Dua
Dua
"Kurasa bukan hanya karena itu," tukas Chrissa sambil melihat pada cermin. Bayangan sosok dirinya pada cermin tersebut memang adalah dia, tetapi wajah tersebut juga begitu berbeda. Tirus, pucat, dan ada bekas luka memanjang di wajah.
'Pantas orang-orang menyepelekan dia. Keluarganya bahkan membuang dia. Dia begitu menderita. Pasti karena itu dia menghilang dan membuat aku yang berada di sini sekarang,' gumam Chrissa dalam hati sambil menyentuh bekas luka tersebut.
"Sejak kapan wajahku terluka seperti ini?" tanya Chrissa.
"Tuan Putri, Anda telah melupakan banyak hal. Apa Anda yakin baik-baik saja?" tanya Lily sambil menatap khawatir.
"Tidak, aku tidak baik-baik saja, jadi berhentilah memanggilku Tuan Putri!"
"Tapi, Tuan Putri, Anda ...."
"Ini adalah perintah dariku. Apa kau hendak membantah?"
"Tidak, Tu ... maksud saya Nona."
Chrissa menoleh pada gadis itu sambil tersenyum tipis.
"Cukup lumayan, tapi aku lebih kau memanggil namaku tanpa embel-embel nona atau tuan putri."
Lily segera berlutut di samping Chrissa.
"Nona, hamba tidak berani. Anda adalah junjungan hamba. Mana bisa hamba bersikap seperti itu? Hamba memang melakukan kesalahan besar, jadi Nona hukum saja hamba, tapi jangan suruh hamba memanggil nama Nona."
Chrissa menghela napas panjang dengan penuturan Lily. Gadis tersebut bahkan telah nyaris menangis.
'Masa kuno, bahkan seorang bawahan memanggil nama atasan tampaknya akan dianggap kesalahan besar. Gadis ini mengira aku sangat marah padanya, padahal aku hanya ingin akrab karena aku hanya orang asing di sini,' gumam Chrissa dalam hati.
"Sudah, sudah, aku tidak menyalahkanmu. Kita sudah lama saling mengenal, bisa dianggap sebagai sahabat. Karena itu, aku ingin kau memanggil nama padaku," tutur Chrissa.
"Hamba lega, Nona tidak marah pada hamba. Nona bahkan menganggap saya sahabat."
Gadis pelayan tersebut terisak sejenak.
"Saya juga menganggap Nona sahabat, tapi untuk memanggil nama, saya tidak bisa melakukannya."
Ia kemudian kembali berlutut.
"Nona,maafkan jika hal itu membuat Anda tidak senang, tapi saya sungguh tidak bisa melakukannya."
Chrissa memutar bola matanya dan menggeleng. Sampai kapan gadis itu akan berlutut berulangkali di depannya seolah membuat kesalahan yang begitu besar?
"Baiklah, baiklah, ayo kau berdiri sekarang!" ucap Chrissa sambil membantu Lily untuk berdiri.
"Nona, Anda tidak perlu membantu saya. Jika ingin saya berdiri, Anda cukup memerintah saja. Begitu pula dengan hal lain, Anda tidak perlu turun tangan, cukup memerintah saya."
"Baiklah, kalau begitu, bawa aku keluar dari sini sekarang!"
"Nona, mana bisa? Saya tidak bisa melakukan itu. Pintu juga dikunci dari luar."
"Kau tidak bisa. Kalau begitu, biar aku yang lakukan," tukas Chrissa sambil berjalan menuju pintu.
"Nona!" seru Lily seolah hendak mencegah. Namun Chrissa tetap menghantamkan tubuhnya pada pintu kayu tersebut. Pintu itu tetap saja bergeming dan Chrissa merass tubuh dia kesakitan.
'Sial, badan kurus ini tidak akan bisa mendobrak pintu,' maki Chrissa dalam hati.
"Nona, Anda tidak apa-apa. Sebaiknya ...."
Lily belum selesai berbicara saat Chrissa berlari dan menendang daun pintu dengan tendangan keras yang memutar.
Rasa sakit menjalar di tubuh Chrissa, tetapi ia kemudian tersenyum lebar saat pintu menjeblak terbuka.
"Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya Lily yang segera menghampiri dengan raut cemas.
"Aku tidak apa-apa. Kita pergi dari sini sekarang."
