Bab 4. MENGAJUKAN SYARAT
"Lingga minta waktu tiga tahun ke Ayah untuk masa saling mengenal dan menumbuhkan rasa. Selama tiga tahun itu Lingga akan memperlakukan Amelia seperti tunangan Lingga. Lingga juga tidak ingin ada publikasi dulu mengenai pertunangan ini sebelum tiga tahun mengingat status Amelia yang masih seorang pelajar," kata Lingga.
"Dua tahun cukup. Ayah akan memberi waktu dua tahun. Tiga tahun terlalu lama," tukas Mahawirya.
Lingga kembali menghela nafas. "Ayah, dua tahun terlalu singkat, Yah. Lingga rasa tiga tahun adalah waktu yang cukup buat Lingga untuk menyelesaikan study dan mulai belajar memegang perusahaan seperti yang Ayah inginkan.
Tiga tahun dari sekarang Amelia akan berusia tujuh belas tahun. Di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun nanti Lingga tidak akan keberatan kalau Ayah akan umumkan ke publik tentang pertunangan kami. Satu tahun kemudian Amelia akan lulus sekolah. Pada saat itu dia juga sudah cukup umur. Setelah itu terserah Ayah." Lingga berkata panjang kepada sang ayah.
"Tidak bisa! Itu total jadi empat tahun namanya. Terlalu lama!" Mahawirya berkata tegas.
"Tolong beri kesempatan Lingga untuk menjadi mandiri, Yah." Lingga memohon.
Mahawirya terdiam beberapa saat. Dahinya mengernyit, dia tampak seperti sedang berpikir.
"Baik, Ayah akan terima syarat kamu, tapi kamu juga harus terima syarat Ayah."
"Hah, kenapa Ayah jadi ikutan mengajukan syarat?" batin Lingga.
"Baiklah, apa syarat Ayah?"
"No long distance relationship!" kata Mahawirya.
"Lhaa, bagaimana bisa kita tidak long distance relationship, Yah?" ucap Lingga sembari memijit pelipisnya. "Sedangkan posisi Lingga di Jepang dan Amelia di Indonesia."
"Oke, tahun pertama ini kalian sementara bisa long distance dulu, tapi di tahun kedua, saat Amelia masuk jenjang sekolah menengah atas, Ayah akan bawa Amelia tinggal bersama di kediaman utama kita yang ada di Jepang. Dia akan lanjutkan study-nya di sana." Mahawirya menjelaskan.
Lingga membelalakkan matanya tanda tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh ayahnya. "Amelia itu anak orang loh yah, tapi Ayah mau main bawa saja. Apa orang tuanya setuju? Apa dianya sendiri mau berada jauh dari orangtuanya?"
"Itu urusan Ayah sama Mami, kamu terima jadi saja. Biar kami yang urus semua," ucap Mahawirya tak terbantahkan.
Lingga kembali memijit pelipisnya. Dia tidak menyangka ayahnya mempunyai pikiran segila itu. Sekarang dia juga jadi tahu dari mana sifat keras kepalanya berasal. Tidak lain dari sang ayah yang menurun ke dia.
"Persiapkan dirimu dan bilang ke Mami kalau malam ini kita akan datang ke rumah Manggala. Sekarang pergilah, Ayah sibuk!"
"Hufft ...." Lingga menghembuskan nafas lalu berdiri dan melangkahkan kaki keluar dari ruangan tersebut.
***
Kediaman Guinandra.
Pagi itu di rumah keluarga besar Manggala Guinandra, rumah mewah klasik bergaya Eropa terlihat kesibukan di rumah yang dimiliki oleh seorang pengusaha kaya tersebut.
Rumah itu terlihat begitu luas, besar dan megah. Tampak beberapa asisten rumah tangga yang tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing.
Para anggota keluarga berkumpul duduk di ruang makan. Terlihat tiga orang asisten rumah tangga melayani para tuannya. Menuangkan air ke gelas dan menyajikan makanan. Hanya terdengar suara dentingan sendok garpu dan piring yang saling beradu di ruangan itu. Semua nampak menikmati makanan yang disajikan dalam diam sampai selesai.
"Dad ... Mom, Amelia berangkat dulu," ucap Amelia saat telah menyelesaikan sarapannya.
