Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 03

Chase menutup pintu apartemen Eliora dan menguncinya segera. Lalu menuju ke kamar Hazel untuk melihat kebenaran yang dikatakan oleh security tambun tadi. Melihat masih ada bekas mobil yang atapnya rusak adalah bukti kebenaran dari ucapan sang security.

Lalu dia keluar dari dalam kamar Hazel. Mengintip kamar Eliora yang terlihat sedang menenangkan sekaligus menidurkan anak itu.

Chase memilih menunggu Eliora selesai menidurkan Hazel untuk membahas masalah perampokkan di tempatnya itu.

Chase kembali menatap kamar Hazel dan berpikir sejenak.

Mungkinkah perkataan security tadi benar? Jika benar... bagaimana caranya menjelaskan kepada hukum. Hazel... akan sulit untuk ditanyai. Anak itu pasti ketakutan, batin Chase.

Eliora menutup pintu kamarnya setelah memastikan anaknya sudah tertidur pulas. Dia memanggil Chase untuk memastikan keberadaan adik iparnya.

"Chase... kau masih di sini?" tanya Eliora.

"Ya. Aku di ruang tengah," jawab Chase.

Eliora lalu berjalan perlahan menuju ruang tengah yang biasa digunakan untuk menyambut tamu datang. Terbiasa dengan tata letak apartemen, membuat Eliora sudah hafal berapa langkah untuk menuju ruangan yang dia inginkan. Termasuk di kantornya. Dia hanya menggunakan tongkat jika di luar saat pergi dan pulang kerja serta saat menjemput Hazel di sekolah lalu tempat les.

Eliora duduk di sofa hadapan Chase. Pandangannya hanya lurus menghadap Chase. Walau dia tak bisa melihat namun dia merasakan dimana lawan bicaranya berada. Melalui pendengaran dan penciuman yang menjadi indera andalannya selama dia menjadi buta.

"Apa kau tahu kejadian sebenarnya, Chase? Apa benar Hazel yang...."

"Aku datang saat Hazel lari dari kamarnya lalu memelukku. Aku hendak melihat ke dalam kamar. Namun Hazel tak mengizinkannya, dia sangat ketakutan El," ungkap Chase.

Eliora tampak khawatir, terlihat dari gurat wajahnya. Dia takut apa yang dikatakan security tadi benar.

Chase menatap Eliora lalu menghampiri wanita itu. Menggenggam tangannya yang dingin dan gemetar, seakan tahu apa yang dirasakan kakak iparnya.

"Tenang-lah, El. Jika memang kejadiannya benar seperti apa yang diucapkan security tadi. Aku akan mencarikanmu seorang pengacara. Kau tak perlu takut. Lagipula... kau tahu tetanggamu yang satu itu memang sering bersikap kurang ajar terhadapmu. Aku yakin dia hendak melakukannya pada Hazel juga. Yakin-lah... Hazel tak melakukan semua yang ada dipikiranmu," ujar Chase menenangkan Eliora.

"Aku tahu Hazel tak mungkin melakukannya, Chase. Hanya saja di negara manapun. Uang bisa berbicara. Semua bisa mudah hanya dengan uang," ujar Eliora.

"Kau benar. Tapi tenanglah... Aku akan meminta bantuan daddy jika memang dibutuhkan."

Eliora tersenyum miris. "Semoga ayah dan ibumu mau membantu, jika memang cucunya harus berurusan dengan hukum. Jika tidak... Aku akan tetap berusaha, Chase. Aku tak ingin anakku direndahkan. Biarlah aku yang berkorban, karena memang begitu seharusnya." Eliora berujar dengan tenang walau hati dan pikirannya mulai kalut.

"Ya. Sudahlah... jangan terlalu khawatir. Tidurlah... aku akan menginap untuk menjaga kalian. Besok kau tak usah bekerja. Aku sudah meminta izin bosmu. Dan dia mengijinkan," ujar Chase.

"Hah... aku semakin tak enak dengan sahabatmu itu. Dia terlalu baik padaku, beberapa karyawan menjadi iri. Tolong... katakan padanya, jangan membedakanku." Eliora menceritakan kebaikan bosnya yang tak lain adalah sahabat Chase.

"Tak apa. Dia yang merasa tak enak denganku. Lagipula... kau cukup berbakat dipekerjaanmu ini. Dia senang aku mengenalkanmu padanya," ungkap Chase.

Eliora kembali tersenyum begitu manis dan semakin membuat wajahnya cantik.

"Baiklah... aku akan ambilkan kau selimut dan bantal. Kau ingin pakaian tidur juga? Aku masih menyimpan milik kakakmu yang masih bagus," tawar Eliora.

"Aku salut padamu, El. Kau melakukan semuanya sendiri. Dan bahkan masih menyimpan barang peninggalan kakakku. Apa kau sangat mencintainya?" tanya Chase.

Eliora hanya kembali tersenyum. "Sejak awal... kau sudah tahu untuk siapa hati kakakmu dan untuk siapa aku melakukan semua ini. Aku tak lagi memikirkan cinta. Karena aku hanya mencintai Hazel dan diriku sendiri," ungkap Eliora.

Lalu dia beranjak hendak menuju kamarnya. "Tapi aku menyayangimu juga Chase. Kau adik iparku satu-satunya... dan waktu tak akan mengubahnya. Terima kasih kau masih menganggapku kakak iparmu," timpal Eliora lalu kembali melangkah menuju kamarnya.

Meraba lemari pakaiannya yang terlihat rapi walau dia tak bisa melihat. Dia tak pernah mengacak barang yang sudah dirapikan pengurus kebersihan di apartemennya yang datang setiap pagi.

Eliora mencium wangi pakaian mantan suaminya. Tercium dari wangi pakaian yang sudah lama disimpan dilemari.

Lalu Eliora juga mengambil selimut dan bantal untuk dia bawa kepada Chase. Walaupun adik iparnya sudah sering menginap. Chase tak pernah lancang memasuki kamarnya dan mengambil barang dengan sembarangan.

Dia begitu menghargai Eliora. Dan juga Eliora yang begitu menghargainya.

***

Pagi hari Eliora dan Chase dikejutkan dengan kabar gugatan untuk Hazel atas tuduhan terjatuhnya Lucas. Tim dari kepolisian datang dan kembali memeriksakan keadaan kamar Hazel yang sejak semalam dibiarkan begitu saja. Seperti apa yang dikatakan oleh petugas polisi yang semalam datang atas panggilan dari Chase.

Polisi menemukan bukti sidik jari yang tercetak dibeberapa tempat di kamar Hazel. Hal tersebut semakin menguatkan pihak penggugat untuk menuntut Eliora atas insiden jatuhnya Lucas ke atas mobil seseorang.

Dan Eliora harus mau membayar biaya rumah sakit Lucas sampai kembali sadar, serta harus membayar kerusakan pemilik mobil juga. Jika semua itu tak dapat dibayarkan. Maka dengan sangat terpaksa Eliora harus menggantikan Hazel yang masih di bawah umur untuk berada di balik jeruji besi.

"Jika dipikir secara logika... mungkinkah seorang anak perempuan mampu mendorong pria dewasa dengan tenaga laki-laki yang tubuhnya lebih besar dan kuat, riga kali lipat bahkan mungkin lebih darinya, Sir?!" Chase kembali menolak tuduhan dari seorang wanita paruh baya bernama Rosela Crusia.

"Maaf, Sir. Jika anak perempuan itu tak mau berbicara... kami menjadi sulit untuk menyimpulkannya. Begini saja... kami akan memberikan kalian waktu untuk mencari seorang pengacara. Agar pengacara kalian bisa membantu kalian harus bagaimana," ujar salah satu polisi yang datang dan memberikan surat pemberitahuan gugatan tersebut.

"Hah... baiklah. Aku akan carikan kakak iparku pengacara," ujar Chase.

"Baiklah... kami tunggu sampai tiga hari. Jika tidak... maafkan kami harus bertindak tegas. Selamat pagi, Sir." petugas kepolisian itu lalu pergi.

Eliora keluar dari kamar bersama Hazel yang sejak tadi diminta mendengarkan musik agar anak tersebut tak mendengar ucapan petugas polisi dan Chase. Bahkan sampai sekarang anak itu masih mendengarkan musik, dia tak akan melepaskan sebelum ibunya menyuruh.

Hazel telah diajarkan disiplin untuk bersopan santun dengan tak mendengarkan pembicaraan orang dewasa. Maka dari itu dia akan menuruti permintaan ibunya.

Chase menatap Eliora dan Hazel dengan tatapan iba. Dia tak mungkin membiarkan kakak iparnya mengurus semuanya sendirian. Ditambah keadaannya yang buta tak memungkinkan Eliora bisa mencari seorang pengacara.

"Jangan menatapku iba, Chase. Aku tahu kau sedang melakukannya. Aku... akan berusaha mencari cara. Bagaimana jika kita mencoba dari kedua orang tuamu? Bukankah semalam kau mengatakan akan bicara pada ayahmu lebih dulu untuk meminta bantuan?" tanya Eliora.

Hebatnya Eliora bisa mengendalikan emosinya untuk tetap tenang dalam menanggapi setiap masalah.

"Sudah kulakukan.... Mereka tak bisa membantu, El."

"Aku tetap akan datang dan bicara baik-baik dulu," tekad Eliora.

Lalu Chase hanya bisa tersenyum walau dia tahu Eliora tak dapat melihat senyum mirisnya. Chase sangat yakin hasilnya akan sama. Kedua orang tuanya tak akan bisa membantu.

***

Di sepanjang perjalanan ke rumah kedua orang tuanya, Chase terus bertanya dan meyakinkan Eliora untuk mengurungkan niatnya. Chase sangat mengenal ayah dan ibunya. Mereka tak akan mau membantu, mengingat mereka begitu membenci Eliora sejak kakaknya lebih memilih menikahinya lalu meninggal karena kecelakaan.

Orang tua Chase sudah menjuluki Eliora sebagai pembawa sial bagi kakaknya. Dan mereka tak akan memaafkan Eliora berapa kalipun Eliora meminta maaf. Walau kecelakaan tersebut jelas bukan kesalahan Eliora.

-

Mereka sampai di rumah kediaman Garnel. Chase kembali membujuk Eliora untuk kembali saja daripada Eliora harus mendengar ucapan pedas dari ibu dan ayahnya.

Namun Eliora begitu keras kepala. Dia tetap akan mencoba demi Hazel, demi memperjuangkan kebebasan Hazel... dia tak peduli meski hinaan akan kembali didengar olehnya.

Chase menatap Eliora yang terlihat tegang... Dia tahu kakak iparnya masih mengingat cacian dan hinaan kedua orang tuanya kepada Eliora saat di pemakaman kakaknya.

Lantas Chase menggenggam tangan Eliora. "Aku tetap akan membantu dan membelamu sekalipun mereka memarahimu, El." Chase mencoba menguatkan demi mengurangi ketakutan Eliora yang berusaha disembunyikan wanita itu.

Eliora tersenyum dan mengangguk. Lalu pintu rumah dibukakan. Menampilkan sosok seorang ibu dari Chase, menatap tajam Eliora walau dia tahu wanita itu tak bisa melihatnya.

"Jika kau ke sini untuk meminta bantuan. Kau tahu bahwa tak akan ada uluran tangan kami. Jadi lebih baik pergi!" sergah Debora Garnel.

"Mom, biarkan kami masuk dan biarkan Eliora bicara pada kalian lebih dulu apa maksud tujuannya datang ke sini," bujuk Chase.

"Maafkan aku jika mengganggu waktumu nyonya. Tapi ijinkan aku masuk lebih dulu untuk bicara baik-baik denganmu dan Tuan Garnel. Ini menyangkut Hazel juga, yang tak lain adalah keturunan kalian," ujar Eliora ikut membujuk.

Debora melihat Hazel yang tersenyum berdiri di depan ibunya tanpa berani melangkah.

"Masuk dan bawa dia ke ruang kerja ayahmu. Selama kami bicara... kau ajak Hazel bermain," perintah Debora kepada Chase. Lalu Debora membuka lebar pintu rumahnya mempersilahkan mereka untuk masuk.

-

Di ruang kerja Marcus Garnel...

Eliora sudah duduk di sebuah kursi kayu, menjadi perhatian Marcus dan Debora yang mendengarkan penjelasannya datang ke sana.

Namun sekali lagi, Marcus dan Debora berkata ketus dan kembali menyakiti hati Eliora.

"Kau pikir kami mencetak uang? Kesalahanmu yang tak bisa menjaga anakmu dengan benar! Lalu kau seenaknya meminta uang kepada kami dalam jumlah besar!" tukas Marcus.

"Maafkan aku, Sir. Sungguh aku akan mencicil untuk mengembalikan uang yang kupinjam. Aku berjanji tak akan mengulangi kelalaianku dalam menjaga Hazel. Kalian tahu aku harus bekerja untuk menghidupinya. Dan kalian juga tahu aku tak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik karena keadaanku seperti ini," bujuk Eliora.

"Kami tak mau tahu. Itu karma yang harus kau bayar karena merebut anak kami hingga membuatnya kehilangan nyawa. Sejak awal kami sudah tak menyetujui hubungan kalian. Namun keserakahan ayahmu membuat Mark melawan dan meninggalkan kami! Jadi keadaan saat ini adalah karma ayahmu yang menghasut anak kami. Jalanilah dan rasakan apa yang dulu kami rasakan!" hardik Debora.

"Kalian sudah salah paham untuk itu, aku dan ayahku sama sekali tak menghasut apalagi memaksa Mark untuk membantu kami. Mark sendiri yang—"

"Cukup! Keputusan kami sudah bulat... kami tak akan membantumu! Kau yang lalai maka kau sendiri yang harus memperbaikinya, pergi... dan jangan datang lagi ke sini!" tukas Marcus terdengar tegas dan keputusannya begitu kejam.

Eliora yang merasa sesak karena usahanya gagal. Dia langsung berdiri dari duduknya dan hendak beranjak dari ruangan itu. Dia sempat tersandung namun Mr. Dan Mrs. Garnel sedikitpun tak bergerak spontan sekedar untuk berniat membantu.

***

Mereka -Eliora, Chase & Hazel- pergi dari kediaman Garnel, menuju ke tempat Chase. Dimana seorang gadis sudah menunggu kedatangan mereka di apartemen Chase.

Sesampainya mereka di apartemen, gadis cantik yang membukakan pintu -sebelum Chase sempat membukanya- langsung berhambur memeluk Chase. Gadis bernama Autumn memeluk erat Chase hingga tak bisa bergerak.

"Apa satu hari tak bertemu membuatmu begini?" tanya Chase.

Autumn melepaskan pelukkannya lalu tersenyum menampilkan deret giginya yang putih dan rapi. Dia mengangguk lalu membawa tatapannya kepada Hazel dan Eliora.

"Apa ini kakak ipar dan keponakanku?" tanya Autumn.

"Ya," jawab Chase.

"Hah... masuklah. Kita makan siang dulu. Aku sudah membeli dan merapikan makanannya di piring," ajak Autumn.

Ramah, ceria dan humble. Sifat dasar Autumn yang menjadi pegangan Chase untuk mencintai gadis kaya raya dengan sifat yang super manja.

Mereka masuk ke dalam apartemen lalu makan siang walau Eliora terlihat hanya seasalnya demi mengisi perut.

"Well... setelah mendengar cerita Chase semalam. Aku rasa, aku bisa membantu kalian mendapatkan pengacara hebat," ujar Autumn.

"Siapa dia?" tanya Eliora.

Di tempat lain... orang yang dibicarakan sedang melakukan kegiatan panas di atas ranjang.

"Tampan, muda, dan berbakat... Adalah modal utamanya menjadi seorang pengacara," tutur Autumn.

Saat ini dirinya sudah berpakaian ala pengacara, dengan kacamata dan blazer hitam melekat di tubuh rampingnya.

"Matanya begitu tajam menatap lawannya saat sedang melakukan pekerjaannya," timpal Autumn.

Sorot mata pria yang sedang dibicarakan sedang menatap tajam wanita di bawahnya.

"Rahang yang tegas. Tubuh yang atletis dan tegap," puji Autumn.

Gambaran pria naked sedang bergerak di atas tubuh seorang wanita dengan liarnya.

"Dia disebut-sebut sebagai devil. Dan karena profesinya adalah pengacara. Maka dia dijuluki sebagai The Devil Lawyer. Dia akan—"

"Autumn... katakan saja siapa dia?! Lagipula tak ada hubungannya bentuk fisik dengan kepintarannya!" tukas Chase mulai kesal dengan tingkah kekasihnya. Dia tahu siapa orang yang dibicarakan Autumn.

Gadis itu begitu mengagumi sosok sang pengacara dan sangat mengenal pria tersebut.

Eliora hanya tersenyum mendengar Autumn yang menggambarkan seorang pengacara secara berlebihan. Dan Hazel tertawa melihat tingkah lucu Autumn hingga mendapat protes dari Chase.

"Ish... kau sungguh kaku Chase! Baiklah... so... memakai jasa pengacaranya harus menyetujui perjanjiannya," ungkap Autumn.

"Perjanjian apa?" tanya Eliora.

"Entahlah... dia hanya bilang begitu saat kutanya. Katanya itu perjanjian antara dirinya dan klien. Jadi semacam perjanjian rahasia. Aku tak menanyakannya sampai detail waktu itu. Karena aku hanya iseng bertanya saat berkunjung," jawab Autumn.

"Siapa nama pengacara itu, Autumn...." Eliora bertanya lagi.

"Oh... maaf, aku terlalu bersemangat. Sebelumnya aku belum memperkenalkan diri dengan benar kepadamu, aku Autumn Delila Dexter. Dan pengacara yang kumaksud adalah kakakku... Maximilliam Morgan Dexter," jelas Autumn.

Eliora mengerutkan keningnya seakan pernah mendengar nama yang baru disebutkan oleh Autumn.

Sementara sang devil yang sejak tadi menjadi bahan pembicaraan Autumn. Saat ini baru saja memakai kembali pakaiannya dan duduk di sebuah sofa sambil meminum sebuah minuman beralkohol.

Dia menyeringai menatap remeh wanita bodoh yang tergeletak tak berdaya setelah bercinta dengannya.

Atau bisa dikatakan menyiksa wanita yang menjadi pelampiasan kekesalannya.

"Ck! Dasar bitch!" tukasnya meninggalkan stempel disebuah kertas perjanjian. Dan berlalu meninggalkan wanita tersebut.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel