Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 20 Halu Jadi Trending Topic

Bab 20 Halu Jadi Trending Topic

“Hadeh, Brondong bermutu itu menakutkan!” Manihot segera membereskan agenda dan tabletnya. “tidak bisa dibiarkan!”

Manihot tahu sekali, jika Garry yang bermutu alias bermuka tua ini memiliki wajah yang tampan. Ya, iyalah, itu adiknya, sekalipun adik tiri.

Dan wajah bermutu itu sudah kerapkali membuat perempuan-perempuan lebih dewasa jatuh cinta pada Garry. Anehnya, mereka mendadak sok muda, begitu tahu Garry masih brondong.

Ya, dia sempat tinggal dua tahun bersama Garry, sebelum Einhard – ayah tirinya memutuskan untuk pulang ke Jerman sementara waktu. Orang tua Einhard, yang juga nenek tiri Manihot, kesehatannya menurun.

Ibunya yang setia, ikut menemani. Tak terasa, sudah hampir tiga tahun mereka di Jerman. Bahkan, setelah awal tahun kemarin, nenek tiri Manihot meninggal, mereka masih betah di sana.

“Beti, terima kasih wejangannya, ya!” kata Manihot terburu.

Beti melongo. Wejangan?

“Pokoknya terima kasih. Maaf, saya harus buru-buru ya,” kata Manihot. “ah, iya kunci mobilku.”

Manihot mengangguk, lalu meninggalkan Beti yang wajahnya masih terkejut. Secepat kilat, karena hitungan detik, lelaki itu sudah tak ada lagi di hadapannya.

“Wejangan? Memangnya kapan, ya, aku memberikan wejangan? Perasaan, aku belum berkata apa-apa,” guman Beti.

“Lantas, kenapa Pak Manihot berkata she is mine pada ibunya? Bahkan, Pak Manihot berniat untuk menyusul ke sana. Agak alay, sih, teriakannya. Dasar, CEO Halu!” Beti terkekeh mengenang CEO-nya tadi setengah panik berteriak.

Jreng! Otak ber-IQ tinggi Beti segera cemerlang. Satu nama segera menyusup pada sel kelabu otaknya.

“Mungkinkah itu Adenium? Dia hendak mengejar Adenium? Gila! Tukang bersih-bersih itu sanggup membuat Manihot menjadi alay dan terburu-buru pergi menjemputnya!”

***

Tebakan Beti super tepat. Lelaki bongkong jangkung itu kini tengah mengendarai mobil menuju supermarket, tempat ibunya berada.

Manihot tentu tidak tahu, bahwa hingga detik ini Garry masih membuntuti Adenium. Diikuti dengan Bu Zea yang cekikikan di belakangnya, sementara Einhard yang pemalu hanya senyam-senyum saja.

“Daddy, menurutmu, apa aku sudah pantas untuk menikah?” Garry menarik lengan Einhard, sehingga lelaki ini maju sejajar dengannya.

“Bitte frag deine Mutter (Bertanyalah pada Ibumu! – bahasa Jerman)!”

Garry menepuk jidatnya. Seolah hal itu lebih menyeramkan dibanding lewat pohon beringin tua, yang di sampingnya adalah pemakaman.

“Itu sama saja Daddy menolakku! Ayolah. Aku sudah cukup umur, menurutku. Manihot bilang, wajahku boros!”

“Tanya Ibumu!” Einhard masih berkeras. Membuat lelaki blonde berkumis tipis ini tersenyum kecut. Ayahku masuk dalam ikatan suami takut istri, batin Garry.

“Memangnya kamu ada calonnya, Garry? Ibu dengar, lho, pembicaraan kalian,” kata Bu Zea.

“Calonnya belum ada. Tapi, akan segera ada. Dalam hitungan detik,” kata Garry kepedean.

“Oh ya? Siapa? Perempuan yang kita ikuti sedari tadi?” skak Bu Zea.

Garry tersentak. Wajah bulenya merah padam.

“Yeah, tapi aku pikir, dia seumuran denganku. Masih imut. Apa di masih SMA di sini?” kata Garry.

Zea mengernyitkan dahi. Demikian juga Einhard.

“Kupikir demikian. Jadi, lupakan saja khayalan konyolmu.”

“Ah, ya! pasti dia tidak diizinkan orang tuanya untuk menikah,” keluh Garry. “tapi, aku bersedia menunggu dua atau tiga tahun lagi. Kurasa, itu saat yang tepat buat kami menikah.”

“Garry, kurasa dia sudah bekerja. Pakaiannya itu seperti OB di perusahaan,” jelas Bu Zea.

Garry membeliakkan matanya. “Benarkah? Kurasa, wajahnya terlalu imut. Aku tidak salah pilih. Dia awet muda. Setidaknya, wajahku lebih boros darinya.”

“Apa hubungannya?” telisik Bu Zea.

“Yeah, setidaknya aku akan dikira lebih tua darinya, sekalipun aku brondong!” Garry terkekeh.

Einhard memandang Garry tak suka. Wujud anak ini memang tujuh belas, tapi pola pikir seperti dua puluh tujuh. Dari dulu, Gary selalu lebih dewasa.

Einhard mencondongkan diri ke telinga Bu Zea. Tubuh jangkungnya sedikit membungkuk.

“Apa kata-kata anak jaman now Indonesia, yang lagi tren sekarang, Zea? Yang pernah kamu bilang ke aku,” Einhard berbisik pada Zea.

“Hm, kata apa ya? Galau?”

“Nein (Tidak – bahasa Jerman). Bukan itu,”

“Halu?”

Einhard mengangguk. Lalu, dengan geram dia tepuk bahu anaknya.

“Garry! KAMU HALU!” teriak Einhard keras dengan aksen bulenya.

Teriakan itu membuat Adenium menoleh ke arah Garry. Lelaki Jerman blasteran itu hendak melambaikan tangan. Tapi, malu. Khas lelaki Jerman – yang katanya kebanyakan cool.

Namun, bukan Garry namanya, jika ciut nyali. Garry maju mendekati perempuan dambaannya.

Dan sekonyong-konyong, mata Adenium melotot. Tangannya menjulur ke depan, dengan jari telunjuk terbentang.

Garry mengkeret. Apa dia ingin memakiku? Batin Garry.

“Awas, Mas, eh Om, eh ... brother! Move! Move!” Dengan kemampuan berbahasa Inggris terbatas, Adenium menyuruh Garry untuk berpindah posisi.

Tentu saja, Adenium tidak tahu jika Garry adalah bule Jerman. Yang ia tahu, lelaki ini mungkin tidak bisa bahasa Indonesia.

Garry malah tersenyum. “Pindah ke mana? Ke hatimu?” kata Garry dalam bahasa Jerman. Dia sengaja mengatakan itu, agar tidak ketahuan Adenium.

Yang ada, Adenium malah kebingungan. Dalam pikirannya, Garry mungkin saja tidak bisa berbahasa Inggris.

Adenium pun berlari sekencangnya ke arah Garry. Lelaki yang salah sangka itu refleks merentangkan tangannya.

Dikirannya, Adenium seperti beberapa gadis katro yang kesengsem dirinya yang bule. Tidak kenal, tapi tahu-tahu main peluk saja.

“Kemarilah sayang! Aku akan menjadi pangeran berkuda putih!” kata Garry pelan.

Dan dengan kemampuan yang ada, Adenium mendorong tubuh Garry, hingga mereka berdua jatuh ke samping. Ini awalnya membuat Garry kaget. Lalu, dalam hitungan sepersekian detik sebuah troly penuh barang melintas.

Jika tidak diselamatkan Adenium, Garry bisa saja celaka karena trolly itu akan menabraknya. Garry yang berada di bawah Adenium bisa merasakan hembusan napas Adenium. Hangat dan membakar darah mudanya.

Bersaamaan itu, dua orang anak juga berlari-lari seraya terkekeh. Agaknya, kedua anak ini yang mendorong trolly sehingga meluncur tanpa terkendali.

Seorang perempuan segera mengambil kedua anak itu. Mengangguk dan menyebutkan maaf, lalu pergi terbirit-birit tanpa sempat Einhard ataupun Bu Zea meresponnya.

Mungkin ibu kedua anak itu ketakutan, jika Bu Zea akan menceramahinya. Lagipula, toh, pemuda bule itu diselamatkan oleh seorang perempuan. Mungkin begitu pikiran ibu dua anak itu

“Terima kasih! Kamu memang calon kekasih yang baik,” Garry memberanikan diri untuk merayu. “Sori, haruskah kusebut calon istri?”

Adenium terkejut. Dia merasakan de javu.

Sepertinya, dia tidak asing dengan situasi ini. Dan kepalanya menjadi penat, begitu ingat bahwa Manihot pernah mengatakan hal tersebut.

[Ternyata banyak pria gila kebelet nikah, yang mengajak menikah sejak obrolan pertama.]

Demikian pikir Adenium. Dengan tergesa, Adenium bangkit dan mundur dua langkah, dari Garry yang nampaknya enggan untuk berdiri.

“Astaga! Garry! Apa kamu tidak apa-apa?” kata Bu Zea cemas.

“Dia tidak apa-apa. Dia seperti senang begitu,” kata Einhard ketus.

“Einhard! Ini anakmu!” Bu Zea melotot pada Einhard, yang disambut deheman keras Einhard.

Perempuan itu mencoba memeriksa bagian-bagian Garry, apa ada yang terluka dan sakit. Dan senyumnya berangsur kembali, setelah dirasa anak tirinya itu baik-baik saja.

“Kamu tidak apa-apa, sepertinya. Syukurlah. Ayo, Bunda bantu berdiri,” tawar Bu Zea.

“Aku maunya penolongku yang membantu. Hai, bisa bantu aku berdiri?” pinta Garry pada Adenium.

Senyum Garry mengembang bak taman bunga. Namun, seperti kedatangan kumbang tawon perusak, senyum itu gugur seketika.

Seorang lelaki menarik tangan Adenium. Dan dia sangat mengenal lelaki itu.

“Dia milikku, Garry! Jadi, sayangnya kamu harus bangun sendiri!” Manihot – lelaki itu berteriak dengan lantang.

“Lepaskan, Pak!” Adenium meronta. Membuat Garry mengukir sinis.

“Ich glaube nicht, Bruder! Sepertinya bukan, brader Manihot. DASAR HALU!” ketus Garry. Persis seperti yang Einhard sindirkan padanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel