3. Kimberly
Kimberly...
Gadis cantik berambut hitam nan legam dengan manik mata kehijauan yang indah, tubuh tinggi langsing dengan senyuman ramah yang selalu ia tunjukan kepada semua orang. Rambutnya terurai indah tertiup angin, pakaian casual seperti jeans dan kaos oblong disertai tas selempang selalu menjadi ciri khasnya. Gadis berusia 23 tahun itu masih berstatus menjadi mahasiswa dikota tersebut.
Louisiana, satu tahun pindah kekota ini guna melanjutkan studinya yang terhenti karena dirinya tidak cocok dikota sebelumnya. Tinggal disebuah apartemen seorang diri dan jauh dari orang tuanya, tak membuatnya patah semangat dalam melanjutkan studinya. Satu hal yang gadis itu tidak ketahui setelah setahun terakhir tinggal dikota tersebut.
Bahwa sang pembunuh tengah berkeliaran dikota tersebut...
Kim keluar dari area kampusnya, berjalan kaki menuju gerbang utama. Dari kejauhan ia melihat seorang pria, pria tampan yang selalu membuat histeris seisi kampus.
"Hai!" Sapa Kim kepada pria yang telah menjalin hubungan dengannya semenjak ia menginjakan kaki dikota ini.
"Hai, baby" balas pria yang bernama Frank tersebut dan kemudian mengecup pipi Kim serta merangkul tubuhnya.
Frank adalah seorang pengusaha restoran dan sebuah kafe yang ada dikota tersebut, secara kebetulan Kim selalu mengunjungi kafe milik Frank ketika ia baru menginjakan kakinya dikota ini dan akhirnya bertemu dengan Frank.
Singkat cerita Frank adalah pria yang romantis yang pernah Kim temui, pria yang penuh kejutan dan selalu memanjakan Kim. Padahal Kim gadis polos itu tidak mengetahui bahwa kekasihnya itu sering melirik wanita lain, seperti saat ini contohnya. Saat mereka berjalan kaki menuju apartemen Kim, Frank sempat bermain mata pada wanita cantik bergaun ketat yang berselisihan dengan mereka.
Pesona tampan Frank serta kekayaannya membuat wanita disekitar kota itu turut mengaguminya, walaupun semua orang tau ia hanyalah seorang player yang selalu menghabiskan waktunya diclub malam, tanpa sepengetahuan Kim tentunya.
"Kau tidak mampir?" Tanya Kim saat mereka berdua telah tiba didepan bangunan apartemen.
"Tidak sepertinya, aku ada urusan" balas Frank.
"Hm, baiklah." Ujar Kim dan mengucapkan salam perpisahan kepada kekasihnya dan memasuki gedung apartemennya.
Dari kejauhan, dibalik semak belukar seorang pria bermata hitam tajam sedari tadi memandang mereka. Dengan setelan serba hitam, sweater berwarna hitam yang menutupi seluruh leher hingga ujung tangannya. Serta topi hitam dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.
Pria dengan postur tubuh tinggi itu berdiri layaknya patung yang tersembunyi dibalik kerumunan pohon dan semak, mengawasi setiap gerak-gerik sang korban selanjutnya yang tak lain adalah korban yang ia tunggu-tunggu selama setahun terakhir ini. Kedua mata tajamnya menatap tak suka kearah bangunan dimana Kim tinggal.
Dan ia akan menunggu berdiri disana sampai malam tiba...
Kim menaruh barang-barangnya dimeja, mengganti pakaiannya dengan gaun tidur setelah selesai membersihkan diri. Ia kemudian beralih kearah dapur karena perutnya telah berbunyi sedari tadi. Sepertinya ia harus memasak sesuatu.
Kim membuka lemari, terdapat satu bungkus mie pasta dan ia segera memasaknya.
Seraya menunggu, Kim melirik sekilas keluar jendela kaca yang ada didapurnya. Memandang kebawah sana dan sepertinya ia melihat sesuatu tadi..
Kim menyipitkan kedua matanya, melihat diantara semak belukar yang berada tak jauh dari gedung apartemen itu. Tapi tak nampak apapun.
Entahlah, mungkin hanya perasaan Kim saja jika dirinya sedang diawasi.
