Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2

Malam begitu sunyi, suara tv yang menyala keras tidak mengganggu tidur Caera. Wanita itu sudah terlelap satu jam lalu namun ia tidak pindah ke dalam kamar kakaknya. Ia terlalu malas pindah ke rumah.

Perlahan-lahan suara televisi mengeras tanpa ada orang yang menekannya remote, gambar di televisi berubah jadi tidak jernih dan setelahnya hanya bergaris hitam putih.

Dor,,, dor,, dor,, suara pintu apartemen digedor keras. Tidur Caera mulai terusik.

"Astaga." Dia segera mengecilkan volume suara televisinya yang sampai ke maksimal. "Itu pasti Kak Calya." Caera pikir yang menggedor pintu adalah kakaknya. Ia segera ke pintu dan membukanya.

"Ah, jadi kau wanita sakit jiwa yang tiap malam menyalakan televisi dengan suara besar?" seorang pria berusia 30 tahunan menatap Caera garang.

"Tiap malam?" Caera mengerutkan keningnya, apakah Kakaknya selalu menyalakan televisi sekeras itu?

"Benar, kau tahu selama hampir satu tahun ini orang-orang di lantai ini mengeluh karena suara televisimu yang begitu berisik. Kami kira kau sudah mati karena tidak pernah membuka pintu saat kami menggedor."

"Ah, maafkan aku. Aku tidak akan mengulanginya lagi." Caera meminta maaf. Pria tadi menatap Caera kesal tapi ia tidak memperpanjang lagi ia segera pergi kembali ke apartemennya yang ternyata berada di sebelah apartemen Calya.

Caera mengunci pintu apartemen lagi, ia melirik ke televisi. "Aku yakin tadi aku sudah mematikan televisi ini." Kata Caera yakin. "Ah, dimana Kak Calya kenapa dia belum pulang-pulang juga?" Caera melihat ke jam yang sudah menunjukan pukul 11 malam. "Apa mungkin dia lembur?" Caera mengerutkan keningnya. "Inilah kenapa harusnya aku membeli ponsel baru." Caera mengomel lagi, satu bulan lalu ponselnya rusak jadi dia tidak bisa menghubungi Caera. Biasanya ia akan menghubungi Caera, ya meskipun Caera tidak pernah menjawab panggilannya sejak 9 bulan lalu. Caera pikir Calya sibuk dengan pekerjaan paruh waktu dan juga kuliahnya jadi Calya tidak bisa menjawab atau menghubunginya kembali.

Caera masuk ke kamar Calya, ia naik ke atas ranjang lalu kembali melanjutkan tidurnya. Lampu kamar itu tiba-tiba padam namun Caera tidak terjaga. Ia sudah terbiasa tidur dengan lampu yang kadang menyala dan kadang hidup. Setidaknya itu sejak beberapa bulan lalu dan dia pikir itu biasa.

"Caera............" Suara itu begitu lembut dan menyedihkan, kepala Caera bergerak ke kiri dan kanan namun matanya masih tetap tertutup. Saat ini dalam mimpinya Caera tengah berada di sebuah tempat gelap yang entah dimana itu berada. Ia melangkah mencari dari mana sumber suara itu berasal.

"Caeraa...." Suara itu terdengar lagi membuat Caera membalik tubuhnya, suara itu berasal dari belakangnya.

"Siapa yang memanggilku?" Caera bertanya, ia sudah mulai merasa was-was.

"Tolong aku, Caera." Suara itu makin menyedihkan. Sosok seorang wanita dengan pakaian yang compang-camping muncul namun wanita itu membelakangi Caera hingga Caera tidak bisa melihat wajah wanita itu. Caera pernah mendengar suara wanita itu, tapi dimana? Kapan?

"Berhenti, siapa kau?" Caera meminta wanita yang tengah berlari itu untuk berhenti namun wanita itu tidak berhenti hingga Caera mengejarnya.

Suara tangisan kini terdengar, sosok wanita tadi berhenti berlari bahunya bergetar karena ia sedang menangis. Suara tangisan itu begitu menyedihkan dan mengerikan.

"Siapa kau? Kenapa kau selalu muncul di mimpiku?" Dan Caera menyadari dimana ia pernah mendengar suara itu. Itu suara perempuan yang hadir dimimpinya setiap malam.

Wanita tadi masih terus menangis dan menangis, hingga pada akhirnya wanita itu perlahan-lahan membalik tubuhnya.