"Kita berangkat bersama. Kakak ada kelas pagi ini," kata Nicholas—sang kakak.
Amelia menganggukkan kepala tanda setuju. Pagi itu dia tidak ceria seperti biasanya, ada hal yang mengganggunya sejak semalam.
Sebelum pergi Amelia dan Nicholas mencium tangan dan pipi kedua orang tua mereka lantas berpamitan.
***
Pikiran Amelia kembali ke percakapan dengan Elsa semalam.
Saat perjalanan pulang dari acara pesta ulang tahun pernikahan Mahawirya dan Shiori. Di dalam mobil mommy Amelia membuka suara, "Sayang, kenapa kamu bersedia dengan tawaran uncle Wirya soal kebersamaan kamu dan Lingga?" ucap mommy Elsa pada Amelia. "Apa kamu mengerti artinya? Dengan menerimanya berarti secara tidak langsung kamu menerima perjodohan yang ditawarkan oleh Uncle."
"Perjodohan, Mommy?" ulang Amelia sembari mengernyitkan keningnya tanda tak mengerti.
"Apa itu perjodohan, Mommy? Tolong jelaskan artinya," tanya Amelia dengan polosnya.
"Perjodohan itu ikatan pernikahan di mana pengantin pria dan wanitanya dipilih oleh pihak ketiga dan bukan oleh satu sama lain. Yang di maksud pihak ketiga di sini salah satu contohnya adalah orang tua," jelas Elsa.
"Apa Mommy? Menikah!" sontak Amelia membelalakkan matanya tidak percaya. "Tapi ... tapi, akukan masih kecil, Mom. Bagaimana aku bisa menikah. Aku belum menyelesaikan sekolahku."
"Haish, dasar anak ini. Mommy juga tidak akan membiarkan kamu menikah di usia kamu yang sekarang ini. Orang tua Lingga pasti juga sudah memikirkan hal ini. Ada-ada saja kamu ini." Kalimat itu mengakhiri perbincangan mereka.
***
Terdengar suara dering ponsel. Elsa segera mengambil ponselnya, dilihatnya nama si penelpon lalu mengarahkan jarinya ke layar untuk menggeser ke tombol hijau tanda menerima panggilan tersebut.
"Ya, Shiori," jawab Elsa saat panggilannya sudah tersambung.
"Apakah kamu dan Manggala sibuk malam ini?" tanya Shiori di seberang line.
"Tidak, ada apa?"
"...."
"Aah, jadi begitu. Baiklah, aku akan memberitahu suamiku dan kami akan dengan senang hati menunggu kedatangan kalian. See you tonight."
***
Di sebuah sekolah favorite di kota tersebut terlihat aktivitas telah selesai sore hari itu. Semua murid-murid satu persatu keluar dari lingkungan sekolah melewati pintu pagar.
Suasana sangat ramai, berisik dan berdesakan. Beberapa kali terdengar suara tingkah anak-anak Sekolah Menengah Pertama yang saling menjahili satu sama lain.
Tersisa Amelia dan beberapa orang anak yang terlihat berdiri di depan pintu pagar sedang menunggu jemputan datang. Dia tenggelam dalam lamunan, mendekap buku pelajarannya.
Siang tadi mommy-nya sempat mengirimkan sebuah pesan singkat di ponselnya. Isi pesan itu yang masih terngiang-ngiang di kepalanya. Membuatnya sedikit malas untuk kembali ke rumah.
"Mel, nanti malam uncle Wirya sekeluarga akan datang ke rumah. Kamu siap-siap ya. Ingat kamu harus bersikap baik di depan mereka nanti."
Tak berapa lama sebuah mobil berhenti tepat di depan Amelia. Mobil jemputannya telah datang. Dia bergegas masuk ke mobil tanpa menunggu sang sopir keluar untuk membukakan pintu untuknya. Setelah Amelia berasa di dalam, mobil tersebut kembali meluncur ke jalanan menuju ke tujuan.
***
Kini mobil yang menjemput Amelia telah memasuki halaman kediaman. Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk kediaman. Amelia turun dari mobil lalu melangkah masuk ke rumahnya, tanpa salam.
Tidak seperti biasanya, dia akan bersemangat jika baru sampai rumah, mencari mommy-nya dan menghambur memeluk. Bahkan keberadaan Nicholas—kakak laki-lakinya yang sedang duduk di sofa sambil membaca buku pun dia abaikan.
"Mel." Nick memanggil sang adik yang terlihat muram dan kusam.
Amelia tidak menggubris. Dia melewati sang kakak begitu saja dan bergegas masuk ke kamarnya.
Amelia menaruh sembarang tas sekolahnya. Membaringkan tubuhnya di atas kasur. Lelah, itulah yang dirasakannya saat ini. Sejenak dia berpikir tentang perkataan mommy-nya semalam tentang perjodohan.
Memang waktu itu Amelia merasa senang saat bersama dengan Lingga dan Mahawirya juga tidak memaksa dengan kekerasan, tapi Amelia tetap tidak bisa menerima semua ini. Dia merasa seperti dimanfaatkan karena dia masih kecil.
Amelia, meskipun masih kecil tapi dia bukanlah anak yang bodoh. Amelia gusar, dia menghentak-hentakkan kakinya di kasur.
Ceklek!
"Mel." Tiba-tiba Elsa membuka pintu kamar Amelia dan masuk ke dalam.
Mendengar suara sang mommy, Amelia bergegas duduk. Dia menundukkan wajahnya yang cemberut, enggan menetap mommy-nya.
Elsa mendekat dan duduk mendekati Amelia. "Baru sampai, ya?" ucap Elsa sembari membelai kepala Amelia. Dia tahu kalau putrinya itu kini sedang kesal.
Elsa menarik nafas pelan.
"Sayang, maafin Mommy ya. Kamu tahu sendiri semalam semuanya terjadi begitu cepat sampai Mommy sendiri kaget dan tidak bisa berbuat apa-apa." Elsa masih membelai rambut Amelia.
"Tapi kan Mommy bisa kasih kode atau apa biar Amel diam tidak meneruskan pembicaraan." Amelia menyeka air matanya yang mulai tak terbendung lagi.
"Jadi Amel menyesal sudah mengatakan kalau Amel menyukai Lingga? Amel menyesal dengan apa yang Amel rasakan ke Lingga?" tanya Elsa.
Mendengarkan perkataan Elsa, Amelia terdiam.
Elsa kembali menghela nafas pelan.
"Baiklah, setelah ini Mommy akan bicara pada daddy. Kami akan berbicara sebaik mungkin kepada keluarga Abyudaya kalau kami menolak akan perjodohan ini.
Meskipun resikonya hubungan pertemanan yang sudah kami jalin lama akan rusak dan kami akan di cap sebagai orang yang tidak bisa menepati janji." Elsa berbicara dengan tersenyum, tapi Amelia tahu jika mommy-nya itu berusaha menyembunyikan kesedihannya.
Seketika Amelia merasa bersalah kala melihat mommy-nya sedih.
"Amel tidak menyesal dengan apa yang Amel rasakan pada kak Lingga, Mom. Hanya saja jika harus cepat menikah dan tidak menyelesaikan study nya sampai kuliah itu adalah mimpi buruk bagi Amel." Amelia masih berusaha berucap dengan air mata yang masih mengalir. Membuat wajah putihnya memerah dan sembab.
"Sayang, maafkan Mommy." Elsa memeluk Amelia. "Kami juga tidak akan membiarkan kamu menikah dalam waktu dekat, walaupun sudah menikah nanti kamu masih bisa kuliah kok, Sayang. Kamu tidak akan terkekang, kamu masih bisa bebas. Mommy janji." Elsa melepas pelukannya dan menyeka air mata Amelia.
Amelia hanya terdiam mendengarkan perkataan Elsa, air matanya masih mengalir. Dia merasa tidak enak jika harus menolak perjodohan. Dia tidak ingin membuat mommy-nya kepikiran. Amelia tidak ingin membuat mommy-nya sedih.
"Ya sudah mandi dulu sana. Usap air matanya, nanti tidak jadi cantik lagi kalau menangis terus."
Amelia menyeka air mata dengan kedua tangannya. Setelah itu dia bergegas mengambil handuk dan segera pergi ke kamar mandi.
"Maafkan Mommy, Sayang. Kami hanya ingin yang terbaik buat kamu." Elsa memandang nanar Amelia yang tengah melangkah ke kamar mandi.