Bab 7
"Kamu itu seperti ilusi. Bisa ku lihat dan bayangkan, tapi tidak bisa ku raih."
***
1000 vote 1000 komen untuk next!
***
Tubuh Candy luruh ke lantai, kakinya lemas tidak mampu menahan beban tubuhnya. Tangan gadis itu bergetar menatap benda di hadapannya, di tambah sekarang matanya mulai memanas.
"Siapa?" ucapnya lirih dengan bibir bergetar. Semua benda di hadapannya ini, hanya ia dan Athar yang memilikinya. "Maksud ini semua, apa?"
Siapa yang yang mengirimkan semua barang ini? Kenapa ... kenapa beberapa hari ini Candy terus dihantui?
Kenapa semua hal tidak masuk akal ini selalu berhubungan dengan Athar. Apa yang diincar? Athar sudah tiada, apa benar tujuan dari semua ini adalah agar Candy juga terbunuh? Seperti teror pertama yang ia dapati di kaca kamar mandi sekolah?
Ponsel Candy berdering, membuyarkannya dari lamunan. Gadis itu segera meraih benda pipih itu. Dahinya mengernyit saat mendapati sebuah nomor yang tidak ia kenal terpampang di layar ponselnya.
Candy memilih untuk me-reject telepon itu, ia tak ingin mengangkat telepon dari orang yang tidak ia kenal. Ditambah suasana hatinya sedang runyam sekarang.
Dering ponselnya kini berganti dengan nada pesan. Candy segera melirik ponselnya, dan ia mendapati pesan dari nomor yang tadi meneleponnya.
08576777****
Hai, Permen.
Tidak lagi. Candy menggelengkan kepalanya, ini benar-benar tidak bisa ia diamkan. Pesan itu ... itu adalah panggilan Athar untuk Candy.
Tangan Candy bergetar kembali. Ia segera mendial nomor tersebut, setiap dering yang berbunyi membuat jantungnya berdetak. Menunggu sambungan tersebut diangkat.
Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkaua.
Candy menghela napas. Orang itu benar-benar ingin main-main dengannya.
Candy segera beranjak dari kamarnya. Ia tidak bisa tinggal diam ... orang itu mengetahui rumahnya, bahkan sekarang ia sudah membawa mendiang Athar untuk menerror Candy.
Gadis itu turun menemui satpamnya, tanpa menghiraukan panggilan kedua orangtua dan pamannya yang melihat kepergian Candy dengan terburu-buru.
"Pak," panggil Candy seraya menemui Pak Joko-satpam di rumah Candy.
"Siap, Bos!" Pak Joko yang sedang bersantai, langsung berdiri tegak saat mendapati Bos mudanya itu.
"Siapa yang ngasih kotak besar untuk saya?"
"Kotak besar, Bos?" tanya Pak Joko, bingung.
"Tadi Om Juna bawa masuk kotak besar yang dibungkus kado, katanya titipan dari satpam." Jelas Candy.
"Oh ... iya, Bos. Tadi dianter sama ojek online," jawab Pak Joko.
"Ojek online?" Candy mengernyitkan dahinya, "ojek online asli apa cuman nyamar, Pak?"
"Yah," Pak Joko menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "kalau itu sih saya nggak tahu, Bos. Tapi, helm sama jaketnya kayaknya ori, bukan kw."
"Terus, Ojek Online-nya ke mana, Pak?"
"Ke arah luar komplek, Bos. Udah daritadi, kayaknya udah keburu ilang kalau mau dikejar. Ada apa sih, Bos?"
Candy menggelengkan kepalanya. "Nggak papa, Pak. Makasih."
"Siap, Bos." Pak Joko mengangguk.
Candy menghela napas. Gadis itu melangkahkan kakinya keluar pagar rumahnya. Menatap sebuah taman yang berada tidak jauh dari tempat ia berdiri. Taman itu ... setahun yang lalu Candy menunggu Athar di sana.
"Gue kangen lo, Thar."
Dari balik pohon, seorang lelaki yang sejak tadi mengawasi rumah Candy menarik seulas senyum.
"Halo, Aluna Candy."
***
Candy meletakan buket bunga yang ia beli ke atas makam Athar. Perasaannya tidak tenang, dan hanya bisa tenang jika ia berada di rumah Athar.
