itu. Langkahnya terhenti namun sebisa mungkin dia menyembunyikan rasa terkejutnya.

‘Andrew? Bagaimana bisa teman satu sekolah bisa ada di sini?’ getir Moza dalam hati. ‘Laki-laki yang diam-diam aku suka. Apa yang ia lakukan di sini?’ gumam Moza dalam hati. Moza menutupi kegugupannya dengan duduk di pangkuan si lelaki seraya mengalungkan kedua tangannya di leher Andrew.

Dalam rasa gugupnya, Moza segera melucuti pakaiannya dan menyisakan dalaman berenda berwarna merah yang kontras dengan kulitnya yang putih. Sangat menggoda.

“Hai, aku Mawar, Kita langsung saja ya,” bisik Moza untuk mempersingkat waktu, ia tidak ingin lama-lama dekat dengan laki-laki ini.

Moza mulai menggoda Andrew, memberi kecupan di pundak dan leher lelaki yang sudah bertelanjang dada itu. Laki-laki muda itu mengerang pelan lalu membalikkan tubuhnya menghadap Moza. Jarak mereka hanya tinggal sejengkal saja. Moza berusaha mengurangi rasa gugupnya.. Dia takut Andrew mengenalinya, apalagi jarak mereka teramat dekat.

‘Akankah ia mengenali suaraku?’ batin Moza khawatir.

“Namamu Mawar? Nama yang indah, aku suka,” jawab Andrew dengan menyunggingkan senyum.

Moza tidak menjawab, dia lalu mendekati Andrew dan dengan cepat melahap benda lunak di depannya bagaikan sebuah hidangan yang sudah tidak sabar ingin dia cicipi. Walau masih sedikit kaku namun dia berusaha terlihat semahir mungkin untuk terlihat profesional. Andrew mengerutkan keningnya sesaat.

Dia hanya sedikit bingung dengan pelayanan Moza, tidak ada foreplay dalam servis standar di club ini. Kecuali dia memilih layanan ekstra yang tentu saja tarifnya berbeda. Dan ini membuat Andrew menjadi penasaran dengan wanita bertopeng di hadapannya ini.

“Maaf Nona, aku tadi meminta servis standar, kau sengaja memberi aku bonus malam ini?"

Moza terkejut, tanpa disadarinya, melihat laki-laki yang ia sukai, ternyata membuatnya bertingkah berlebihan. Wajah Moza memerah karena malu, untung saja dia memakai topeng sehingga Moza tidak perlu takut Andrew mengetahuinya betapa wajahnya sudah seperti kepiting rebus.

“Kau benar, anggap saja ini bonus dariku sebagai servis pengenalan,” bisik Moza di telinga Andrew.

“Kenapa kamu memakai topeng? Sedangkan temanmu yang lain tidak?” tanya Andrew ingin tahu.

“Aku wanita pemalu. Aku tidak bisa bercinta dengan laki-laki jika dia selalu menatap wajahku. Aku lebih bisa bebas bercinta ketika aku menutup wajahku dengan topeng."

“Hem, jujur kau membuatku penasaran.”

“Kenapa kau memesanku untuk bercinta denganmu jika kau tahu aku bertopeng? Semua sudah dijelaskan ciri-ciri wanita yang akan melayanimu, termasuk aku. Dan ini pilihanmu.”

"Aku hanya ingin tahu rasanya bermain cinta bersama wanita bertopeng, tadinya kupikir aku bisa memintamu melepas topengnya. Pikirku itu akan menarik sekali,” senyum Andrew seraya menatap Moza.

“Sekali lagi maafkan aku, aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu. Ayo kita mulai saja permainan kita. Kau masih ingin melakukannya bukan?” bisik Moza pada Amdew.

Andrew terdiam sesaat namun akhirnya mengangguk tersenyum. Gerakan sensual Moza menggoda Andrew, membuat tubuhnya mulai terbakar gelora. Moza pelan-pelan melucuti pakaian dalamnya dan membuat dirinya polos tanpa sehelai benang pun. Andrew terhenyak dan meneguk salivanya.

Tubuh indah milik Moza sudah mulai mempengaruhi pikiran Andrew. Dia terpengaruh dengan hasrat yang mulai membara. Namun tetap saja rasa penasarannya sangat besar. Andrew ingin sekali membuka topeng Moza.

Beberapa saat Moza terdiam, wajah lelaki idolanya saat ini benar-benar ada di depannya. Perlahan-lahan Moza mendekati Andrew, menggodanya dengan tubuh polosnya. Memeluk dan menyentuh tubuh lelaki pujaannya membuat ia terhanyut. Seakan-akan lelaki yang ada di hadapannya saat ini adalah kekasihnya, bukan klien.

Moza menggoda Andrew dengan permainan bibir. Dibiarkannya bibir nya menjelajah aktif di benda lunak tidak bertulang milik Andrew. Mengajak Andrew untuk aktif bersama saling memberi dan menerima saliva. Dan Andrew mulai menikmatinya.

Rasa penasaran Andrew semakin besar dan kuat, dia berpikir jika dia melihat wajah asli seorang Mawar, mungkin permainan mereka bertambah menggairahkan. Rasa penasaran semakin membuatnya gelap mata. Andrew lalu menarik topeng di wajah Moza saat Moza terlihat mulai terhanyut menikmati permainan Andrew.

“Auwwwww!” teriak Moza saat menyadari topengnya telah berpindah ke tangan Andrew. Keduanya sama-sama terkejut. Wajah Moza menjadi sangat merah menahan malu dan gugup.

"Kamu?” Andrew menatap tak percaya pada Moza. “Bukankah kamu Moza? Kamu sekolah di sekolah yang sama denganku, bukan? Kelas 12 E?" Andrew masih terlihat terkejut dan syok.

Moza tertunduk menyembunyikan wajahnya, hasrat Andrew luntur sudah. Dia sudah tidak ingin lagi melanjutkannya walau dia belum memulai ke permainan inti. Andrew berdiri dan segera mengenakan pakaiannya yang berserakan di lantai.

“Kamu mau kemana? Apa kamu sudah tidak ingin melanjutkannya,” Moza menahan Andrew.

“Aku sudah tidak bernafsu lagi!” sentak Andre, tidak menatap Moza yang memohon padanya.

“Apa karena kamu tahu aku teman sekolahmu? Atau karena wajahku sangat tidak nyaman kau pandang?” tanya Moza perih.

“Entahlah, aku hanya tidak berhasrat lagi melanjutkannya.”

Moza akhirnya ikut mengenakan kembali pakaiannya, tidak menyadari saat baru mengenakan pakaian dalam bagian bawah Andrew mengambil foto meggunakan ponselnya. Tersenyum devil dan tanpa berkata apapun, Andrew meninggalkan Moza sendiri di kamar itu.

Moza terisak, dia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Habislah sudah dirinya sekarang. Andrew tahu pekerjaan yang dia lakukan saat ini. Bagaimana jika Andrew membuka aib ini pada teman-teman sekolahnya. Moza tidak bisa membayangkan nasibnya saat itu benar-benar terjadi. Sungguh hari ini adalah hari yang terburuk untuknya. Moza tiba-tiba merasa sangat lemas.

*Bersambung*

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel