Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

8. Musuh Abadi

Betty turun dari mobil dengan berat hati. Tangannya bergerak memeluk tubuhnya sendiri untuk menghalangi angin malam yang berhembus. Aldric benar-benar membawanya ke rumah lagi. Betty sempat melayangkan protes tapi begitu diingatkan dengan dua pria yang mengikutinya tadi, dia memilih diam.

"Kau tidak turun?" tanya Betty saat Aldric masih diam di dalam mobil.

"Tidak, kau masuklah."

“Kau meninggalkanku sendiri?" tanya Betty khawatir.

Aldric menatap Betty jengah, "Ada Roy di dalam. Aku pergi sebentar."

Betty mengangguk d an mobil berlalu begitu saja. "Hati-hati," gumamnya saat mobil Aldric sudah menghilang dari pandangannya.

Betty berlari kecil menuju pintu rumah. Dia menggeram pelan saat udara musim dingin begitu menusuk tulangnya. Untung saja keadaan rumah Aldric begitu hangat. Betty melepas mantelnya dan menggantungnya di lemari sebelah pintu masuk. Dia melihat ke sekitar dan tidak menemukan Roy di manapun.

Langkah Betty membawanya masuk ke ruang tengah. Di sana dia melihat punggung telanjang Roy. Namun bukan itu yang menjadi fokus Betty, melainkan apa yang pria itu pegang.

"Roy?" panggil Betty terkejut.

Mendengar suara lembut yang dia kenal, Roy berbalik dan menatap Betty terkejut. Seketika dia meringis melihat ekspresi Betty.

"Kau—apa itu, Ya Tuhan?!"

"Ini hanya mainan." Roy menggaruk lehernya yang tidak gatal. Tidak ada waktu lagi untuk menyembunyikan semua mainan Aldric, Betty sudah terlanjur melihatnya.

"Tapi itu tidak terlihat seperti mainan!" Betty meninggikan suaranya, antara takut dan ngeri.

"Aldric yang memintaku membersihkannya." Roy berucap pasrah.

"Ini milik Aldric?" tanya Betty bingung, "Bagaimana bisa dia mempunyai pistol sebanyak ini?"

Roy terkekeh geli, “Ini tidak seberapa. Dia masih punya banyak di gudang."

"Ya Tuhan!" Betty menggeleng dan menutup wajahnya tidak percaya.

Roy masih terkekeh dan kembali mengelap pistol-pistol di tangannya, "Aku pikir kau sudah tahu bagaimana Aldric."

"Dia memang menyeramkan, tapi aku tidak tahu dia mempunyai benda ini."

"Untuk pertahanan diri."

"Maksudmu?" tanya Betty bingung.

"Sudahlah, lupakan! Sekarang katakan kenapa Aldric membawamu ke mari?"

Betty mendekat ke arah Roy dan duduk di sofa dengan rasa takut. Jujur saja, bagi Betty tidak ada tempat yang aman lagi baginya. Saat di luar, dia merasa seperti ada orang yang mengawasinya tapi ketika berada di tempat Aldric, Betty juga seperti masuk ke dalam kandang buaya. Tidak ada yang benar-benar bisa dia percaya.

"Ada orang yang mengikutiku tadi."

Roy mengangguk paham, dia tidak terkejut. "Dan Aldric datang membantumu?"

"Bagaimana kau tahu?" tanya Betty bodoh.

"Dia temanku, Beth. Jangan konyol!"

Betty duduk dengan bingung. Melihat Roy yang dengan santai membersihkan pistol membuatnya bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya mereka kerjakan? Jika hanya dengan membuka bengkel tentu keuntungannya tidak akan bisa digunakan untuk membeli pistol sebanyak ini dengan jenis-jenis yang berbeda.

Betty tidak takut saat melihat pistol, dia hanya merasa ngeri. Dia pernah melihat pistol sebelumnya, milik Lukas. Entah dari kakaknya mempunyai barang seperti itu. Betty pikir pistol hanya bisa dimiliki oleh orang-orang penting yang memiliki surat izin, tapi ternyata banyak orang yang memilikinya baik secara legal ataupun tidak.

"Kau tidak bertanya di mana Aldric?" tanya Betty bodoh. Apa Roy tidak merasa aneh melihat dirinya berada di sini tanpa Aldric?

Roy tersenyum tipis, aku tahu dia di mana, mungkin sedang menikmati darah dari orang-orang yang mengganggumu tadi.

"Mungkin membeli bir, aku sempat menitipnya tadi," jawab Roy berbeda jauh dari isi otaknya.

Betty mengangguk paham. "Apa kalian tidak mempunyai makanan?" lanjutnya.

Roy menghentikan kegiatannya, "Mungkin ada telur di kulkas."

Betty berdecak, "Apa kalian hanya memakan telur? Dasar pria lajang!" kesalnya dan berlalu masuk ke dapur.

"Apa kau juga ingin scramble egg, Roy?" teriak Betty dari dapur.

"Untuk makan malam, Beth? Yang benar saja?!"

"Seharusnya kau tanyakan pada dirimu sendiri, kenapa hanya ada telur?" ucap Betty kesal yang membuat Roy tertawa. Dia tidak menyangka jika wanita itu bisa lepas seperti ini. Padahal saat pertama kali bertemu, Betty begitu pendiam.

"Buatkan aku empat telur!" balas Roy yang tidak dijawab lagi oleh Betty.