...
Hari telah larut, Kim tengah bersantai menonton acara televisi dengan mangkuk mie yang telah kosong dimeja. Tinggal seorang diri disebuah apartemen sederhana dikota kecil tersebut harus membuatnya lebih mandiri lagi, tak seperti ditempat asalnya semua tersedia secara instan. Orang tuanya yang memiliki kebun anggur dan ibunya sang pengusaha minuman tak membuat Kim menyombongkan dirinya.
Ia tetaplah Kimberly, gadis yang masih harus belajar banyak dan mencari sebuah pekerjaan sendiri suatu hari nanti. Bukan gadis yang bisa berfoya-foya dengan hasil keringat orang tua, Kim juga ingin mandiri seperti orang kebanyakan. Mengejar gelarnya dan membuat orang tuanya bangga adalah salah satu motivasi Kim saat ini.
Kim membawa mangkuk serta gelasnya kedapur, mencuci peralatan memasak dan makanannya tadi. Sebelumnya, ia juga sempat membereskan buku-buku kuliahnya yang berantakan diatas meja. Tugas demi tugas ia selesaikan dalam waktu singkat, Kim melirik kearah jam dinding.
Jam telah menunjukan pukul 12 tepat tengah malam, harusnya ia beristirahat cepat malam ini karena esok tubuhnya harua bugar menjalankan beberapa pelatihan dikampusnya.
Kim kemudian menuju ruang tamu kembali, membereskan beberapa jajanan yang berhamburan dimeja dan beberapa minuman botol. Kimberly, gadis itu tak dapat berhenti mengunyah apapun saat film kesukaannya tengah tayang ditelevisi. Setelah selesai dengan semuanya, Kim duduk kembali disofanya yang terasa sangat empuk dan nyaman.
Kedua matanya mulai mengantuk, Kim mematikan televisinya dan menuju kamarnya. Kim membuka lebar jendela kamarnya karena ia menyukai udara sejuk ketika dimalam hari, mematikan lampu dan berbaring diatas ranjang empuknya.
Kim yang cantik itupun tak lama terlelap kealam mimpi...
...
Pria itu menelusuri jalan malam dalam kegelapan, seperti netra indah berwarna kehijauan itu telah terbiasa dengan gelap. Hawa dingin menembus baju super tipis yang ia kenakan, dan entah mengapa ia sangat menyukai itu.
Mata indahnya mengawasi sebuah apartemen sederhana dikota tersebut dari kejauhan, saat yang ia tunggu telah tiba. Ketika semua lampu tempat itu meredup pertanda semua orang telah terlelap tidur untuk mengistirahatkan diri, ia mengendap...
Bulu mata lentik itu terus saja berkedip, waspada disetiap gerakannya menaiki setiap tangga apartemen yang tidak memiliki lift tersebut. Sampai matanya melirik kesebuah pintu, ia membuka pintu yang terkunci dengan mudahnya, seperti dia adalah orang yang paling mahir dalam hal itu.
Diam berdiri setelah menutup pintu, melihat jendela terbuka membiarkan angin malam meyeruak masuk membuat gorden tipis itu melambai ngeri. Ia melirik ketempat tidur, seorang gadis yang akan menjadi incaran berikutnya sedang terlelap tidur.
Ia sempat berpikir untuk melemparkan gadis itu dari jendela dan membuatnya seakan-akan gadis itu telah bunuh diri, tapi ia mengurungkan niatnya karena itu terlalu mudah. Terlalu klasik untuk membalaskan dendam yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini.
Hingga dirinya memutuskan untuk mengambil sapu tangan dari sakunya dan menempelkan kain tipis tersebut kemulut dan hidung gadis itu.
Sontak saja membuat si gadis terbangun dan terbelalak, mencoba melepaskan jemari besar pria itu dari wajahnya dan meronta sekuat tenaga. Tapi dengan mudah pria itu menindihnya dan memperkuat cengkramannya diwajah sang gadis, kaki mungilnya terus saja memberontak dan menendang kesana kemari tanpa arah.
Saat ia sudah benar-benar kehabisan nafas dan tidak ada pilihan lain selain menghirup kain tersebut, kesadaran Kim kian menghilang...