Bab 15 Game Online
Bab 15 Game Online
-Aku mencintaimu meski tidak mengatakan langsung padamu-
“SHENA!”
Panggilan tersebut membuat Shena terkejut bukan main. Sendok dan garpu yang tadinya ia pegang seketika terjatuh dan membunyikan dentingan di atas piring makannya yang masih kosong.
“Hati-hati Shena,” kata Mina memberitahu putrinya.
“Bunda mengagetkan Shena,” kata Shena pelan.
“Dari tadi Bunda panggil, tapi kamu sama sekali tidak menoleh. Sedang memikirkan apa?” tanya Mina penasaran.
“Shena tidak memikirkan apa-apa, Bun” jawab Shena seraya mengambil nasi dan lauk.
“Mau sama tumis kangkung juga?” tanya Mina yang segera diangguki oleh Shena.
“Makan yang banyak. Biar kuat menghadapi kenyataan,” canda Mina yang membuat Shena menggeleng pelan.
“Bunda seperti anak muda saja,” kata Shena.
“Biar terlihat awet muda. Jadi harus sering-sering berbicara seperti anak muda,” ujar Mina sambil tersenyum.
Tidak menghiraukan ucapan Mina lagi, Shena lebih memilih untuk menyantap makan malamnya. Selera makannya benar-benar hancur. Satu hari penuh mood Shena tidak bisa stabil.
“Kalau sudah selesai makan, tolong antarkan ini ke rumah Tante Anggun, ya?” pinta Mina sambil menyerahkan sebuah kotak berwarna cokelat ke hadapan Shena.
“Ini apa, Bun?” tanya Shena.
“Tadi sore Bunda dapat pesanan cake dari teman Bunda. Karena Bunda buatnya banyak, jadi Sebagian bisa dibagikan ke tetangga,” jawab Mina.
“Diantar sekarang saja, sayang. Takut terlalu malam, nanti malah kesannya kita mengganggu mereka,” ujar Mina lagi.
“Harus Shena yang antar?”
Mina mengangguk. “Bunda mau antar juga ke rumahnya Bu Ami,”
Shena terlihat menghela napas kasar. Mau tidak mau ia harus menuruti perintah dari Bunda. Dengan terpaksa Shena beranjak dari duduknya dan mengambil kota berisi cake buatan Bunda.
“Coba dilihat lagi isinya, sayang” kata Mina yang terlihat menghentikan langkah Shena.
“Apa yang harus dilihat, Bun?” tanya Shena.
“Semua rasa cake-nya cokelat, kan?”
Shena tampak membuka tutup wadah yang ia pegang. Memastikan jika isi cake tersebut berwarna cokelat semua.
“Iya, Bun” kata Shena yang membuat Mina mengacungkan kedua jempol tangannya.
“Kenapa harus cokelat semua?” heran Shena.
“Karena cake cokelat itu rasa kesukaan Dean,” jawab Mina cepat.
Shena terlihat melongo mendengar jawaban dari Mina. Bagaimana bisa ibu kandungnya sangat hapal dengan makanan kesukaan Dean. Apa mungkin karena Shena dan Dean sudah berteman sejak kecil, sehingga membuat hubungan keluarga Shena dan Dean terjalin sangat erat.
“Kenapa masih berdiri di sana?” tanya Mina saat melihat Shena belum juga beranjak pergi.
“Iya Bunda. Ini Shena pergi sekarang,” kata Shena kemudian segera berlalu dari hadapan Mina.
Sampai di depan rumah, Shena menoleh ke arah rumah Dean yang berada tepat di sebelah rumahnya. Sepertinya Dean dan keluarganya masih terjaga. Rumah mereka masih terlihat menyalakan lampu.
Shena kemudian berjalan pelan menuju rumah Dean. Setelah berada di depan pintu masuk, Shena mengetuk pintu cukup keras.
“Tante Anggun!” panggil Shena – menyebut nama orangtua Dean.
“Iya!”
Terdengar suara Tante Anggun dari dalam rumah. Mengetahui jika yang akan membuka pintu adalah orangtua Dean, Shena mulai memasang senyum termanis yang ia miliki. Tidak baik memberikan wajah sadis di depan orangtua.
“Tante, ini Shena bawakan cake buat—” ucapan Shena terhenti saat melihat siapa sosok yang barusaja membukakan pintu.
Wajah ceria Shena langsung berubah masam saat melihat Dean yang saat ini berdiri di hadapannya. Bukankah yang menjawab panggilan Shena adalah Tante Anggun, mengapa yang membuka pintu justru Dean?
“Kenapa malah diam?” tanya Dean saat melihat Shena yang justru terdiam.
“Ini,” kata Shena sambil menyerahkan kotak berisi cake yang ia bawa.
“Apa?” tanya Dean. Belum mengambil alih kotak yang diberikan Shena.
“Cake dari Bunda,” jawab Shena.
“Bukan dari kamu?” tanya Dean. Membuat Shena kesal karena Dean terus-menerus bertanya.
“Cepat diambil Dean.” kata Shena yang justru membuat Dean terkekeh pelan.
“Calm baby. Jangan hobi marah-marah,” ujar Dean sambil menerima bingkisan yang dibawa oleh Shena.
“Shena pulang,” pamit Shena yang merasa tugasnya sudah selesai.
Barusaja Shena akan melangkah pergi, langkah kakinya terhenti saat Dean tiba-tiba meraih tangannya. Membuat Shena mau tak mau kembali menatap ke arah Dean.
“Kenapa?” tanya Shena.
“Kenapa buru-buru?” ujar Dean yang justru bertanya balik.
“Belum terlalu malam juga,” kata Dean.
“Lalu?” tanya Shena bingung.
“Mau bermain denganku?” ajak Dean. Dan ajakan tersebut tidak langsung diiyakan oleh Shena. Gadis tersebut masih berpikir.
“Menolak pun tidak akan membuatku urung untuk mengajakmu, baby” kata Dean yang kemudian segera menyeret paksa Shena untuk masuk ke dalam rumahnya.
Dalam hati Shena merasa kesal dengan sikap Dean. Selalu egois dan mau menang sendiri. Kalau pada akhirnya Shena tetap harus menuruti kemauan Dean, mengapa Dean harus menanyakan jawaban Shena?
“Dean memang aneh.”
***
Sudah lebih dari satu jam Shena hanya duduk diam di kamar Dean. Sejak Dean membawanya masuk ke dalam rumahnya, pria tersebut langsung mengajak Shena ke kamar lalu beralih memainkan game online kesukaannya. Shena yang tidak bisa bermain pun hanya diam saja.
“Dean,” panggil Shena yang hanya dijawab dehemen oleh Dean.
“Masih lama?” tanya Shena.
“Apanya?”
“Mainnya,” kata Shena yang mendapat anggukan dari Dean.
“Shena bosan,” kata Shena sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur milik Dean.
Perlu kalian ketahui jika tempat tidur Dean sangatlah luas. Tubuh mungil Shena hanya menempati satu per empat dari luas tempat tidur tersebut. Luas kamar Deanbahkan lebih dari dua kali lipat luas kamar Shena.
Ketika kalian masuk ke kamar Dean, mata kalian akan disuguhkan dengan warna abu-abu tua yang mendominasi seluruh isi dari kamar tersebut. Sofa, televisi, kulkas, dan seperangkat palystation merupakan Sebagian dari apa-apa saja yang ada di kamar Dean. Jadi, bisa kalian bayangkan sendiri seberapa luas dan megah kamar seorang Dean Radika Putra.
“Lapar?” tanya Dean.
Shena mengangguk pelan. Makan malamnya tadi belum selesai karena Mina sudah terlebih dulu menyuruh Shena untuk mengantar cake ke rumah Dean.
“Tadi Mama masak ayam krispi. Kamu mau?” tanya Dean yang lagi-lagi diangguki oleg Shena.
“Tunggu di sini. Biar aku ambilkan di dapur,” kata Dean lalu segera beranjak pergi dari kamarnya.
Ditinggal sendiri oleh Dean membuat Shena semakin bosan. Ia hanya menggulingkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tidak tahu harus melakukan apa. Di dalam kamar Dean tidak ada novel-novel yang biasa Shen abaca, tentu Shena merasa kesepian tanpa pelukan dari novel-novel kesayangannya.
Selain itu, di kamar Dean juga tidak ada peralatan menggambar seperti yang Shena punya. Jika dipikir-pikir, hari ini Shena sama sekali belum menyentuk pencil gambar atau pun kuas lukisnya sama sekali. Karena mood Shena hancur, jadi Shena juga tidak memiliki semangat untuk menggambar.
“Ini,”
Shena hampir saja terjatuh dari tempat tidur karena kedatangan Dean yang sama sekali tidak terdengar. Pria tersebut sudah berada di depan Shena sambil memberikan tiga potong ayam goreng yang sudah dihangatkan.
“Terimakasih,” kata Shena sambil menerima ayam goreng pemberian.
Setelah mendapat makanan, Shena tidak lagi merasa bosan. Setidaknya ia tidak hanya duduk diam dan menunggu Dean selesai bermain.
“Dean sudah makan?” tanya Shena.
“Sudah,” jawab Dean singkat.
Selalu seperti itu. Hampir semua orang yang gemar bermain game online pasti tidak akan pernah bisa diganggu ketika sedang melakukan apa yang mereka gemari tersebut.
“Masakan Tante Anggun selalu lezat,” puji Shena setelah selesai memakan satu potong ayam goreng.
“Masakan Bunda lebih lezat,” kata Dean tanpa mengalihkan pandangannya pada layar ponsel yang ia pegang.
“Bunda lebih sering masak sayur daripada daging,”
“Karena Bunda kamu itu anak seorang dokter,”
“Apa hubungannya?” tanya Shena bingung.
“Tahu mana makanan yang sehat dan tidak,” jawab Dean.
Shena hanya meresponnya dengan anggukan kepala. Ia masih terlalu fokus dengan ayam goreng ditangannya. Sudah lama Shena tidak memakan masakan buatan Tente Anggun.
“Besok berangkat sekolah bareng sama aku,”
“Iya,”
“Pulang sekolah tunggu aku di depan kelas,”
“Iya,”
“Jangan dekat-dekat sama Barents,”
“Iya,”
Dean tampak membuang napas kasar saat mendengar jawaban singkat dari Shena. Gadis tersebut selalu tidak bisa diajak bicara dengan benar jika sudah berhadapan dengan makanan. Makan adalah salah satu hobi Shena sejak kecil.
Beberapa menit berlalu. Dean masih fokus dengan game online yang ia mainkan, dan Shena juga sepertinya masih fokus menikmati makanan yang diberikan oleh Dean.
“Shena,” panggil Dean.
Untuk beberapa saat Dean menunggu jawaban dari Shena. Namun saat panggilannya belum juga dijawab oleh Shena, membuat Dean kembali memanggil nama gadis tersebut.
“Shena,” panggil Dean untuk yang kedua kalinya.
Belum juga mendapat jawaban dari Shena membuat Dean merasa heran. Ia kemudian menyudahi permainan game online yang sedang ia mainkan untuk memastikan kondisi Shena.
“Shena, kamu sedang—”
Ucapan Dean terhenti saat melihat Shena yang saat ini sudah terlelap sambil memagang satu potong ayam goreng yang belum selesai ia makan. Dean yang melihat tersebut pun tampak menggeleng tak percaya. Bagaimana bisa gadis tersebut tidur dalam kondisi seperti ini.
Perlahan Dean melangkah ke arah Shena. Mengambil ayam yang Shena pegang dengan sangat pelan, takut-takut jika Shena terbangun. Dean juga membersihkan tangan dan bibir Shena menggunakan tisu basah.
Setelah selesai melakukan hal tersebut, Dean kemudian membenarkan posisi tidur Shena. Ia membaringkan gadis tersebut di atas tempat tidurnya lalu menyelemuti tubuh mungil Shena menggunakan selimut.
Satu senyuman manis tercetak jelas pada wajah tampan Dean. Wajah Shena yang terlelap seperti sekarang terlihat sangat teduh. Dean terlihat mendekatkan wajahnya pada wajah Shena, kemudian memberikan satu kecupan manis tepat di atas kening gadis tersebut.
“Good night, baby”
***