***

Aldric menegakkan tubuhnya begitu telah selesai memenggal 2 kepala pria yang mengikuti Betty. Jika tidak mengingat wajah ketakutan gadis itu, tentu Aldric tidak akan bersusah payah membunuh pria-pria itu. Namun entah kenapa dia tidak suka melihat Betty ketakutan.

"Dasar menyusahkan," gumam Aldric dan memasukkan kepala itu ke dalam karung yang selalu tersedia di mobilnya.

Pedro akan mendapatkan kejutan malam ini dengan penggalan kepala anak buahnya. Aldric tidak akan tinggal diam lagi. Pedro sudah berani mengusik hidupnya lagi dengan membawa nama Betty. Itu tidak bisa dibiarkan.

Aldric melepaskan sarung tangannya sebelum keluar dari basement sebuah gedung tua yang sudah kosong. Di kegelapan malam, Aldric tampak misterius dengan karung yang dia bawa di bahu. Tangan kiri yang tengah menghisap rokok semakin membuat penampilannya terlihat semakin menyeramkan.

Aldric membuang rokoknya dan masuk ke dalam mobil. Meraih sebuah sapu tangan bersih yang pernah diberikan oleh adiknya dulu—hanya barang itu yang dia punya dari Abigail— dan mengelap lengan atasnya yang terdapat bercak darah. Aldric hanya memerlukan sedikit bantuan kapak untuk memenggal kepala pria-pria tadi.

***

Suara desahan memenuhi kamar dan Pedro masih tidak menghentikan gerakan tubuhnya. Dia menatap wanita di bawahnya dengan tatapan datar tanpa ekspresi. Wanita itu sudah mengerang berkali-kali tapi Pedro belum juga mendapat apa yang dia inginkan.

Suara ketukan pintu membuat pria berusia 39 tahun itu menghentikan gerakan tubuhnya. Dia melirik pintu sekilas dan mulai melepaskan diri dari wanita di bawahnya.

"Keluar," ucap Pedro mulai masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah membersihkan diri secara singkat, Pedro keluar dengan balutan kimono hitamnya. Wanita yang dia tiduri sudah tidak ada di sana, disertai dengan hilangnya setumpuk uang di atas nakas.

Langkahnya membawanya ke sudut ruangan dan menuangkan wine ke dalam gelas, menyesapnya sedikit sebelum meminta anak buahnya untuk masuk ke dalam kamar.

"Jika aku mendengar kabar buruk, aku akan memakai kepala kalian untuk mengetes senjata baruku." Pedro berucap dengan tenang.

"Maaf, Tuan. Tapi ini memang berita buruk." Tidak terkejut, Pedro meminta Ethan untuk melanjutkan ucapannya. "Andi dan Thomas mati."

Pedro menghembuskan asap rokoknya mendengar itu. "Dasar tidak berguna!" umpatnya pelan dan menatap Ethan dengan tatapan tajam.

"Aldric meninggalkan kepala mereka di depan mansion."

Tentu saja ulah Aldric, Pedro tidak terkejut dengan itu. Aldric pasti sudah tahu akan tujuannya, yaitu mengincar Betty, gadis lugu dan polos yang pernah dia temui.

Pedro sangat menyayangkan jika wanita polos seperti Betty akan jatuh ke tangan pembunuh bayaran berdarah dingin seperti Aldric. Gadis itu bisa mendapatkan yang lebih baik dari bajingan yang sangat Pedro benci itu.

"Ambil mayatnya dan bakar, pastikan tidak ada polisi yang ikut campur." Pedro mematikan rokoknya di atas meja dan kembali berbicara, "Ah ya satu lagi, siapkan orang baru untuk mengawasi Bethany."

"Baik, Tuan."

"Lakukan sekarang." Ethan mengangguk dan menghela nafas lega. Sepertinya suasana hati bosnya sedang baik saat ini.

Pedro meminum anggurnya dengan pelan. Dahinya yang berkerut dalam menunjukkan jika dia sedang berpikir saat ini, berpikir untuk membuat hidup Aldric menderita.

Pedro masih terlihat gagah dan tampan di usianya yang akan menginjak kepala empat. Guratan halus di sekitar mata memang tidak bisa membohongi, tapi pesona juga tidak dapat berbohong. Para wanita yang melihat ketampanannya pasti akan dengan suka rela membuka kedua kakinya dengan lebar.

Pedro adalah pebisnis yang cukup handal dengan banyaknya properti yang dia miliki, tapi semua itu hanya kedok untuk menutupi bisnis aslinya, yaitu produksi senjata ilegal dan narkoba. Semua sudah dia miliki, seolah dunia telah berada di genggamannya. Namun satu hal, satu hal yang selalu mengusik ketenangan Pedro, yaitu kebahagiaan Aldric, pria yang membuat anaknya pergi begitu saja meninggalkannya sendiri. Dendam yang membuat Pedro terus mengusik hidup Aldric. Dia ingin melihat pria itu merasakan rasanya kehilangan orang yang dia sayang.

Tepat dua tahun lalu, Pedro berhasil melakukan dendamnya dengan menebak kepala Abigail untuk media percobaan pistol terbarunya, dan hal itu berakhir dengan kematian. Setelah kejadian itu, Aldric tidak menuntut apapun. Memang pria itu terlihat sangat terpuruk tapi Pedro pikir itu cukup adil untuk sebuah pembalasan. Namun saat mendengar Aldric kembali dekat dengan wanita saat ini, rasa amarah itu kembali mengusainya. Tidak boleh, Aldric tidak boleh bahagia. Pedro tidak akan pernah mengijinkan pria itu berbahagia di atas penderitaannya selama ini.

***

TBC

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel