4. The Man 4
Ketika Pak Kepala menghampiri Evelyn di meja kerjanya, Evelyn tidak dapat memberikan apapun. Tidak ada laporan tentang Adam, tidak ada penjelasan apapun tentang kasus terdahulunya, hanya menyisakan dongeng kanibalisme beserta kengeriannya.
"Aku akan mengunjunginya lagi hari ini." ujar Evelyn, tentu dia tidak ingin kehilangan kesempatan besar ini. Berita Adam Rig pasti akan membuat karirnya semakin menanjak.
Apalagi Evelyn adalah tipe gadis yang terlalu berambisius dalam pekerjaan.
"Aku tahu, tidak mudah untukmu berbicara dengan Adam Rig. Dan kau beruntung, dia tidak membunuhmu..."
"...karena dari berita yang aku ingat, Adam Rig tidak pernah suka kedatangan tamu di selnya." jelas Pak Kepala, Evelyn mengangguk, dia berpikir, kenapa dia merasa sangat istimewa hanya karena Adam Rig bersedia berbicara dengannya panjang lebar.
"Jangan terpedaya Evelyn, kau sudah membaca profil Adam Rig dan kuharap dia tidak memanipulasi dirimu." tambah pria tua yang sudah menjadi mentor Evelyn sejak lama itu.
"Baik Sir, aku akan berusaha demi berita ini." Evelyn terlihat bersemangat, ia tersenyum ketika Pak Kepala kembali ke ruangannya.
Hari ini Evelyn mengabaikan berita harian yang harusnya ia liput demi kasus Adam Rig, entahlah. Dia banyak mengabaikan semuanya untuk ambisi besar yang bisa membuat namanya melambung, jika kasus ini selesai. Tapi, bisakah Adam Rig bekerja sama dengannya? Atau malah membahayakan karir dan hidup Evelyn.
Hari ini hujan, cipratan langkah Evelyn ketika dia berlari ke dalam penjara. Dan seperti biasa, ia memberikan kartu tanda pengenal kepada petugas. Membuat mereka sedikit kebingungan, kunjungan kedua Adam Rig oleh orang yang sama, itu aneh. Biasanya, hanya satu kali seseorang bertemu dengan Adam Rig, mereka akan mati ketika keluar dari Sel Adam Rig. Atau, ketakutan dan tidak ingin bertemu dengan pria itu lagi.
Tapi gadis itu, Evelyn. Ini kali kedua dan dia merasa biasa saja, padahal, Evelyn bukanlah seorang Dokter kejiwaan atau Psikolog ataupun seorang agen federal. Dia hanya jurnalis biasa yang baru saja merintis karirnya.
"Hari ini bisa kita lanjut ke soal kuisioner?" Tanya Evelyn mendudukan dirinya dikursi kayu.
"Lavender selalu menjadi kegemaran setiap wanita, aroma yang lembut dan mampu membuat tubuh menjadi rileks. Apa kau mencoba membuat kegugupanmu hilang saat berhadapan denganku Evelyn?" Evelyn diam, pria itu selalu dapat menghirup aroma apapun di sekitarnya. Dan sepertinya percuma untuk berbohong pada orang yang memiliki IQ tinggi seperti itu.
"Ya, aku berendam dengan aroma Lavender pagi ini." jawab Evelyn seadanya.
Berusaha untuk berhati-hati di setiap kalimat yang ia lontarkan. Karena Adam Rig, bukanlah orang sembarangan.
"Sepatumu terbuat dari kulit binatang asli dan terlihat mengkilap, namun tas yang kau jinjing itu terlihat murahan dan sangat tidak cocok jika dipadukan dengan barang mahal seperti sepatumu itu. Apa kau tidak mampu membelinya Evelyn?" Tanya Adam Rig, sejujurnya Evelyn hampir dibuat bingung. Tapi, lama kelamaan mencerna kalimat Adam. Sepertinya Evelyn dapat mengimbanginya, dengan caranya sendiri tentunya.
"Ya, penghasilan sebagai jurnalis tidak terlalu besar dan aku tidak ingin merepotkan kedua orang tuaku meski mereka memiliki apapun yang aku inginkan." jawab Evelyn jujur, karena seseorang seperti Adam Rig tidak menyukai kebohongan begitu dia tahu sebuah ucapan itu adalah kebohongan. Jadi, Evelyn harus berkata jujur, tidak terlalu terbuka namun tidak berbohong.
"Aku bisa melihatnya, tentu orang tuamu memiliki segalanya." Adam menyeringai.
"Sekarang, bolehkah aku bertanya mengenai kuisioner ini?" Tanya Evelyn memegang lembaran kertas itu.
"Tentu Miss Hunter, aku selalu siap dengan pertanyaan yang keluar dari bibirmu itu." jawabnya, nada bicara yang terdengar aneh namun juga terdengar brilian.
Evelyn menghela nafas kasar, pertanyaan kuisioner ini sama sekali bukan pertanyaan yang ia harapkan.
Entah bagaimana Pak Kepala membuatnya.
"Kalau kau tidak menyukainya, mungkin kau bisa bertanya sesuai pola pikirmu sendiri Evelyna...." ujar Adam, pria itu duduk sambil memegang jeruji besi. Evelyn sudah bisa menduganya, Adam selalu bisa membaca suasana hatinya.
"Kalau boleh aku bertanya, bagaimana caramu mengetahui semua hal itu?" Tanya Evelyn.
"Hal?"
"Ya, semua hal bahkan tanpa menyentuh sebuah subjek yang kau bicarakan." jelas Evelyn.
"Ahh... indera perasa setiap manusia itu berbeda Evelyn. Terutama pada sebuah aroma. Parfum, makanan dan juga daging..." Evelyn menegak ludahnya lagi-lagi, saat Adam Rig menekankan kata 'daging' sambil menatap Evelyn.
Entah bagaimana Evelyn mendeskripsikan tatapan itu, bukan tatapan tajam atau mengerikan. Seperti dia langsung menatap ke arah netra Evelyn lalu seakan menusuk jantung Evelyn dengan tatapan itu. Datar, tapi seolah dia akan memakanmu hidup-hidup saat ini juga.
"Katakan padaku Evelyn, aroma wangi apa yang paling kau suka!" Ujar Adam, Evelyn berpikir sebentar.
"Lavender!" jawabnya mantap.
"Dan bagaimana kau mendeskripsikan aroma Lavender itu sendiri, jangan mengulang kalimatku karena aku tahu itu bukan jawabanmu." tukas Adam.
"Wangi yang menenangkan, wangi yang berbeda dari aroma wangi lainnya." jawab Evelyn.
"Lalu bisakah kau menghirup aroma favoritmu itu meski dari jarak yang jauh?" Tanya Adam lagi.
"Aku rasa iya" tukas Evelyn.
"Dan kurasa kau mengerti atas pertanyaanmu tadi Evelyn... bagaimana aku bisa mengetahui setiap hal hanya dari aromanya, karena aku menyukainya, dan mungkin aku menyukai aromamu." kata Adam sambil menyeringai, Evelyn reflek mengetatkan jaket yang ia kenakan.
"Jangan repot-repot Miss Hunter, semakin kau ketatkan jaket itu. Semakin kau berkeringat dan aku bisa menghirup aroma Lavendermu itu..." seringaian Adam semakin lebar.
"Jadi kau sudah mengerti kesimpulannya?" Tanya Adam.
"Ya" jawab Evelyn singkat.
"Apakah itu?"
"Bahwa kau sangat peka terhadap semua aroma, salah satu kelebihan yang Tuhan berikan untukmu." kata Eve.
"Bukan hanya kelebihan Miss Hunter, banyak manusia yang terlahir dengan kelebihan tapi mereka tidak dapat menggunakannya dengan bak. Dan yang lain, tidak bisa mengasah kelebihan mereka."
"Jadi, kau mampu mengasah segala kelebihanmu?" Tanya Eve.
"Melatih, lebih tepatnya..." jawab Adam.
Evelyn menghembuskan nafas panjang, lagi-lagi ia kehabisan waktu. Jam berkunjung telah usai dan dia tidak mendapatkan apapun lagi kali ini.
"Jangan terburu-buru Evelyn! Kasus ini sangat berat dan aku yakin kau akan sedikit terkejut mendengarnya jika kau belum siap. Maka siapkanlah dirimu dengan pelajaran yang aku berikan..." ujar Adam, Evelyn hanya diam ketika ia membereskan barang-barangnya.
"Ta-ta..." suara Adam menggema di ruangan bawah tanah itu saat Evelyn berjalan keluar.
Suaranya terdengar lembut dan mengerikan di satu saat sekaligus, Adam Rig tidak pernah berkata to-the-point dalam menjawab sebuah pertanyaan. Seperti dia membawa Evelyn berjalan-jalan terlebih dahulu dan membuat Eve akhirnya akan mengerti kemana arah tujuannya.
Permainan ini tidaklah mudah.