***
Lily berulangkali menatap Chrissa. Nonanya itu ia tahu dengan baik, tetapi mengapa kini begitu berbeda. Sorot mata tidak lagi memancarkan kelembutan, melainkan ketegasan dan keberanian. Nada bicara juga berubah menjadi tegas. Dan saat mendobrak pintu tadi, ia juga seolah melihat orang yang berbeda.
Chrissa berjalan keluar dari ruangan yang menyerupai gudang sempit tersebut. Lily segera mengikuti di belakang gadis itu.
"Kau berani sekali keluar dari tempatmu dikurung. Dasar kau ini!" maki seseorang. Ia kemudian mengangkat tangan dan bersiap untuk menampar gadis itu. Akan tetapi, Chrissa malah menangkis dan langsung menampar dia.
"Kau berani melakukan ini padaku?" tanya wanita muda itu.
"Tentu saja aku berani. Apa masih kurang? Kalau kurang, biar kutambahkan lagi," ucap Chrissa sambil tersenyum dan kembali menampar perempuan tersebut.
"Ka-u ... kau. Awas saja kau. Lihat saja nanti!" ucap wanita tersebut sambil memegang wajahnya yang memerah dengan bekas berbentuk lima jari di sana.
"Nona," panggil Lily yang sedari tadi hanya diam. Dia terlalu terkejut melihat nonanya yang selalu lemah lembut dan kalem itu tiba-tiba bisa memukul orang.
"Anda telah memukul Bibi An?" ucap gadis itu masih dengan nada tidak percaya.
"Memangnya kenapa jika aku memukul dia?" tanya Chrissa. Tidak terdengar nada takut sedikitpun dalam suara gadis itu. Hal itu membuat Lily yakin bahwa junjungannya itu memang telah berubah.
"Nona, apa Anda lupa? Dia adalah tangan kanan sekaligus pengasuh Tuan Putri Cindy. Anda melakukan itu padanya, dia pasti tidak akan terima dan mengadu."
"Benarkah? Kalau begitu biar saja dia mengadu, aku justru ingin melihat yang bisa dia lakukan," tukas Chrissa sambil tersenyum. Lily tidak menyangka nonanya sungguh tenang menanggapi itu.
***
Bibi An sedang berlutut di depan Tuan Putri Cindy. Gadis yang ia asuh sejak kecil tersebut selalu memberi banyak uang padanya. Karena itu, meski sering diperlakukan kasar, ia tidak peduli. Baginya yang terpenting adalah ia mendapat uang dari junjungannya itu.
Sang tuan putri berparas cantik yang duduk di depannya tersebut menggebrak meja dengan marah.
"Dia memperlakukanmu seperti itu sama saja dengan dia menghinaku. Berani betul gadis itu sekarang. Ia bahkan berani untuk menamparmu!" geramnya.
"Tuan Putri, Anda harus memberi keadilan pada saya," tukas Bibi An.
"Aku tidak akan memberi keadilan padamu, tetapi aku akan membalas penghinaan yang dia berikan."
***
Saat Tuan Putri Cindy datang bersama beberapa pelayan, raut wajah Lily berubah tegang. Namun tidak dengan Chrissa, ia tetap saja tenang seolah tidak ada yang terjadi.
"Kau berani keluar bahkan memukul pelayanku. Aku akan membalas dia dengan memukulmu," tukas sang tuan putri.
"Tuan Putri, saya sungguh menyesal. Saya tidak sengaja melakukannya," ucap Chrissa dengan wajah penuh penyesalan.
"Kau masih berani berbohong? Sudah jelas kau melakukan dengan sengaja. Dia menegurmu dan kau menampar dia."
"Saya tidak sengaja. Tangan saya melayang dengan sendirinya karena dia telah menyinggung saya. Sebagai pelayan, ia sungguh tidak tahu sopan santun."
"Kau ...!"
"Anda adalah nyonya di tempat ini, tetapi Anda membiarkan pelayan Anda bersikap kurang ajar kepada saya. Karena itu, saya mewakili Anda memberi pelajaran kepada dia."
"Kau ini sungguh pintar bicara. Tampaknya aku harus memberimu pelajaran!" geram Tuan Putri Cindy sambil mengangkat tangan untuk menampar Chrissa. Chrissa segera menahan tangan gadis itu.
"Tampaknya Anda lebih membela pelayan. Anda sungguh tuan putri yang sangat baik sekali," tukas Chrissa denga senyum mengejek.