"Hari ini gue dapat paket," Candy memegang nisan itu, "semuanya foto kita. Benda-benda yang cuman kita punya."
"Bantu gue, Thar. Kasih gue petunjuk, siapa? Apa? Kenapa?" Candy menghela napasnya berat. Rasanya hari ini ia sudah terlalu banyak menangis, hingga sekarang ia sudah tidak mampu lagi untuk mengeluarkan air matanya.
"Gu-" dering telepon membuat ucapan Candy terhenti. Gadis itu segera meraih ponselnya, dan menggeser icon hijau yang tertera di layar.
"Apa, Mi?"
"Kamu ke mana, sayang? Kenapa pergi nggak bilang?"
"Candy ke kuburan Athar, Mi."
"Mi, siniin teleponnya Marco mau ngomong!" Candy mengernyit saat ia mendengar suara kembarannya.
"Woi! Sialan lo, motor baru gue lo bawa kabur!" Omelan Marco membuat Candy menarik senyumnya. Karena tadi motor baru Marco ada di halaman lengkap dengan kunci, tanpa pikir panjang Candy langsung membawanya.
"Minjem, pelit amat lo."
"Gue anak Papi makanya pelit. Balik lo sekarang! Gue hajar lo kalo sampe motor baru gue lecet!"
"Bawel." Kesal Candy. Gadis itu mematikan sepihak teleponnya.
Candy kembali menatap gundukan tanah di hadapannya, ia menarik senyum. "Gue balik dulu, ya. Marco udah khotbah."
Candy segera berdiri, kemudian berjalan menuju motornya yang terparkir tidak jauh dari posisinya. Mata Candy mengernyit, saat melihat dua orang lelaki berpenampialan seperti preman sedang menduduki motornya. Ralat, motor Marco.
"Misi, Bang. Motor gue," ujar Candy datar. Berharap kedua orang itu segera pergi.
"Waduh, cewek yang punya ternyata." Ujar salah satu preman dengan kepala plontos.
"Kenapa emang? Gaboleh?" sahut Candy, judes.
"Galak amat, Neng." Preman berbadan kurus itu menatap Candy penuh minat.
"Mending minggir dari motor saya, saya mau pulang," ucap Candy masih dengan nada datar.
"Wuih, nggak bisa. Harus milih, motor atau harga diri?" tanya kepala plontos.
"Ngapain gue harus milih? Gue bisa dapet dua-duanya."
"Songong banget ini cewek!" Si kurus sudah mulai terpancing, ia beranjak dan ingin menarik tangan Candy. Namun, Candy menepis dengan cepat.
"Gue nggak sudi dipegang orang kayak kalian!"
"Kayaknya kita dapet dua-duanya, nih. Motor, sekaligus cewek cantik." Kepala plontos menarik senyumnya, "sikat!"
Si kurus dan plontos segera menyergap Candy. Tenaga mereka terlalu kuat, Candy tidak mungkin bisa melawan. Kalau melawanpun ia akan kalah.
"Buka bajunya!" Teriak si Plontos.
Bugh!
Candy terkejut bukan main saat salah satu dari preman itu jatuh ke tanah. Semakin terkejut ketika preman yang satu lagi juga ikut terjatuh ke tanah.
"Gue paling males ngehajar orang." Candy menoleh, astaga ... itu?
"Siapa lo, sialan!" Si kurus mulai berdiri. Bersiap hendak menyerang kelaki berkaos hitam itu.
"Inget nama gue baik-baik," Cowok itu maju, "Andra Saviero." Dan setelahnya, ia kembali memberikan tinjuan kepada preman itu.
Hanya butuh waktu sebentar untuk Andra melumpuhkan kedua preman itu hingga mereka tidak berdaya. Dan Candy yang sejak tadi memperhatikan semua itu hanya bisa terdiam.
"Lo, ngga papa?" Andra menatap mata Candy.
Mata itu ... mata tajam yang sangat familiar.
•CLADE•
JANGAN LUPA SHARE CERITA INI KE TEMAN-TEMAN KALIAN
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN DI SETIAP BAB
TAG IG AKU KALAU KALIAN POSTING QUOTES DARI CERITA INI
FOLLOW INSTAGRAM AKU : cantikazhr
1000 vote 1000 komen untuk next✨