"AKHHHHHH!!!" Caera berteriak hiteris saat melihat wajah wanita itu, terlalu mengerikan. Darah membasahi mata wanita itu, di wajahnya terdapat beberapa luka robek termasuk mulutnya yang terkoyak lebar dan kulit wajahnya yang sangat pucat. Jantung Caera seperti ingin lepas, ia ingin berlari namun kakinya seakan terpaku, ia menutup matanya takut.

"S-siapa kau.. ? A-apa maumu?" Caera bertanya masih dengan matanya yang terpejam.

"Jangan takut, Caera. Aku tidak akan menyakitimu. Tidakkah kau mengenaliku, Caera?"

"A-aku ti-tidak tahu siapa kau. A-aku tidak tahu."

Sosok wanita itu terlihat kecewa. "Mereka menghancurkan wajahku, Caera. Menyayat-nyayatnya hingga kaupun tidak bisa mengenaliku. Aku, Calya, kakakmu."

Caera tidak mempercayai ucapan sosok wanita yang ia yakini adalah hantu. "Kakakku masih hidup."

"Aku sudah mati, Caera. Mereka membunuhku dengan keji, mereka membunuhku. Mimpi yang sering kau lihat adalah aku. Aku adalah wanita yang diperkosa oleh banyak pria, aku adalah wanita yang dibunuh dengan pisau itu."

Caera masih tidak bisa percaya, Kakaknya tidak mungkin mati seperti itu.

"Caera, tidakkah kau ingat kita sering bermain di ayunan dibelakang rumah kita di Detroit. Kau saat itu terus meminta aku mendorong ayunan agar kau bisa berayun tinggi-"

Caera membuka matanya, apa yang sosok hantu itu bicarakan benar bagian kenangannya bersama dengan Calya. Mata Caera melirik ke tangan kiri wanita tersebut, "Tidak mungkin. Ini tidak mungkin." Caera bergerak mundur, kakinya sudah tidak terpaku lagi. Gelang di tangan kakaknya adalah gelang pemberian darinya.

"Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi? Siapa yang sudah melakukan ini padamu?"

"Ini salahku, Caera. Jatuh cinta pada pria yang tidak pernah ingin membalas perasaanku. Tolong, aku Caera. Aku tidak bisa pergi kembali ke alamku sebelum orang-orang yang telah melakukan ini padaku mendapatkan balasan."

"Kenapa mereka melakukan ini! KENAPA!!" Caera meremas rambutnya, ia tidak bisa terima kenyataan ini. "Tidak!! Ini tidak mungkin!! Tidak mungkin!!" Pada saat itujuga Caera terjaga dari tidurnya, peluh sudah membasahi tubuhnya. Ia merubah posisi berbaringnya jadi duduk.

"Tidak, itu hanya mimpi. Hanya sekedar mimpi. Itu tidak mungkin terjadi." Caera meyakinkan dirinya sendiri namun seberapapun keras ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri tetap saja ia tahu itu adalah sebuah kenyataan karena selama ini apa yang terjadi di mimpinya adalah kenyataan yang memang terjadi.

"Siapa mereka! Siapa 7 pria yang sudah membuat kakakku jadi seperti itu." Caera menyibak selimutnya ia segera melangkah ke meja belajar kakaknya. Ia harus mencari tahu siapa orang yang sudah melakukan hal sekeji itu pada kakaknya. Caera mengacak-acak meja belajar kakaknya namun ia tidak menemukan apapun, selanjutnya ia mengacak-acak lemari kakaknya dan ia menemukan sebuah kotak kecil. Caera mengambil kotak itu dan membukanya. Puluhan lembar foto terdapat dalam kotak itu, foto seorang pria tampan yang benar-benar mengalahkan ketampanan seorang dewa. Selanjutnya Caera menemukan buku catatan kakaknya.

"Aldith Keyshawn." Caera membaca tulisan yang memenuhi kertas halaman pertama itu, banyak gambar hati yang memenuhi lembar pertama itu.

Selanjutnya Caera membaca catatan harian itu, isinya adalah tentang bagaimana seorang Calya memuja pria yang ia sukai.

"Jadi, dia orang yang Kak Calya maksud, seorang dosen pengganti di tempatnya bekerja?" Caera sudah menyelesaikan membaca catatan itu, kini ia memperhatikan dengan baik foto Shawn, priayang sudah mematahkan hati kakaknya dan masuk ke 7 orang yang sudah menyiksa kakaknya.

"Tunggu aku, kalian tidak akan pernah aku maafkan." Caera menggenggam erat foto Shawn, ia akan membalaskan kematian kakaknya, ia akan membuat orang-orang itu membayar apa yang sudah mereka lakukan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel